PANEN DAN PASCA PANEN JAGUNG

9:24 AM

 

tanaman jagung siap panen

Pada saat penanaman jagung di lahan, produksi yang maksimal merupakan tujuan uatamanya ditandai dengan hasil dari ubinan. Hal tersebut berbeda ketika penangan panen dan pasca panen, bukan hanya produksi tinggi yang menjadi tujuannya, tetapi juga mutu maksimal. Walaupun produksinya tinggi, tetapi dalam penanganan panen dan pasca panen kurang tepat, maka mutu biji jagung akan kurang baik sehingga akan berpengaruh terhadap harga jual.

Penyataan tersebut juga sejalan dengan apa yang disampaikan oleh (Firmansyah, dkk., 2007) jagung mempunyai banyak permasalahan pascapanen yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan kerusakan dan kehilangan. Permasalahan antara lain adalah  :

1.    Susut Kuantitas dan Mutu. Kehilangan hasil jagung pada pascapanen dapat berupa kehilangan kuantitatif dan kualitatif. Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil  akibat tertinggal di lapang waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan.

2.    Keamanan Pangan. Penundaan penanganan pascapanen jagung berpeluang meningkatkan infeksi cendawan. Penundaan pengeringan paling besar kontribusinya dalam meningkatkan infeksi cendawan Aspergillus flavus yang bisa mencapai di atas 50%. Cendawan tersebut menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin yang bersifat mutagen dan diduga dapat menyebabkan kanker esofagus pada manusia (Weibe and Bjeldanes 1981). Toksin yang dikeluarkan oleh cendawan tersebut juga berbahaya bagi kesehatan ternak. Salah satu cara pencegahannya adalah mengetahui secara dini kandungan mikotoksin pada biji jagung.

3.    Ketersediaan Sarana Prosesing. Permasalahan lain dalam penanganan pascapanen jagung di tingkat petani adalah tidak tersedianya sarana prosesing yang memadai, padahal petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kadar air biji di atas 35%. Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi prosesing yang tepat, baik dari segi peralatan maupun sosial dan ekonomi.

Oleh karena itu Penanganan pascapanen merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas hasil pertanian. Secara langsung, penanganan pascapanen memiliki peranan dalam menekan kehilangan hasil, memperbaiki mutu hasil dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani (Departemen Pertanian, 2011).

Panen jagung dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1.    Ketika tongkol sudah mulai berisi, daun di bawah tongkol dapat diambil dan dimanfaatkan untuk pakan sapi atau dikomposkan untuk mengurangi sumber inoculum penyakit bercak dan hawar daun yang kemudian dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pupuk organik. Sebelum tongkol dipanen, kegiatan bisa dilanjutkan dengan pemangkasan bagian tanaman di atas tongkol untuk menurunkan kadar air tongkol dan pangkasan ini juga dapat digunakan sebagai pakan ternak atau sumber pupuk organik. Seresah jagung memiliki kandungan P dan K yang relative tinggi.

Tongkol jagung dipanen apabila telah mencapai masak fisiologis yang ditandai dengan mengeringnya kelobot atau berwarna coklat. Selain kadar air yang telah mencapai kurang lebih 30% yang ditandai dengan biji telah mengeras dan telah terbentuk lapisan hitam minimum 50% di setiap barisan biji. Pemanenan dilakukan pada konsisi cerah untuk menghindari infeksi cendawan paska panen seperti Aspergillus flapus. Darwis (2018) juga menjelaskan ciri-ciri jagung yang siap panen secara visual bila : (a) batang, daun dan kelobot berubah menjadi kuning atau telah mengering, (b) klobot kering berwarna kuning dan bila dikupas biji mengkilap, (c) bila biji ditekan dengan kuku tidak berbekas dan (d) terdapat bintik hitam pada bagian biji yang melekat pada tongkol.

Waktu pemanenan menjadi penting karena:

a)  Waktu panen menentukan mutu biji jagung. Pemanenan yang terlalu awal menyebabkan banyaknya butir muda sehingga kualitas dan daya simpan biji rendah. Sebaliknya, pemanenan yang terlambat menyebabkan penurunan kualitas dan peningkatan kehilangan hasil akibat cuaca yang tidak menguntungkan atau serangan hama dan penyakit di lapang.

b) Penggunaan jagung sebagai pakan ternak dapat menimbulkan masalah, jika proses pengeringan dan penanganan pasca panen tidak dilakukan dengan baik. Pada saat dipanen jagung masing mengandung air yang cukup tinggi, sekitar 30-40 % dan jamur akan mudah berkembang biak, sehingga jagung sering terkontaminasi oleh mikotoksin dan/atau terjadi proses perombakan lemak. Hal ini akan diperparah oleh kondisi cuaca yang kurang baik pada saat panen dan serangan hama yang terjadi selama proses pemeliharaan. Disamping palatabilitasnya menurun, jagung yang terkontaminasi dengan jamur mengandung mikotoksin, sehingga berpengaruh negatif terhadap produktivitas ternak dan keamanan produk ternak sebagai bahan pangan untuk manusia (Khalil dan S. Anwar, 2006).

2.    Tahap berikutnya adalah penjemuran tongkol sampai kadar air biji mencapai kurang lebih 20% dan dipipil dengan menggunakan alat pemipil. Biji pipillan ini kembali dijemur sampai kadar air sekitar 14%. Bila kondisi cuaca terus mendung sehingga tidak memungkinkan untuk menurunkan kadar air biji, maka untuk mempercepat pengeringan bisa digunakan alsin pengerin. Alsin pengering bertipe flat blade yang berbahan bakar minyak tanah/ solar bisa digunakan. Tetapi menurut penelitian dari Khalil dan S. Anwar (2006) proses pengeringan jagung secara alami dengan menggunakan sinar matahari masih lebih layak jika dibandingkan dengan menggunakan alat pengering buatan, karena lebih praktis dan biaya lebih murah.

Pengeringan adalah upaya untuk menurunkan kadar air biji jagung agar aman disimpan. Kadar air biji yang aman untuk disimpan berkisar antara 12-14%. Pada saat jagung dikeringkan terjadi proses penguapan air pada biji karena adanya panas dari media pengering, sehingga uap air akan lepas dari permukaan biji jagung ke ruangan di sekeliling tempat pengering (Brooker et al. 1974) dalam Firmansyah, dkk ( 2007).

Menurut Prastowo dkk ( 1998) cara penjemuran jagung yang umum dilakukan petani adalah:

a)    Dikeringkan langsung bersama tongkol setelah panen;

b)    Dikeringkan setelah dirontok atau dipisahkan dari janggel;

c)   Tongkol dikupas dan dikeringkan terlebih dahulu selama dua hari untuk mencapai kadar air <20%, dirontok, kemudian dikeringkan lagi;

d)   Penundaan pengeringan dan jagung langsung dikarungkan, disimpan 1-2 hari, dipipil dan dijual;

e)    Tanpa dikeringkan.

Pengeringan langsung di lapang dengan membiarkan tongkol tetap pada tanaman selama 7-14 hari. Cara ini sudah dilakukan oleh banyak petani yang menanam jagung hibrida (tinggi tongkol dari permukaan tanah seragam), khususnya pertanaman musim kemarau. Pengeringan dengan cara ini dapat menurunkan kadar air biji sampai 18%.

Parameter kualitas jagung yang telah dikering didasarkan pada: warna, kekerasan bagian lembaga dan kontaminasi jamur. Jagung yang dipanen pada umur yang tepat dan mengalami proses pengeringann yang memadai akan terlihat berwarna cerah, tidak terkontaminasi jamur serta bagian lembaganya (ujung butiran) terasa keras jika ditekan (Khalil dan S. Anwar, 2006). Setelah kering biji jagung yang dianggap baik harus dipisahkan sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran lainnya yang terbawa sewaktu panen dan pemipilan. Hal ini penting untuk menekan serangan cendawan dan hama serta memperbaiki sirkulasi udara di penyimpanan. Menurut Adiputra(2020) Kadar air jagung pada saat dipipil berpengaruh terhadap butir utuh, butir pecah, dan kotoran, terutama pada saat pemipilan dengan mesin pemipil (corn sheller). Makin rendah kadar air makin tinggi presentase butir utuh, dan makin tinggi presentase kotoran.

3.    Untuk biji yang akan digunakan sebagai sumber benih diperlukan benih yang memiliki ukuran yang relative sama. Oleh karena itu pemisahan harus didasarkan pada ukuran biji. Biji yang sama ini penting terutama untuk penanaman yang menggunakan mesin penanam. Proses pemisahan biji jagung dengan kotoran bisa dilakukan dengan cara ditapi seperti yang dilakukan pada padi.

 

 

Daftar Pustaka

Adiputra, Rachmat. 2020. Evaluasi Penanganan Pasca Panen Yang Baik Pada Jagung (Zea mays L). Jurnal Agrowiralodra. V o l u m e 3 , N o m o r 1 23-28

Darwis, Valeriana. 2018. Potensi Kehilangan Hasil Panen Dan Pasca Panen Jagung Di Kabupaten Lampung Selatan. Journal of Food System and Agribusiness Vol. 2 (1): 55-67

Departemen Pertanian. (2011). Teknologi Pascapanen Jagung dan Serealia Lain Tahun 2011.http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/T eknologi%20PP%20jagung.pdf. (14 Mei 2021).

Firmansyah I. U, M. Aqil, dan Yamin Sinuseng. (2007). Penanganan Pascapanen Jagung. http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/duasatu.pdf. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. (14 Mei 2021).

Khalil dan S. Anwar. 2006. Penanganan Pascapanen dan Kualitas Jagung sebagai Bahan Pakan di Kabupaten Pasaman Barat. Jurnal Peternakan Indonesia., 11(1):36-45.

Prastowo, B,. I G.P. Sarasutha, T.M. Lando, Zubachtirodin, B. Abidin, dan R.H. Anasiru. 1998. Rekayasa Teknologi Mekanis Untuk Budi Daya Tanaman Jagung Dan Upaya Pascapanennya Pada Lahan Tadah Hujan. Jurnal Engineering Pertanian 5(2):39-62.

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon