USAHA PEMBESARAN LELE

10:09 PM Add Comment
lele hasil budidaya
I. Macam Teknik Budidaya dan Tempat (Wadah) Budidaya
    Macam Teknik Budidaya
a.    Budidaya secara terbuka (open system)
Budidaya secara terbuka merupakan budidaya di perairan terbuka.  Contoh : Karamba di Rawa Pening
Keunggulan : Biaya murah
Kekurangan : hama dan penyakit sulit dikontrol
b.    Budidaya secara tertutup (closed system)
Budidaya secara tertutup adalah budidaya dimana pengisian air hanya dilakukan sesekali (pada waktu awal budidaya dan pada saat dilakukan penambahan air), sedangkan untuk menjaga kualitas air tetap baik dilakukan dengan sistem re-sirkulasi (pemfilteran). Contoh : Kolam re-sirkulasi.
Keunggulan : Hama dan penyakit mudah dikontrol
Kekurangan : Biaya mahal
c.    Budidaya secara semi terbuka (semi-closed system)
Budidaya secara semi terbuka adalah budidaya dengan mengalirkan air dari sumber air ke kolam (wadah budidaya) untuk kemudian dialirkan keluar ke saluran pembuangan. Contoh : Budidaya pada kolam tanah
Keunggulan : hama dan penyakit mudah dikontrol daripada istem terbuka, biaya lebih murah dibandingkan istem tertutup
Kekurangan : harus ada sumber air yang mengalir

    Macam Tempat (Wadah) Budidaya
a.    Kolam
Terdapat beberapa model kolam : kolam tanah, kolam beton, dan kolam plastik. Tiap model kolam mempunyai kekurangan dan kelebihan tersendiri, yang perlu menjadi perhatian adalah ketinggian air berkisar antara 70 – 100 cm, agar tidak terjadi fluktuasi suhu yang tinggi ; kemiringan dasar kolam, agar memudahkan dalam melakukan pengurasan dan pembersihan endapan. Khusus untuk kolam yang dasarnya tanah perlu diperhatikan pula tingkat keporusan tanah (kedap air atau tidak).
kolam terpal untuk budidaya lele
b.    Karamba
Budidaya pada karamba biasa dilakukan pada perairan terbuka, seperti laut, pantai, rawa, waduk, danau, sungai dll. Dilakukan dengan memasang jaring (mata jaring 3 mm)  di dalam perairan.

    II. Persiapan Kolam
Sebelum digunakan, kolam sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu beberapa hari untuk membunuh bibit-bibit penyakit yang mungkin ada. Setelah kolam diisi air selanjutnya kolam dipupuk dengan kotoran ayam yang telah dikeringkan sebanyak 150 – 300 gram/m2 dan kapur sebanyak 15 – 30 gram/m2. Tujuan pemberian pupuk adalah untuk memacu pertumbuhan pakan alami, sedangkan kapur digunakan untuk menaikkan pH kolam. Selain sebagai pakan, tumbuhnya pakan alami (fitoplankton) dapat juga berguna sebagai penyangga atau buffer kestabilan suatu perairan (pH, suhu, dll). Kolam siap ditebari benih ikan lele setelah 2 – 3 hari.

    III. Pemilihan dan Penebaran Benih
    Pemilihan Benih
Dalam memilih benih perlu diperhatikan adalah :
a.    Kesehatan benih.
Benih yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
-    tidak menggantung di permukaan air
-    aktif bergerak
-    responsif
-    tidak cacat
-    tidak pucat
b.    Keseragaman benih
Benih yang ditebar sebaiknya berukuran seragam. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kanibalisme selama masa pemeliharaan.
c.    Kualitas indukan
Benih yang ditebar harus  berasal dari induk  yang baik,  karena akan berpengaruh pada kualitas benih selanjutnya.
Sebelum benih dibeli/diangkut sebaiknya benih dipuasakan terlebih dahulu selama ± 24 jam. Hal ini dilakukan agar selama dalam proses pengangkutan, resiko peningkatan amonia dalam air dapat dikurangi.

    Penebaran Benih
Setelah kolam siap, maka benih siap ditebar. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat stres selama penebaran benih. Sebelum benih ditebar dilakukan aklimatisasi (penyesuaian/adaptasi) terlebih dahulu. Aklimatisasi dilakukan untuk mengurangi tingkat stres benih akibat adanya perbedaan antara kualitas air di dalam kolam dengan kualitas air yang ada di dalam plastik wadah benih. Aklimatisasi dapat dilakukan dengan cara memasukan/merendam wadah kantong plastik yang berisi benih ke dalam kolam selama beberapa waktu sampai suhu air dalam plastik dan kolam relatif sama. Apabila suhu air di dalam plastik dan kolam sudah sama, maka benih dapat ditebar dengan cara membuka plastik dan membiarkan benih keluar sendiri. Kepadatan benih yang ditebar berkisar antara 100–400 ekor/m2, tergantung pada ukuran benih, tingkat keahlian petani dan daya tampung kolam.

    IV. Pemeliharaan
    Manajemen Kualitas Air
Air merupakan faktor yang sangat penting di dalam melakukan budidaya ikan. Air merupakan tempat/media hidup bagi ikan. Kualitas air yang buruk dapat menghambat pertumbuhan ikan, memunculkan berbagai macam penyakit ikan, bahkan dapat menyebabkan kematian bagi ikan. Beberapa komponen kualitas air yang perlu diperhatikan dalam budidaya lele diantaranya adalah :
a.    Suhu Air
Suhu air minimum bagi ikan lele adalah 20 0C, sedangkan maksimumnya adalah 30 0C. Suhu air optimum bagi lele adalah sekitar 24 – 27 0C. Semakin tinggi suhu air maka semakin tinggi pula tingkat metabolisme ikan. Suhu air yang semakin tinggi akan menjadikan kandungan oksigen dalam suatu perairan mengalami penurunan. Sedangkan suhu air yang terlalu rendah dapat mengakibatkan menurunnya tingkat metabolisme, menurunnya nafsu makan, terhambatnya pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan munculnya beberapa jenis penyakit pada lele. Suhu yang fluktuatif (naik-turun) dapat mengakibatkan lele menjadi stres dan mudah terserang penyakit.
Untuk menjaga agar suhu air tetap optimum (stabil) dapat dilakukan dengan cara menutup kolam dengan plastik dan mempertahankan kedalaman air (70-100 cm). Selain itu fitoplankton yang terdapat dalam perairan juga mampu berperan di dalam menjaga kestabilan suhu air.
b.    Kandungan Oksigen (DO)
Kandungan oksigen dalam kolam lele sebaiknya diatas 3 ppm (part permillion). Rendahnya kandungan oksigen dalam suatu perairan dapat dilihat dari tingkah laku ikan yang gasping (megap-megap) di permukaan, terutama pada pagi hari (belum terlihat sinar matahari). Walaupun lele memiliki alat pernafasan tambahan, tetapi keberadaan oksigen dalam perairan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.
c.    Kandungan Karbondioksida (CO2)
Pada kadar tertentu CO2 bisa bersifat racun. Sebaiknya jumlah CO2 ¬dalam perairan tidak lebih dari 15 ppm. CO2 merupakan hasil respirasi (pernafasan) dari lele dan tumbuhan (fitoplankton) di malam hari. Perlu diwaspadai ketika malam hari dimana tidak terdapat sinar matahari, maka fitoplankton dan tumbuhan air lainnya akan menghasilkan CO2.  Oleh karena itu hendaknya jumlah fitoplankton dan tumbuhan air dalam kolam juga dibatasi. Air hujan dapat juga meningkatkan kandungan CO2  dalam perairan. Peningkatan CO2 di dalam perairan akan diikuti pula dengan penurunan pH air.
d.    Derajat Keasaman (pH)
pH optimal untuk lele adalah berkisar 6,5 – 8.
e.    Amonia (NH3)
Amonia adalah zat beracun yang dapat membahayakan bagi ikan. Sebaiknya kandungan amonia dalam air tidak lebih dari 0,005 ppm. Amonia berasal dari penguraian protein dari pakan yang tidak termakan, ikan yang mati, plankton yang mati, kotoran ikan, pupuk dengan kandungan protein tinggi, dll. Tingginya kadar amonia biasanya dicirikan dengan pekatnya warna kolam (hijau tua) dan banyaknya endapan (sedimen) dalam kolam.

    Manajemen Pemberian Pakan
Jumlah pakan yang diberikan per hari untuk lele selama masa pemeliharaan adalah sebanyak 3 – 4% dari berat total semua ikan yang akan diberi pakan. Pakan diberikan 3 kali sehari pada pagi, siang, dan malam hari. Dapat juga diberikan 4 kali sehari pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Mengingat lele merupakan hewan yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal) maka sebaiknya jumlah pemberian pakan pada malam dan pagi hari porsinya lebih banyak dibanding pada siang atau sore hari. Apabila dalam pemberian pakan terdapat sisa, maka untuk keesokan harinya porsi pemberian pakan dapat dikurangi. Yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan secara berlebihan dapat meningkatkan kandungan amonia dalam air dan menurunkan kualitas air yang tentunya akan sangat membahayakan bagi ikan.
Apabila pertumbuhan lele selama masa pemeliharaan lambat maka  sebaiknya tingkat kepadatannya dikurangi.

    V. Pengendalian Hama dan Penyakit
    Hama

a.    Ular
Ular biasanya memangsa benih ikan lele yang berumur kurang dari 2 bulan. Pencegahan dapat dilakukan dengan membuat pematang yang kokoh sehingga ular tidak bisa masuk ke kolam.
b.    Ikan liar
Ikan liar selain bisa memakan benih juga dapat menjadi pesaing bagi ikan yang kita pelihara. Pencegahan dilakukan dengan memberikan saringan pada saluran masuk dan saluran keluar air.
c.    Burung
Pencegahan terhadap burung dapat dilakukan dengan pemberian jaring di atas kolam.
d.    Katak
Beberapa jenis katak sering juga memakan ikan yang masih kecil. Katak dan kecebongnya dapat menjadi pesaing bagi ikan yang kita pelihara. Apabila menjumpai katak atau telur katak dalam kolam, sebaiknya segera buang.

    Penyakit
    Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit lebih baik daripada mengobati. Untuk mencegah datangnya penyakit dapat dilakukan dengan cara selalu menjaga kualitas air kolam. Kolam sebaiknya selalu terjaga kebersihannya. Hindari penggunaan peralatan (sepatu, sandal, seser, pompa, dll) bekas dari kolam lain yang sudah terkena penyakit. Apabila peralatan bekas dari kolam yang terdapat penyakit akan digunakan sebaiknya dicuci dengan deterjen, kemudian bilas sampai bersih untuk kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Pencegahan penyakit dapat pula dilakukan dengan cara mengeringkan dan menjemur kolam sebelum digunakan, bila perlu kolam disuci-hamakan dengan deterjen.

    Penganganan penyakit
Apabila lele terserang penyakit yang pertama harus dilakukan adalah memisahkan lele yang sakit/mati dengan yang sehat. Lele yang sakit dicirikan dengan :
-    nafsu makan berkurang
-    menggantung di permukaan air
-    pucat (kadang terdapat luka)
-    tidak aktif bergerak, dll
Ada beberapa macam penyakit yang biasa menyerang ikan lele. Penyakit pada lele bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit. Untuk mengobatinya, petani dapat membeli obat-obat yang tersedia di toko kimia, tetapi sebaiknya jangan terlalu sering menggunakan obat-obat kimia. Bahkan sangat dianjurkan bagi petani untuk tidak menggunakan obat-obat kimia sama sekali karena obat-obat kimia yang digunakan dapat terakumulasi di dalam tubuh lele dan bersifat racun bagi manusia yang mengkonsumsinya.
Bahan alami yang relatif aman digunakan sebagai obat bagi ikan lele yang terserang penyakit adalah garam kasar (krosok). Penggunaan garam cukup efektif membasmi penyakit dan parasit ikan air tawar. Ikan yang sakit cukup direndam ke dalam larutan garam dengan konsentrasi ± 10 gram / liter selama beberapa waktu.

    VI. Pemanenan dan Pasca Panen
    Pemanenan

Ikan lele dapat dipanen setelah dipelihara 2 – 4 bulan (tergantung ukuran benih pada awal penebaran). Pemanenan dilakukan dengan cara menguras air kolam. Sebaiknya pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi stres
    Penanganan Pasca Panen
Setelah dipanen lele dapat dipasarkan. Untuk pengangkutan ikan dalam keadaan hidup biasanya dilakukan dengan sistem terbuka. Teknisnya yaitu dengan cara mengemas lele ke dalam tong plastik yang diisi air dalam keadaan terbuka. Air yang digunakan sebaiknya telah diendapkan terlebih dahulu selama ±24 jam. Ada baiknya lele dipuasakan terlebih dahulu selama ±24 jam. Kepadatan untuk tong berukuran 200 liter ialah sebanyak 40 – 50 ekor lele. Perlu juga ditambahkan minyak kelapa sebanyak 1 sendok makan untuk tiap 5 liter air agar mengurangi resiko luka akibat gesekan.

BETERNAK PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

12:24 AM 1 Comment


Ternak unggas merupakan jenis yang dibudidayakan untuk tujuan produksi sebagai penghasil pangan sumber protein hewani bagi masyarakat dan memiliki nilai ekonomis bagi manusia yang memeliharanya. Beberapa jenis unggas memberikan keuntungan antara lain adalah ayam, itik, kalkun, merpati dan puyuh. Ilmu ternak unggas adalah ilmu yang mempelajari prinsip–prinsip produksi (pembibitan, pembesaran, produksi telur) penaganan produk dan pemasaran produk ternak unggas. Produk ternak unggas berupa daging dan telur.
Ternak unggas merupakan media yang efisien dalam mengubah protein nabati dan bahan – bahan lain yang umumnya tidak sesuai dengan kelaziman selera manusia menjadi daging atau telur. Ayam, itik, puyuh, mentok dan merpati adalah beberapa contoh unggas yang telah diternakkan dan biasa diusahakan oleh masyarakat. Unggas ini sendiri merupakan aset sumber daya utama dari peternakan unggas.
Burung puyuh adalah unggas daratan yang kecil namun gemuk. Mereka pemakan biji-bijian namun juga pemakan serangga dan mangsa berukuran kecil lainnya. Mereka bersarang di permukaan tanah, dan berkemampuan untuk lari dan terbang dengan kecepatan tinggi namun dengan jarak tempuh yang pendek. Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu, Burung puyuh di sebut juga Gemak (Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat, tahun 1987. Dan dikembangkan ke penjuru dunia, Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternakkan semenjak akhir tahun 1979 kini mulai bermunculan di kandang-kandang ternak yang ada di Indonesia.
puyuh petelur, sumber : http://cybex.pertanian.go.id
Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu sumber diversifikasi produk daging dan telur. Dengan ukuran tubuh yang kecil, puyuh memiliki keunikan, yaitu pertumbuhan yang cepat, dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang relatif tinggi, interval generasi dalam waktu singkat, dan periode inkubasi relatif cepat. Beberapa tahun terakhir puyuh juga dimanfaatkan sebagai hewan coba dalam berbagai penelitian karena tahan terhadap stres, tahan pada berbagai penyakit, dan memiliki daya kesembuhan relatif tinggi.Peternakan burung puyuh merupakan salah satu sektor peternakan yang paling efisien dalam menyediakan daging dan telur serta merupakan bahan makanan sumber hewani yang bergizi tinggi.
Pada umur enam minggu ternak burung puyuh sudah berproduksi, tidak membutuhkan permodalan yang besar, mudah pemeliharaannya serta dapat diusahakan pada lahan yang terbatas. Ternak burung puyuh memiliki keunggulan seperti halnya ternak unggas lainnya, antara lain kandungan protein 13,1% dan lemak 11,1% lebih baik dibandingkan dengan ternak unggas (ayam ras dan itik). Keuntungan lainnya yaitu dapat berproduksi dalam usia muda, siklus reproduksi singkat, dan tidak memerlukan lahan yang luas. Nilai jual puyuh di setiap tingkat umur cukup tinggi, baik telur konsumsi, telur tetas, bibit, hingga afkirnya.

Klasifikasi Burung Puyuh
Kingdom : Animal
Phylum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Galiformes
Famili : Phasianidae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix Coturnix Japanica

Ternak Burung Puyuh termasuk ternak dengan Produktivitas yang relatif tinggi. Singkatnya siklus hidup burung puyuh menyebabkan unggas ini cepat berproduksi, yaitu saat berumur 35-42 hari sudah mulai bertelur. Berarti sejak permulaan investasi sampai pemungutan hasilnya berlangsung dalam waktu singkat. Keadaan ini menimbulkan semangat bagi peternak dibandingkan dengan ayam ras atau ayam kampung.

Kelebihan Beternak Burung Puyuh.
a.         Mudah Beradaptasi
b.        Lebih tahan terhadap penyakit

Telur Burung Puyuh merupakan telur yang berukuran kecil, bercorak, dan rasanya enak. Umumnya masyarakat mengetahui puyuh sebagai unggas liar yang memanfaatkan kebun, sawah, dan hutan sebagai habitatnya, Burung ini jarang terbang, namun bisa dikatakan tidak banyak yang mengetahui bahwa siburung mini ini dapat diternakkan dengan mudah, bahkan menjadi ladang usaha bagi peternak kecil. Telur puyuh sangat potensial untuk dikembangkan terlebih karena konsumsi telur puyuh sudah mulai menyebar di seluruh kota-kota menengah dan kota besar di Pulau Jawa. Telur puyuh dapat ditemukan di pasar tradisional sampai pada pasar modern. Perubahan ini juga turut mempercepat peningkatan konsumsi telur puyuh. Konsumsi telur puyuh juga banyak diperkenalkan oleh industri makanan rumah tangga.

A. Managemen Pakan
Jenis pakan dibedakan menurut bentuknya, pakan dibedakan menjadi 3 yaitu, 1) mash atau pakan yang berbentuk tepung, 2) crumble atau pakan yang berbentuk remah-remah, keuntungan pakan bentuk ini mudah dipatuk sehingga lebih disukai puyuh, dan 3) pellet, bentuk pelet seperti biji-bijian sehingga dapat mengundang selera makan ternak.
Menurut penggunaannya pada ternakberdasarkan fase pemeliharaan , pakan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu 1) pakan fase starter, yaitu pakan yang diberikan pada masa pertumbuhan, fese pertumbuhan tersebut mulai DOQ masuk sampai siap bertelur, 2) pakan fase layer, yaitu pakan yang diberikan pada puyuh yang mulai bertelur (Rangkuti, 2011).
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi puyuh starter
Kandungan pakan
Persentase (%)
ME (Metabolisme Energi)
2800 Kcal/kg
Protein kasar
21-23
Lemak kasar
4-8
Kadar air
12
Serat kasar
4
Abu
8
Kalsium
0,9-1,2
Phospor
0,76-1
Sumber : SNI, 2006.
Tabel 2. Kandungan nutrisi puyuh layer
Kandungan pakan
Persentase (%)
ME (Metabolisme Energi)
2900 Kcal/kg
Protein kasar
22
Lemak kasar
3,96
Kadar air
14
Serat kasar
6
Abu
10
Kalsium
3,25-4
Phospor
0,6
Sumber : SNI, 2006.
Faktor yang terpenting dalam pemeliharaan burung puyuh adalah pakan, sebab 80% biaya yang dikeluarkan peternak digunakan untuk pembelian pakan. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pakan ternak. Setiap ternak memiliki kebutuhan nutrient yang berbeda berdasarkan usia dan kebutuhan biologis masing-masing. Zat-zat gizi yang dibutuhkan harus terdapat dalam pakan, kekurangan salah satu zat gizi yang diperlukan akan memberikan dampak buruk (Listiyowati dan Roospitasari, 2007).

B. Manajemen Perkandangan
Kandang merupakan unsur penting dalam usaha peternakan. Kandang dipergunakan mulai dari awal hingga masa berproduksi. Pada prinsipnya, kandang yang baik adalah kandang yang sederhana, biaya pembuatan murah, dan memenuhi persyaratan teknis. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang adalah bentuk kandang dan kondisi tempat yang tersedia, keadaan tanah yang akan dipergunakan, biaya yang tersedia dan bahannya. Keberadaan kandang sangat penting karena kandang berfungsi untuk berlindung dari panas dan hujan serta untuk mempermudah tata laksana dan untuk melindungi bahaya atau gangguan dari luar (predator). Kebersihan dan perlengkapan dari kandang perlu diperhatikan. Kebersihan kandang dapat dijaga melalui sanitasi. Selain itu hal-hal seperti ventilasi, cahaya matahari, dan konstruksi bangunan juga perlu diperhatikan
Menurut Martono (2004) konstruksi kandang yang baik terdiri dari beberapa bagian, yaitu atap. Atap kandang diusahakan menggunakan genting, karena tidak mudah menyerap panas yang bisa mengakibatkan temperatur di dalam kandang menjadi tinggi. Kemudian bentuk atap yang biasa digunakan adalah atap muka dua dengan lubang udara (sistem monitor) dan atap tunggal dengan lubang udara (sistem semi monitor).
Bangunan utama tidak dilengkapi dengan tirai, akan tetapi dalam kandang terdapat ventilasi. Kandang dilengkapi dengan lampu bohlam yang berfungsi sebagai penerangan dan sumber panas  yang penerangannya 5 watt dalam satu kandang baterai yang mana lampu tersebut dinyalakan selama 24 jam. Sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur kandang yang ideal atau normal berkisar 20-25o C, kelembaban kandang berkisar 30-80%, penerangan kandang pada siang hari cukup 25-40 watt, sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini belaku untuk cuaca mendung atau musim hujan). Tata letak kandang sebaiknya diatur agar sinar matahari pagi dapat masuk kedalam kandang.Model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (baterai). Ukuran kandang untuk 1 m2 dapat diisi 90-100 ekor DOQ, selanjutnya menjadi 60 ekor untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2 sampai masa bertelur.
Temperatur lingkungan memiliki peranan penting terhadap kualitas kerabang telur puyuh. Temperatur lingkungan mulai mempengaruhi kualitas kerabang telur jika temperatur lebih dari 30oC. Kualitas kerabang telur optimal jika temperatur lingkungan antara 16-21oC. Peningkatan temperatur lingkungan akan menurunkan soliditas kerabang telur puyuh sehingga temperatur harus benar-benar diperhatikan (Yuwanta, 2004).
Adapun kadang yang bisa digunakan dalam budidaya burung puyuh adalah :
a.      Kandang untuk induk pembibitan
Kandang ini berpengaruhlangsung terhadap produktifitas dan kemampuan menghasilkan telur yang berkualitas. Besar atau ukuran kandang yang akan digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang akan dipelihara. Idealnya satu ekor puyuh dewasa membutuhkan luas kandang 200 m2
b.      Kandang untuk induk petelur
Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk induk pembibit. Kandang ini mempunyai bentuk, ukuran, dan keperluan peralatan yang sama. Kepadatan kandang lebih besar tetapi bisa juga sama.
c.       Kandang untuk anak puyuh/umur starter (kandang indukan)
Kandang  ini merupakan kandang bagi anak puyuh pada umur starter, yaitu mulai umur satu hari sampai dengan dua sampai tiga minggu. Kandang ini berfungsi untuk menjaga agar anak puyuh yang masih memerlukan pemanasan itu tetap terlindung dan mendapat panas yang sesuai dengan kebutuhan. Kandang ini perlu dilengkapi alat pemanas. Biasanya ukuran yang sering digunakan adalah lebar 100 cm, panjang 100 cm, tinggi 40 cm, dan tinggi kaki 50 cm. (cukup memuat 90-100 ekor anak puyuh).
d.      Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6 minggu)
Bentuk, ukuran maupun peralatannya sama dengan kandang untuk induk petel kandang biasanya berupa kawat ram (Setiawan, 2006).

C.  Manajemen Kesehatan
Sanitasi dan Tindakan Preventif untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh, kesehatan lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini mungkin. Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter hewan atau dinas terkait (Fernandez et al., 2002).
Biosekuriti adalah hal yang penting dalam usaha peternakan. Biosekuriti adalah kegiatan mengontrol keadaan kandang menjadi daerah yang nyaman untuk ditinggali ternak serta agar didapatkan ternak sehat serta produktivitas yang maksimal. Tujuan utama penerapan biosekuriti adalah :
1.         meminimalkan keberadaan penyebab penyakit.
2.        meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk  semang.
3.        membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin. (Zainuddin dan Wibawan, 2007).
Tindakan kesehatan melakukan vaksinasi terhadap penyakit unggas menular yaitu Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI), Marek’s Disease, Infectious Bursal Disease (IBD), dan Fowl Pox sesuai dengan peraturan yang berlaku. melakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin terhadap penyakit Pullorum. Burung  puyuh yang tampak sakit harus dikeluarkan dari kandang dan ditempatkan di kandang isolasi untuk diberikan tindakan pengobatan. Burung  puyuh yang menderita penyakit menular, bangkai puyuh dan limbah penetasan tidak boleh dibawa keluar komplek pembibitan dan harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar dan dikubur dengan kedalaman tanah sesuai dengan kapasitas bangkai dan ditimbun sedalam 0,5 meter (Suprijatna, 2005).
Program pencegahan penyakit pada puyuh, tidak sepenuhnya dapat menjamin keberhasilan peternakan terbebas dari penyakit. Salah satu yang menentukan keberhasilan usaha beternak puyuh adalah manajemen pemeliharaan. Pencegahan penyakit yang dilakukan dipeternakan puyuh Jatikuwung, Karanganyar yaitu dengan memberikan vitamin VITA Tetra-Chlor, sebagai sumber vitamin, mineral dan juga antibiotik. Menurut Ritonga (2008) Penerapan biosekuriti meliputi 3 aspek menurut yaitu aspek sanitasi, aspek isolasi, dan aspek pengaturan lalu lintas keluar masuk barang ke area peternakan.
Menurut Zainuddin dan Wibawan (2007), berdasarkan penerapan biosekuritinya, sistem produksi unggas terbagi atas 4 sektor yaitu:
  1. Sektor 1: merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level biosecurity) sesuai dengan prosedur standar. Contoh yang termasuk dalam sektor ini adalah golongan industrial integrated system seperti breeding farm.
  2. Sektor 2 : merupakan peternakan komersial dengan moderate to high level biosecurity. Contoh golongan yang termasuk dalam sektor ini adalah peternakan ayam dalam ruangan tertutup (close house atau semiclose house) sehingga tidak ada kontak antara ayam dengan unggas lain.
  3. Sektor 3 : Peternakan komersial yang melaksanakan biosekuriti secara sederhana dan masih terdapat kontak dengan unggas lain atau orang yang masuk ke peternakan. Umumnya peternakan komersial yang ada di Indonesia masuk dalam sektor ini.
  4. Sektor 4 : Peternakan yang memelihara unggas secara tradisional dengan penerapan biosekuriti minimal dan produknya ditujukan untuk dikonsumsi atau dijual di daerah setempat.
Sementara itu menurut Naipospos (2006), konsep biosekuriti hanya dikenal di lingkup peternakan sektor 1 (peternakan unggas komersial skala besar dan terintegrasi) dan sektor 2 (peternakan unggas komersial skala menengah). Adapun pada peternakan sektor 3 (peternakan komersial skala menengah dan kecil yang lingkungannya tidak terjaga dengan baik) dan sektor 4 (pemeliharaan unggas di belakang rumah/backyard, tanpa kandang dan tidak diberi makan secara khusus) kesadaran mengenai pentingnya sanitasi tidak diperhatikan. Ditambahkan oleh Daryanto (2007), jika dibandingkan dengan sektor 1 dan 2 maka peternakan sektor 3 dan 4 memiliki kelemahan dalam penerapan biosekuriti sehingga kedua sektor ini memerlukan perhatian lebih serius sejalan dengan merebaknya kasus Avian Influenza.





Daftar Pustaka

Fernandez F.,I., D.W. Cahen, N.C. Steele,R.G. Campbell, D.D. Hall, E.Virtanes and T.J. Caperna. 2002. Effect of dietary betain on nutrient utilization and pertitioning in the young growing feed restricted pig. J. Animal. Sci. 80: 421-428.
Harjanto, T. 2009. Puyuh. Delta Media. Surakarta.
Listiyowati, E. dan Roospitasari, K., 2007. Puyuh, Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Maulidya, Siella dan  Ningtyas.2013.  Pengaruh Temperatur Terhadap Daya Tetas Dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas platyrinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):347-352
Murtidjo, B. A. 2002. Mengelola Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Nugroho dan Mayun. 1981. Beternak Burung Puyuh (Quail). Cetakan I. Semarang: Eka Offset.
Prasetyo, L. Hardi. 2010. Panduan Budidaya Dan Usaha Ternak Itik. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Rasyaf, I.P. 2002. Formulasi, Pemberian dan Evaluasi Pakan Unggas. Forum  Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Peternakan.Yogyakarta.
Setiawan, D. 2006. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) pada Perbandingan Jantan dan Betina yang Berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
SNI. 2006. Ransum Puyuh Dara Petelur (Quail Grower).
Standar Nasional Indonesia. 2006. Ransum Itik Petelur. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta
Sugiarto, R. E. 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Suprijatna E. 2005. Ilmu dasar ternak unggas. Jakarta (Indones): Penebar Swadaya.
Susanto, A. R. 2013. Penetasan Telur Puyuh di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Topan. 2007. Sukses Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Wuryadi, S. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Puyuh. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Yusdja,R. Sajuti, WK Sejati, IS Anugrah, I Sadikin, Bawinarso. 2005. Jurnal :Pengembangan Model Kelembagaan Agribisnis Ternak Unggas Tradisional (Ayam Buras, Itik dan Puyuh). Laporan Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Yuwanta T. 2010. Telur dan kualitas telur. Yogyakarta (Indones): Gajah Mada University Press.
Zainuddin, D. dan I.W.T. Wibawan. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam Lokal, Sumber Daya Genetik Ayam Lokal Indonesia. halaman. 159−182. Dalam Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia, Cibinong.