PENGEMASAN BAWANG MERAH

7:37 PM Add Comment

 


A.   Fungsi Pengemasan

Fungsi Pengemasan Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Pada umumnya pengemasan berfungsi untuk menempatkan bahan atau hasil pengolahan atau hasil industri ada dalam bentuk-bentuk yang memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan distribusi ke masyarakat pembeli. Fungsi pengemasan yang Iainnya adalah :

a.    Melindungi bahan terhadap kontaminasi dari luar, baik dari mikroorganisme maupun kotoran-kotoran serta gigitan serangga dan binatang pengerat.

b.    Menghindarkan terjadinya penurunan atau peningkatan kadar air bahan yang dikemas. Jadi bahan yang dikemas tersebut tidak boleh berkurang kadar airnya karena merembes ke luar atau bertambah kadar airnya karena menyerap uap air dari atmosfer.

c.    Menghindarkan terjadinya penurunan kadar Iemak bahan yang dikemasnya seperti pada pengemasan mentega digunakan pengemas yang tidak bisa ditembus lemak.

d.    Mencegah masuknya bau dan gas-gas yang tidak diinginkan dan mencegah keluarnya bau dan gas-gas yang diinginkan.

e.    Melindungi bahan yang dikemas terhadap pengaruh sinar, Hal ini terutama ditujukan untuk bahan pangan yang tidak tahan terhadap sinar seperti minyak dikemas dalam pengemas yang tidak tembus sinar.

f.     Melindungi bahan dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik seperti : gesekan, benturan dan getaran.

g.    Membantu konsumen untuk dapat melihat produk yang diinginkan. Misalnya dengan digunakan pengemas yang transparan (tembus pandang).

 

B.   Jenis-Jenis Kemasan

Bahan kemasan secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu kemasan produk pangan dan kemasan produk non pangan. Kemasan produk pangan umumnya menuntut jaminan keamanan Iebih daripada kemasan produk non pangan. Beberapa jenis kemasan yang sering digunakan sebagai pembungkus produk pangan adalah sebagai berikut:

a.    Kemasan plastik, biasanya digunakan sebagai kemasan primer, sekunder dan perkembanganya relatif stabil,

b.    Kemasan kertas, karton, biasa digunakan sebagai kemasan primer dan sekunderperkem angan dari kemasan ketonjuga relatifstabil,

c.    Kemasan fleksibel, digunakan sebagai kemasan primer dan perkembangannya meningkat pesat,

d.    Kemasan gelas, digunakan sebagai kemasan primer, perkembangan dari kemasan gelas ini relatif stabil,

e.    Kemasan logam, digunakan sebagai kemasna primer dan sekunder, perkembangannya relatifmenurun dengan pesat,

f.     Kemasan karung dan kayu, digunakan sebagai kemasan primer dan sekunder, perkembangan kemasannya relatif stabil.

 

C.   Pengemasan Bawang Merah

Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi bahan pangan untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan. Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan pengemasan. Kerusakan ini antara lain absorbsi uap air dan gas, interaksi dengan oksigen dan kehilangan serta penambahan citarasa yang tidak diinginkan. Kerusakan yang bersifat alamiah dari produk tidak dapat dicegah dengan pengemasan, kerusakan ini antara lain adalah kerusakan secara kimiawi.

Kerusakan kimiawi antara lain disebabkan karena perubahan yang berkaitan dengan reaksi enzim, rekasi hidrolisis dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang menyebabkan perubahan penampakan. Pengemasan adalah suatu cara atau suatu perlakuan pengamanan terhadap bahan atau produk agar bahan dan produk tersebut baik yang belum maupun yang sudah mengalami pengolahan sampai ke tangan konsumen dengan selamat. Di dalam pelaksanaan pengemasan terjadi gabungan antara seni, ilmu dan teknologi penyiapan bahan, untuk pengangkutan dan penjualan, karena pengemasan harus mampu melindungi bahan yang akan dijual dan menjual bahan yang dilindungi.

Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada umur 60 70 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang. Bawang merah yang telah dipanen kemudian diikat pada batangnya untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur sampai cukup kering (1-2 minggu) dengan dibawah sinar matahari langsung, kemudian biasanya diikuti dengan pengelompokan berdasarkan kualitas umbi. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan alat pengering khusus sampai mencapai kadar air kurang lebih 80%. Apabila tidak langsung dijual, umbi bawang merah disimpan dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan bawang merah di gudang khususÈ™ pada suhu 25-30 oc dan kelembaban yang cukup rendah 60-80%).

Pengemasan merupakan usaha yang efektif dalam melindungi umbi bawang merah dari penyebab kerusakan fisik, kimia, biologis maupun mekanis sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan sesuai dengan keinginannya.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pemilihan kemasan antara lain :

a.    Mudah diangkut,

b.    Mudah disusun dalam pengangkutan,

c.    Dapat melindungi mutu dan kehilangan hasil,

d.    Memudahkan sistem penjualan dan

e.    Harganya memadai. Jenis kemasan yang digunakan tergantung kepada tujuan pemasaran

 

PENGERINGAN BAWANG MERAH

7:35 PM Add Comment

 


A. Pelayuan dan Pengeringan

Setelah bawang merah dipanen tindakan selanjutnya adalah dilakukan dengan segera adalah pelayuan dan pengeringan. Hal ini mencegah kerusakan umbi akibat busuk atau serangan penyakit. Cara yang dapat ditempuh untuk mengeringkan bawang merah yaitu dengan menjemur dan menggunakan teknologi system pengeringan dan penyimpanan (instore drying).

Pengeringan bawang merah yang sering dilakukan oleh petani adalah dengan menjemurnya dibawah sinar matahari. Ikatan-ikatan bawang merah dijajarkan dengan posisi umbi bawang dibawah daun diatas, dalam keadan demikian daun akan mendapat panas, matahari langsung dan akan mengalami pengeringan lebih dulu.

Pengeringan dengan penjemuran ini ada kelemahannya, untuk menjemur bawang merah diperlukan tempat terbuka yang cukup luas. Disamping itu jika panen dilakukan musim hujan sehingga penjemurannya tidak dapat dilakukan dengan sempurna maka dapat menyebabkan infeksi bateri pembusuk sehingga bawang yang dihasilkan mutunya rendah dan tidak dapat dsimpan lama.

Tahap pertama yang dilakukan setelah bawang merah dipanen adalah penjemuran. Maksud penjemuran pada umbi bawang merah adalah untuk menghilangkan air yang terkandung dalam kulit luar dan leher batang supaya kering sedemikian rupa sehingga tidak menarik air keluar dari bagian dalam umbi. Dengan demikian, umbi tidak akan banyak kehilangan bobotnya dan tidak akan mengkerut serta sedikit sekali kemungkinannya akan terserang penyakit busuk umbi selama penyimpanan hingga dapat disimpan cukup lama.

Dalam kegiatan pengeriangan ini juga dilakukan dua kegiatan yaitu pembersihan dan sortasi bawang. Pembersihan bawang merah merupakan kegiatan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi seperti tanah dan akar serta memperoleh umbi yang berkualitas baik, sedangkan  kegiatan sortasi dilakukan untuk memisakan antara umbi yang baik (bernas), tidak cacat fisik atau busuk, berukuran seragam.

Selain penjemur sebenarnya masih ada suatu proses yang disebut pengeringan yang bertujuan untuk membantu perkembangan warna kulit bawang merah supaya mengkilat dan menarik. Akan tetapi karena pengeringan itu merupakan proses lanjutan yagn dimulai sebelum umbi bawang merah kering benar maka ke dua prose situ sering disatukan menjadi pengeringan.

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Pengeringan Tradisional

Pengeringan tradisional dilakukan dengan menjemur umbi bawang merah yang telah diikat dan diletakkan di bawah sianr matahari pada alas anyaman bambu, biasanya penjermuran ini dilakukan antara 1 -2 minggu, tergantung keadaan cuaca penjemuran dilakukan dengan posisi umbinya di bawah dan daunnya di atas, kemudian setelah hamper kering dibalik aagar warnanya menjadi baik. Setelah umbi mencapai kadar air 80-85% baru disimpan di gudang.

Apabila kondisi sering hujan, pengeringan dapat dilakukan dengan cara di angin-anginkan di tempat teduh sehingga pengeringan ini memakan waktu lama. Oleh karena itu perlu dilakukan dengan pengeringan buatan.

b. Pengeringan buatan

Pengeringan buatan dapat dilakukan dengan panas dari kompor atau energy surya. Waktu dan suhu yang dianjurkan untuk pengeringan umbi bawang merah secara buatan berkisar 6 jam, dengan suhu 46 0C atau 14-17 hari pada suhu 16-17 0C dengan kelembaban udara relative 70-80.

 

B. Teknologi Sistem Pengeringan dan Penyimpanan

Agar proses pengeringan dapat berjalan terus tanpa kendala cuaca dan tidak memerlukan tempat yang terlalu luas, menggunakan suatu teknologi system pengeringan penyimpanan (instoe drying), dimana dalam system ini kondisi ruang dapat diatur sesuai dengan kondisi , dinding bangunan dari fibre glass , rak pengering penimpanan berupa rak gantung yang dibuat dari bambu. Berdasaran hasil penelitian diketahui bahwa pengerigan bawang merah dengan instore drying lebih cepat dibandigkan dengan cara pengeringan yang dialkukan petani (panas matahari). Selain itu pengeringan dengan instore drying juga tidak menyebabkan kerusakan yang berarti yaitu hanya berkisar antara 0.24 — 0.72%, jauh lebih baik jika dibandingkan dengan penjemuran, dimana kerusakannya bisa mencapai 1.68%.

 

 

Cara pengeringan sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis dalam penyimpanan di gudang. Umbi yang diekringkans ecara tradisional setelah disimpan 3 bulan dalam gudang akan kehilangan bobot 15 %. Sedangkan yang diekringkan secara buatan, bobotya hanya berkurang/turun 13 %.

Kehilangan bobot semakin tinggi dan cepat apabila umbi dipungut/dipanen masih muda. Umbi Yang luka dapat menyebabkan cepatnya penguapan sehingga cepat kehilangan bobot dan mudah terjangkit penyakit busuk umbi dalam gudang. Oleh karena itu supaya umbi tahan lama yang disimpan dalam gudang harus memenuhi beberapa syarat antara lain :

a.Umbi dipungut/dipanen cukup tua

b.Umbi tidak boleh terluka

c.Umbi cukup kering , kadar air 80 %

d.Suhu ruang penyimpanan antara 25 —30 0C dengan kelembabn udarg 70-80 %.

e.Sirkulasi udara dalam gudang cukup baik

Penyimpanan mempunyai peranan penting bagi berbagai pihak. Bagi petani produsen penyimpanan berperan sebagai usaha penyelamatan dan pengamanan hasil panen dan sarana untuk mendapatkan keuntungan harga yang tinggi mengingat harga yang umumnya rendah pada saat musim panen. Umbi bawang merah mempunyai sifat mudah mengalami kerusakan. Jenis kerusakan yang sering terjadi selama penyimpanan yaitu berupa pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, pertunasan, pertumbuhan akar dan tumbuhnya massa yang berwarna gelap akibat kapang. Kerusakan tersebut bisa diperkecil dengan memperhatikan faktor-faktor berikut : (a) bawang merah yang disimpan memiliki mutu yang baik dengan tingkat ketuaan yang optimum, (b) proses dehidrasi berlangsung dengan baik, (c) dilakukan pengaturan kondisi ruang penyimpanan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perawatan umbi bawang merah setelah pengeringan dan selama penyimpanan antara lain : (a) penurunan suhu bawang merah menjelang penyimpanan dengan cara menyimpan di atas lantai ruang terbuka selama 1-2 hari dengan tujuan untuk menurunkan panas lapang dari penjemuran, (b) emilihan umbi bawang merah dengan cara membuang umbi yang rusak akibat fisiologis, mekanis ataupun mikroorganisme pada waktu sebelum dan selama penyimpanan. Kondisi ruang penyimpanan harus disesuaikan dengan karakteristik bawang merah yakni suhu 20-330C. kelembaban nisbi 65-70%, ventilasi yang memadai dan terpeliharanya kebersihan ruangan.

 

MENENTUKAN WAKTU PANEN YANG TEPAT PADA BAWANG MERAH

7:33 PM Add Comment

 


A.Penentuan saat Panen Bawang Merah

Menetuntukan Saat panen adalah menetapkan saat panen yang tepat sehingga tidak terjadi atau paling tidak mengurangi kendala Yang mungkin nanti dihadapi pada saat panen atau pasca panen. Kegiatan ini perlu dilakukanan dengan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan iklim, kematangan hasil dan faktor-faktor Iain seperti ketersediaan peralatan, perlengkapan, tenaga kerja dan pengangkutan hasil produksi. Kegiatan ini penting dilakukan bagi petani, baik untuk tanaman semusim (tanaman pangan dan hortikultura) maupun tanaman tahunan (tanaman buah-buahan dan tanaman industri). Jika petani tidak menentukan saat panen dari usaha pertaniannya maka kemungkinan petani akan menghasilkan produksi yang tidak maksimal, baik kualitas maupun kuantitasnya. Akibatnya keuntungan petanipun akan menjadi tidak maksimal. Kegiatan penentuan saat panen ini umumnya petani tidak melakukan, namun sesungguhnya dengan tanpa disadari bahwa beberapa petani telah melakukan kegiatan ini.

 

B.Pertimbangan Menentukan Saat Panen

Sebagaimana kepentingan perlunya ditentukan saat panen adalah mengacu dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang merupakan dasar untuk mengambil keputusan mengapa tanaman harus segera dipanen atau ditunda. Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain:

“Adanya kriteria yang diberlakukan bagi tanaman untuk siap dipanen sesuai dengan kebutuhan produksinya. Apakah hasil panen akan dijual sesuai kriteria permintaan pasar atau sesuai kriteria pemanfaatan hasil produksi, misalkan untuk benih.

Pertimbangan waktu yang berkaitan dengan keadaan cuaca/iklim pada saat panen, baik untuk kemudahan pada saat pelaksanaan panen ataupun karena pengaruh eiaca/iklim terhadap sifat hasil produksi yang akan dipanen,

Pertimbangan umur tanaman atau umur buah, dimana untuk beberapa jenis tanaman sudah mempunyai ketentuan pada umur tertentu sudah harus dipanen.

Kriteria Penentuan Saat Panen Sebagaimana diuraikan diatas bahwa ada beberapa kriteria yang sebaiknya diikuti untuk menentukan saat panen. Hal ini tergantung dari apakan hasil Produksi akan langsung dijual atau akan dijadikan benih.”

Namun secara umum kriteria yang biasa digunakan bagi para petani adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan kenampakan (Visual)

Beberapa jenis komoditas dapat ditentukan saat panennya berdasarkan kenampakan baik kenampakan dari buah, batang ataupun daunnya. Misalnya; warna, keadaan kulit, ukuran, bentuk dsb. Berdasarkan kriteria ini adalah sangat mudah unluk dilakukan karena dapat dilihat secara langsung.

2)Berdasarkan fisik (morphologisnya)

Beberapa jenis komoditas tanamam dapat dilihat dari segi fisik atau morphologisnya, Misal; tingkat kekenyalan, berat persatuan buah/biji, keriput atau bernas, dan lain-lain. Contoh buah kelapa, kalau tua akan mengecil Penentuan panen dengan metode ini sangat subyektif dan juga dipengaruhi faktor lingkungan.

3)Berdasarkan analisis kimin

Sebagian prodüksi diambil sebagai sampel untuk dilakukan analisis kimia di laboratorium. Dari hasil analisis tersebut akan dapat menentukan sifat kimiawi dari hasil prodüksi yang sedang diuji dan barulah dapat ditentukan apakah tanaman sudah bisa dipanen atau menunggu beberapa hari lagi sesuai dengan persyaratan kualitas prodüksi yang dikehendaki.

4)Berdasarkan kadar air

Kriteria ini biasa diterapkan untuk tujuan tertentu; misalnya untuk penghasil prodüksi benih. Penentuan panen dengan metode ini dapat lebih obyektif karena panen baru dilakukan jika biji telah mencapai kadar alr tertentu. Meskipun demikian kadar air benih sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan karena biji selalu dalam keadaan equilibrium dengan ilingkungan sekitamya.

5)Berdasarkan fisiologi

Sebagaimana penentuan kadar air yang juga dilakukan dilaboratorium, sifat-sifat kimia yang biasa ingin diketahui adalah kadar gula dan tingkat keasamannya. Misalnya pada tanaman tebu dan karet merupakan tanaman sepesifik yang memerlukan analisis 'ini untuk menentukan saat panen.

6)Berdasarkan Umur tanaman

Pada umumnya adalah tanaman semusim atau tanaman yang hanya satu kali periode prodüksi langsung mati. Kelemahan penentuan saat panen berdasarkan umur adalah bahwa umur tanaman (mulai sebar benih sampai panen) sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga sangat bervariasi. Pada umur tertentu ternyata tanaman belum siap panen, padahal seharusnya sudah harus dipanen. Misalkan jagung manis dapat dipanen setelah umur 70 hari sejak tanam, semangka 64 — 80 hari sejak tanam, dan lain-lain

 

C. Umur tanaman Bawang merah siap panen

Umur tanaman Bawang merah siap panen bervariasi antara 60-90 hari, tergantung varietasnya. Ciri-ciri tanaman Bawang merah siap panen adalah umbi tampak besar dan beberapa daun berwarna kecoklatan. pemanenan sebaiknya dilakukan pagi hari saat cuaca cerah. Keadaan tanah pada saat panen diusahakan kering untuk mencegah terjadinya pembusukan umbi. Panen dilakukan dengan mencabut tanaman secara perlahan. Jika tanah terlalu keras, pencabutan sebaiknya dibantu dengan menggunakan cukil atau gancu agar umbi bawang merah tidak rusak.

Setelah dipanen, umbi dijemur di atas bedengan bekas tanam. untuk memudahkan proses penjemuran, bawang merah diikat setiap 3-5 kg. daun Bawang merah yang sudah diikat direbahkan hingga menutupi umbi. Penjemuran dilakukan dengan posisi umbi di bawah, tertutup daun yang direbahkan.Bawang merah ditutup dengan plastik pada sore hari. lama penjemuran sekitar 3-5 hari, tergantung keadaan cuaca, hingga daun bawang mearh benar-benar kering. Bawang merah bisa dipasarkan setelah dibersihkan dan dipotong daun dan akarnya.

 

D.Rangkuman

Menentukan saat panen adalah menetapkan saat panen yang tepat sehingga tidak terjadi atau paling tidak mengurangi kendala yang mungkin nanti dihadapi pada saat panen atau pasca panen. Kegiatan ini perlu dilakukanan dengan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan iklim, kematangan hasil dan faktor-faktor lain seperti ketersediaan peralatan, perlengkapan, tenaga kerja dan pengangkutan hasil produksi. Kegiatan ini penting dilakukan bagi petani, baik untuk tanaman semusim (tanaman pangan dan hortikultura) maupun tanaman tahunan (tanaman buah-buahan dan tanaman industri). Jika petani tidak menentukan saat panen dari usaha pertaniannya maka kemungkinan petani akan menghasilkan produksi yang tidak maksimal, baik kualitas maupun kuantitasnya. Akibatnya keuntungan petanipun akan menjadi tidak maksimal. Kegiatan penentuan saat panen ini umumnya petani tidak melakukan, namun sesungguhnya dengan tanpa disadari bahwa beberapa petani telah melakukan kegiatan ini.

 

PENYAKIT UTAMA TANAMAN BAWANG MERAH

7:30 PM Add Comment

 


1. Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum hanz )

Gejala Serangan :

Sasaran serangan bagian dasar umbi lapis, daun bawang menguning dan terpelintir layu ( mboler ) serta tanaman mudah dicabut. Umbi yang terserang akan menampakkan dasar umbi yang putih karena massa cendawan dan umbi membusuk dimulai dari dasar umbi. Apabila umbi lapis dipotong membujur terlihat adanya pembusukan berawal dari dasar umbi meluas baik ke atas maupun samping. Seangan lebih lanjut menyebabkan kematian , dimulai dari ujung daun kemudian menjalar ke bagian bawah.

 

Morfologi dan siklus hidup :

Cendawan mampu bertahan hidup lama di dałam tanah meskipun tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual yang dibentuk dari ujung hifa Yang membengkak. Meskipun pada dasarnya cendawan ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula lewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat lainnya. Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa sampai umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu masuk ke dałam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut.

 

Cara Pengendalian :

a.Secara Biologis :Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agens hayati Glioccladium sp atau Trichodherma pada setiap lubang tanam.

b.Secara teknis

(1) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang nya tau tingkat keinangnya rendah ( tanaman palawija ) Menggunakan benih yang bebas penyakit

(2) Drainase dijaga baik

(3) Memberi perlakuan sebelum ditanam dengan 100 gr fungisida per 100 kg umbi benih di daerah endemis.

(4) Melakukan penyiraman / sirat untuk pencucuian daun setelah hujan reda

(5) Menjaga tanaman / umbi jangan sampai terluka akibat perlakuan sewaktu pemeliharaan maupun panen.

 

2. Penyakit trotol atau bercak ungu (Purple blotch) Patogen: cendawan Alternaria porri (Ell.) Cif.

Gejala serangan :

Infeksi awal pada daun menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu). Jika cuaca lembab, serangan berlanjut dengan cepat, bercak berkembang hingga menyerupai cincin dengan bagian tengah yang berwarna ungu dengan tepi yang kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat meluas ke bagian atas maupun bawah bercak. Ujung daun mengering, sehingga daun patah. Permukaan bercak tersebut akhirnya berwarna coklat kehitaman. Serangan dapat berlanjut ke umbi, yang menyebabkan umbi membusuk, berwarna kuning lalu merah kecoklatan. Semula umbi membusuk dan berair yang dimulai dari bagian leher, kemudian jaringan umbi yang terinfeksi mengering dan berwarna lebih gelap. Umbi tersebut dapat menjadi sumber infeksi untuk tanaman generasi berikutnya jika digunakan sebagai bibit.

 

Morfologi dan sildus hidup :

Pada bagian Yang berwarna ungu atau lebih gelap tersebut dapat ditemukan konidiofor yang mampu berkecambah membentuk konidiospora. Proses sporulasi sangat dibantu oleh kondisi cuaca yang lembab, mendung, hujan rintik-rintik dengan kelembaban udara mencapai lebih dari 90%. Konidio spora (konidium) berbentuk gada bersekat, membesar, dan tumpul di salah satu ujungnya, sedangkan ujung Iainnya menyempit dan memanjang. Konidia disebarluaskan Oleh angin dan jika konidia tersebut jatuh ke permukaan tanaman inang, konidium berkecambah, membentuk miselium, lalu menginfeksi jaringan tanaman lewat stomata atau luka pada epidermis. Biasanya gejala visual awal akan terlihat 1-4 hari sejak inisiasi infeksi, tergantung pada jumlah konidia yang berhasil menginfeksi dan kondisi cuaca Yang mendukung. Setelah sekitar 5 hari konidia generasi berikutnya telah matang dan siap menginfeksi bagian atau tanaman inang di sekitarnya dan siklus generasi berikutnya terbentuk. Patogen mampu bertahan dari musim ke musim berikutnya dalam bentuk miselia pada sisa-sisa tanaman inang dan segera membentuk kondiofora dan konidia jika kondisi memungkinkan. Namun, konidia tersebut tidak mampu bertahan hidup lebih lama jika jatuh di atas tanah. Oleh karena itu, penyakit trotol adalah penyakit lahir (tular) udara dan lahir bibit (umbi). Kondisi yang membantu tumbuh dan berkembangnya cendawan A. porri adalah cuaca yang mendung, hujan rintik-rintik, kelembaban udara yang tinggi, suhu udara sekitar 30-32 oc, drainase lahan yang kurang baik dan pemupukan yang tidak berimbang karena dosis N-nya terlalu tinggi.

 

Cara Pengendalian :

a.Secara Mekanik : Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .

b.Secara Teknis :

(1) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya rendah

(2) Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat luka pada kulit/ terkelupas dan warna mengkilap. Menanam umbi dari kultivar toleran

(3) Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin

(4) Mengadakan penyiraman pagi hari

(5) Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun

c.Secara Biologi : Mennggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma pada setiap lubang tanam.

d.Secara Kimiawi : Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan aktif klorotalonil, mankoseb, promineb, difenokanazol.

 

3. Penyakit otomatis atau antraknose (Antracnose) Patogen : cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Penz.)

Gejala Serangan :

Di daerah Brebes dan sekitarnya, penyakit ini disebut penyakit otomatis, karena tanaman yang terinfeksi akan mati dengan cepat, mendadak, dan serentak. Serangan awal ditandai dengan terlihatnya bercak berwarna putih pada daun, selanjutnya terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi), berlubang dan patah karena terkulai tepat pada bercak tersebut (Gambar 10). Jika infeksi berlanjut, maka terbentuklah koloni konidia yang berwarna merah muda, yang kemudian berubah menjadi coklat muda, coklat tua, dan akhirnya kehitam-hitaman. Dalam kondisi kelembaban udara yang tinggi terutama pada musim penghujan, konidia berkembang dengan cepat membentuk miselia yang tumbuh menjalar dari helaian daun, masuk menembus sampai ke umbi, seterusnya menyebar di permukaan tanah, berwarna putih, dan menginfeksi inang di sekitarnya. Umbi kemudian membusuk, daun mengering dan sebaran serangan yang bersifat sporadis tersebut, pada hamparan tanaman akan terlihat gejala botak-botak di beberapa tempat.

 

Morfologi dan siklus hidup :

Seperti halnya Alternaria, cendawan Colletotrichum termasuk ke dalam golongan cendawan tak sempurna (fungi imperfekti). Hifa cendawan ini bersekat tetapi tidak menghasilkan tingkatan seksual. Miselia membentuk badan buah aservuli (lapisan stroma). Dari permukaan lapisan ini terbentuk konidiofora yang rapat, tegak, transparan (hialin) yang berukuran 45 55 mikron. Pada ujung konidiofora terbentuk konidia berbentuk oval, lurus atau sedikit bengkok dengan ukuran panjang sekitar 15 mikron, lebar sekitar 5 mikron. Konidia tersebar berkat bantuan angin dan atau hujan lebat dan jika jatuh pada sasaran tanaman inang maka konidia akan berkecambah dengan membentuk apresorium (hifa berbentuk tabung pendek yang jika kontak dengan epidermis, bagian ujungnya akan melebar membentuk semacam sel bersudut, berdinding tebal, dan berwarna coklat). Pembentukan apresoria (haustoria) adalah inisiasi infeksi dan sangat terangsang oleh kerentanan inang dan kondisi mikroklimat, seperti kelembaban udara, temperatur udara, serta substrat yang cocok untuk cendawan tersebut. Intensitas serangan berkurang pada kondisi yang relatif kering (musim kemarau), sistem drainase lahan yang baik, dan pertanaman yang gulmanya terkendali.

 

Cara pengendalian:

a. Secara Mekanik : Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .

b.Secara Teknis :

(1) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya rendah

(2) Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat Iuka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.

(3) Menanam umbi dari kultivar toleran

(4) Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin

(5) Mengadakan penyiraman pagi hari

(6) Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun

c.Secara Biologi : Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma pada setiap lubang tanam.

d.Secara Kimiawi : Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan aktif karbendazim

 

4. penyakit embun bulu atau tepung palsu (Downy mildew) Patogen • cendawan Peronospora destructor (Berk.) Casp.

Gejala Serangan :

pada kondisi yang lembab, berkabut atau curall hujantinggi, cendawan akan menhbentuk masa spora yang sangat banyak, yang terlihat sebagai bulll-bulu halus berwarna ungu (violet) yang menutupi daun bagian luar dan batang (umbi) (Gambar ll). Gejala kelihatan lebih jelas jika daun basah terkena embun. Gejala akibat infeksi cendawan ini dapat bersifat sistemik dan Iokal. Jika infeksi terjadi pada awal pertumbuhan tanaman, dan tanaman mampu bertahan hidup, maka peñumbuhan tanaman terhambat dan daun berwarna hijau pucat (MacNab dkk. 1983). Bercak infeksi pada daun mampu menyebar ke bawah hingga mencapai umbi lapis, kemudian menjalar ke seluruh lapisan, Akibatnya, umbi menjadi berwarna coklat. Serangan lanjut akan mengakibatkan umbi membusuk, tetapi lapisan luarnya mengering dan berkerut, daun layu dan mengering, sering dijumpai anyaman miselia yang berwarna hitam. Gejala lokal biasanya merupakan akibat infeksi sekunder, yang mengakibatkan bercak pada daun yang berwarna pucat dan berbentuk lonjong, yang mampu menimbulkan gejala sistemik seperti tersebut di atas.

 

Morfologi dan siklus hidup :

Cendawan P. destructor adalah cendawan dari golongan Phycomycetes yang hifanya tidak bersekat. Miselia dan oospora mampu t»rtahan baik pada sisa-sisa tanaman inang maupun berkecambah dengan cepat dan menghasilkan massa spora yang sangat banyak jumlahnya, Spora ini disebarluaskan oleh angin, dan keberhasilan infeksinya sangat didukung oleh kondisi udara lembab dan suhu malam hari yang relatif rendah, Oleh karena itu, penyakit ini bersifat tular udara, tular bibit, maupun tular tanah, khususnya jika lahan basah dan drainasenya buruk,

Cendawan mampu bertahan hidup lama di dalam tanah meskipun tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual yang dibentuk dari ujung hifa yang membengkak. Meskipun pada dasarnya cendawan ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula Iewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat lainnya. Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa sampai umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu masuk ke dalam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut .

 

Cara Pengendalian

a.Secara Mekanik : Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .

b.Secara Teknis :

(1) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya rendah

(2) Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat luka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.

(3) Menanam umbi dari kultivar toleran

(4) Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin

(5) Mengadakan penyiraman pagi hari

(6) Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun

c.Secara Biologi : Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma pada setiap lubang tanam.

d.Secara Kimiawi : Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan

 

HAMA UTAMA TANAMAN BAWANG MERAH

7:27 PM Add Comment

 

Hama atau organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu faktor penting yang harus dikendalikan guna mempertahankan kualitas bawang merah. Kehadiran hama tanaman ini berbeda pada stadia pertumbuhan yang berbeda pula (Tabel 1), jadi perlu dilakukan pengamatan yang intensif guna mengurangi kegagalan panen akibat hama.

Tabel 1. Jenis Hama yang menyerang tanaman bawang merah

Stadia Tanaman

Hama

Penyakit

Tanaman Muda (1-4 MST)

1.    Orong-orong (Gryllotalpa spp)

2.    Ulat Bawang (Spodoptera exigua)

3.    Ulat grayak (Spodoptera litura)

4.    Lalat Penggorok daun ( Liriomyza chinensis)

Layu Fusarium (Fusarium oxysporum)

Tanaman Tua

1.    Thrips (Thrips tabaci)

2.    Ulat bawang (Spodoptera exigua)

3.    Lalat penggorok daun (Liriomyza chinensis)

1.    Bercak ungu (Alternaria porri)

2.    Downy mildew (Perenospora destructor)

3.    Antraknose (Colletrichum gloeosporiodes)

4.    Layu fusarium (Fusarium oxysporum)

5.    Bercak daun ( Cercospora duddiae)

6.    Nematoda ( Dytylenchus dissaci, Helicotylenchus retusus)

Umbi Gudang

Ngengat gudang (Ephestia cautella)

 

 

A.    Lalat Penggorok daun ( Liriomyza chinensis)

Daun bawang yag terserang ditandai dengan adanya bintik - bintik putih akibat tusukan ovipositor lalat betina dan liang korokan larva yang berkelok - kelok pada daun bawang. Serangan berat akibat hamper seluruh helaian daun peruh dengan korokan, sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar. Cara pengendalian

a. Secara mekanik

(1) Mengumpulkan daun yang terserang lalu dimasukkan ke dalam kantong plastic kemudian diikat dan dimusnahkan.

(2) Melakukan pemasangan perangkap kuning berperekat ( Oli ) yang terbuat dari kertas atau Plastic kuning dengan ukuran 16 cm x 16 cm kemudian ditempelkan pada triplek atau kaleng dengan ukuran yang sama lalu dipasang pada tiang bamboo yang tingginya maksimal 60 cm. Jumlah perangkap yang digunakan untuk setiap ha pertanaman bawang merah sekitar 80— 100 buah.

(3) Melakukan penangkapan pengorok daun dewasa menggunakan traping berjalan dengan ukuran tinggi 30 — 50 cm lebar disesuaikan dengan lebar bedengan dengan bentuk melengkung . Traping diolesi bahan yang dapat melekatkan serangga pada traping.

b. Secara Biologis: Menggunakan musuh alami tabuhan Ascecodessp, Opius sp.Hemiptorsemus voricornis, Gronotoma sp

c. Secara Kimiawi : Apabila serangan telah mencapai 10 % dapat dilakukan penyemprotan dengan pestisida efektif dengan dosis sesuai anjuran berbahan aktifbensltap, klofenapir dan siromazin.

 

B.    Ulat Bawang (Spodoptera exigua)

Serangan tampak pada daun berupa bercak berwarna putih transparan. Begitu menetas dari telur ulat masuk ke dalam daun dengan jalan melubangi ujung daun pada saat stadia larva kemudian menggerek permukaan bagian dalam daun sedangkan bagian epidermis luar ditinggalkan. Serangan lebih Ianjut menyebabkan daun mongering. Jika populasi ulat banyak dapat menyerang umbi. Serangan lebih lanjut menyebabkan daun terkulai dan mengering. Cara pengendalian:

a. Secara Mekanik

(1) Mengumpulkan kelompok telur dan ulat bawang lalu dimasukkan ke dalam kantong Plastic kemudian dimusnahkan.

(2) Menggunakan perangkap lampu yang dipasang secara serentak pada satu hamparan. Yang dipasang disawah dengan jarak 20 x 20 meter , sehingga tiap hektar terdapat 25 30 lampu atau titik. Setiap titik terdiri dari lampu neon beserta fitingan , bak penampung yang berisi detergen, kayu penyangga , paku dan kabel. Sedangkan jarak Iampu dengan mulut bak kurang dari 40 cm . sedangkan jarak lampu dengan mulut kurang lebih 7 cm. Untuk menghindari hujan diatas lampu diberi pelindung. Lampu dinyalakan serentak sejak matahari terbenam sampai menjelang matahari terbit

b.Secara Biologis : Menggunakan musuh alami capung, kepik parasitoid Polites sp, Lalat Tritaxys braueri, Cuposera Varia, lebah Telenomus sp, Parasit Apanteles sp, semut apin dan agen hayati SE NPV

c.Secara Kimiawi : Apabila populasi kelompok telur pada musim kemarau telah mencapai 1 kelompok / 10 rumpun atau 5 % daun sudah terserang / rumpun dan pada musim hujan terdapat 3 kelompok telur / 10 rumpun atau 10 % sudah terserang / rumpun dilakukan penyemprotan dengan insektisida efektif yang berbahan aktif profenofos, betasiflutrin , tiodikrab, karbofuran.

d.Secara Teknis

(1) Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman yang bukan inang ( tanaman palawija) untuk musim tanam selanjutnya .

(2) Melakukan penanaman secara serentak

 

C.    Thrips (Thrips tabaci)

Sasaran serangan adalah daun muda dan pucuk daun. Nimfa dan imago menyerang bagian tersebut dengan jalan menggaruk atau meraut jaringan daun muda dan menghisap cairan selnya, Secara visual daun yang terserang berwarna putih mengkilap seperti perak dan kemudian berubah kecoklatan dan berbintik hitam. Bila serangan berat seluruh daun bias berwarna putih , Pada serangan berat dapat mengakibatkan umbi menjadi kecil dengan kualitas rendah. Trips dapat juga dijumpai pad umbi bawang merah pada saat panen kemungkinan ikut terbawa ke tempat penyimpanan dan dapat merusak bagian lembaga umbi bawang merah. Serangan berat ini terjadi pada suhu rata - rata di atas suhu normal yang disertai hujan rintik - rintik dan kelembaban udara diatas 70 %. Cara Pengendalian :

a.Secara Mekanik

(1) Melakukan pengamatan dengan interval minimal satu minggu dua kali.

(2) Melakukan pemasangan perangkap berwarna kuning perekat sebanyak sebanyak 80-100 buah / hektar

b.Secara Biologi

(1) Menggunakan musuh alami kumbang macam / kumbang helm predator Coccinellidae.

(2) Menggunakan nematode Entomo Patogen ( NEP ) bila telah dijumpai populasi.

c.Secara Teknis

(1) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inangnya

(2) Penanaman dilakukan secara serentak sekitar pertengahan Mei sampai Awal Juni .

d. Secara Kimiawi : Apabila populasi dan serangan terus meningkat dilakukan pengendalian dengan insektisida efektif yang berbahan aktif betaslifutrin, piraklos.

 

D.   Hama Tanah ( Agrotis ipsilon )

Ulat aktif pada malam hari . Ulat menyerang leher batang dengan memotong - motong bagian tersebut. Potongan - potongan tanaman tersebut sering ditarik/ dibawa ke tempat persembunyian. Ulat bersembunyi di dalam tanah dan aktif menyerang pada sore malam hari sekitar 5-7 . Cara pengendalian ;

a. Secara Mekanik

(1) Melakukan pengolahan tanah sebaik - baiknya sehingga pupa maupun ulat mati terkena sinar matahari.

(2) Memusnahkan ulat yang dijumpai di sekitar tanaman inang

(3) Menggunakan lampu perangkap seperti pengendalian pada ulat bawang

b. Secara biologis : Menggunakan musuh alami cocinella repanda, Goniophona, Trtaxys branei

c. Secara teknis : melakukan pergiliran tanaman yang bukan inang, atau tingkat kehilangan rendah (tanaman palawija)