HAMA TANAMAN JAGUNG DAN PENGENDALIANNYA

10:06 PM

 

lalat bibit jagung

Hama yang banyak menyerang tanaman jagung adalah lalat bibit (Atherigona exigua Stein), penggerek batang (Ostrinia furnacalis Guen), dan penggerek tongkol (Helicoverpa armigera Hbn)

1.    Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)

Lalat bibit terdapat di lapang selama satu sampai dua bulan pada musim hujan. Imagonya sangat aktif terbang dan tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas permukaan tanah. Imago ini berukuran Panjang 2,5 mm sampai dengan 4,5 mm dan lama hidupnya bervariasi antara 5 sampai 23 hari. Imago betina mulai meletakkan telur dibawah permukaan daun secara tunggal 3 sampai 5 hari setelah kawin dengan jumlah telur antara 7 sampai 70 butir. Inang dari lalat bibit adalah rumput-rumputan seperti Cynodon dactylon, Panicum repens, dan Paspalum sp. Telur lalat bibit yang berwarna putih dan berbentuk memanjang menetaskan larva yang kemudian melubangi batang dan membuat terowongan sampai dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan mati. Larva berwarna putih krem pada awalnya dan berubah menjadi kuning hingga kuning gelap sejalan dengan perubahan instar (tiga instar), kemudian membentuk pupa pada pangkal batang. Pupa berukuran Panjang 4,1 mm, berwarna coklat kemerahan dan berumur sekitar 12 hari. Menurut Harnoto (1987) dalam Koswanudin et al. (2001) serangan lalat bibit dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai 90%.

Pengendalian hama ini bisa dilakukan dengan :

a.  Untuk pencegahannya bisa dilakukan dengan menerapkan pola pergiliran tanaman selain jagung dan padi.

b.    Pengaturan waktu tanam karena hama ini ada selama satu sampai dua bulan di musm hujan,

c.   Penggunaan varietas resisten. Menurut Budiarti (2007) pengendalian hama lalat bibit yang paling mudah, murah, dan aman adalah menggunakan varietas tahan. Plasma nutfah jagung yang dikoleksi diuji ketahanannya terhadap hama lalat bibit di Cikeumeuh, Bogor, pada MH 1999 dan MH 2001. Intensitas serangan hama lalat bibit berkorelasi positif dengan populasi larva. Pada varietas jagung yang populasi larvanya tinggi, intensitas serangan lalat bibit lebih tinggi, demikian sebaliknya. Varietas yang tahan terhadap serangan lalat bibit antara lain : G. Lokal, J. Pulo, J. Lokal, Pulut Lokal, Turida, Putik, Baso Lege 1, L. Lenangguar, Heret Gete, Biralle Kammo.

d.  Secara hayati dengan penggunaan parasit juga sangat membantu. Semisal penggunaan parasitoid Thricogramma spp. yang bisa memarasit telur, atau Opius sp. dan Tetrastichus sp. yang mampu memarasit larva. Sedangkan Clubiona japonicola bisa menjadi predator bagi imago lalat bibit

e.    Perlakuan benih dengan insektisida thiodikarb (7,5-15 g/Kg benih) atau cendawan Beauvaria bassiana (4g formulasi tepung/kg benih), atau  insektisida Wingran 70WS sebanyak 2-4 gram pada satu kilogram benih jagung sebelum ditanam.

f.      Penanaman serempak, dan

g.  Penyemprotan tanaman berumur 5-7 hari dengan insektisida atau cendawan Beauvaria bassiana. Penggunaan insektisida sintetik hanya dianjurkan di daerah endemic. Insektisida yang dapat digunakan seperti curacron, regent, atau prevathon. Atau dengan memberikan furadan pada kuncup daun dengan dosis 0,24 kg b.a/ha.

penggerek batang jagung

2.    Penggerek batang (Ostrinia furnacalis Guen)

Ngengat penggerek batang aktif di malam hari dan meletakkan telur dalam kelompok 30-50 butir. Dengan umur ngengat sekitar 7-11 hari, total telur yang diletakkan bisa mencapai 602 sampai 817 butir dan telur ini berumur 3 sampai 4 hari. Larva yang menetas dari telur berwarna putih kekuningan makan pada daun, bagian alur bunga jantan dan kemudian menggerek batang, umur larva berkisar antara 17 sampai 30 hari. Pupa biasanya dibentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah merahan dan berumur 6 sampai 9 hari. Gejala serangan larva ini bisa dilihat dengan adanya lubang kecil pada daun, lubang gerekan pada batang, bunga jantan dan pangkal tongkol, serta tassel yang mudah patah.

Kehilangan hasil jagung oleh O. furnacalis, berkisar antara 20-80%. Tanaman jagung yang terserang hama ini menjadi patah sehingga dapat menurunkan produksi bahkan kalau serangan tinggi menyebabkan kegagalan saat panen. Hama ini merusak daun, bunga jantan dan kemudian menggerek batang jagung Pabbage (2007) dalam Pangumpia, dkk (2019). Gerekan yang dilakukan O. furnacalis akan mengurangi pergerakan air dari tanah ke bagian atas daun karena rusaknya jaringan tanaman. Tanaman melakukan respon dengan menutup stomata sebagian, sehingga pengambilan CO2 melalui stomata menurun yang berakibat terhadap penurunan tingkat fotosintesis. Kehilangan hasil terbesar ketika kerusakan terjadi pada fase reproduktif.

Gulma dapat menjadi faktor perkembangan dari hama O. furnacalis karena gulma juga merupakan tanaman inang dari hama ini, sedangkan pada tanaman jagung di lahan terbuka gulma hanya terdapat pada lokasi-lokasi tertentu sehingga pada saat pegamatan serangan hama juga hanya terdapat pada lokasi yang banyak gulma. Menurut Sembel (2012), pembersihan gulma bukan hanya penting untuk pertumbuhan tanaman yang sehat tetapi juga perlu untuk menjaga agar gulma tidak menjadi tempat berlangsungnya hidup serangga untuk bertelur atau mendapatkan sumber makanan ataupun hanya untuk tempat tinggal sementara. Selain itu menurut Pangumpia, dkk (2019) salah satu faktor juga yang mempengaruhi perkembangan dan serangan dari hama O. furnacalis pada tanaman jagung varietas Pioneer 27 antara lain adalah pengunaan pupuk organik cair Bio Trent. Penggunaan dari pupuk ini membuat daun tanaman menjadi lebih hijau atau berwarna hijau tua. Pada prinsipnya perbedaan ketahanan tanaman terhadap serangga tertentu disebabkan oleh faktor biofisik seperti morfologi, anatomi, dan warna tumbuhan mempengaruhi ketahanan suatu varietas. Tumbuhan menjadi lebih disenangi atau sebaliknya oleh serangga. Kandungan klorofil lebih banyak pada tanaman yang berwarna hijau tua dibandingkan pada tanaman yang berwarna hijau cerah, hal ini yang menyebabkan hama penggerek batang lebih menyukai tanaman jagung varietas Pioneer 27, karena klorofil berfungsi untuk menukarkan cahaya matahari menjadi zat makanan (Sodiq, 2009).

Hama ini bisa dikendalikan dengan :

a.  Penanaman jagung yang tepat waktu. Mengatur waktu tanam bisa menjadi salah satu alternatif untuk menghindari serangan hama ini. Waktu tanam yang baik adalah pada awal musim hujan dan paling lambat empat minggu sesudah mulai musim hujan,

b.    Intercropping varietas jagung berbeda atau intercropping dengan kedelai atau kacang tanah, dan

c.     Pemotongan sebagian bunga jantan empat dari enam baris tanaman juga mampu mengurangi serangan. Pasalnya, dari hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa 40-70% larva berada pada bunga jantan. Pada saat pembungaan sebagian besar serangan hama ini berada pada pucuk dari bunga jantan yang masih menggulung pada daun bahkan pada bunga jantan mulai mekar seperti menurut Pratama, (2015) masa pembentukan malai atau bunga jantan pada tanaman jagung merupakan stadia yang paling disenangi oleh hama O. furnacalis, sehingga pemangkasan sebagian bunga jantan merupakan cara pengendalian untuk menekan serangan dari hama ini.

d.   Pemanfaatan musuh alami juga bisa dilakukan untuk mengendalikan serangan Ostrinia furnacalis. Beberapa musuh alami yang bisa digunakan adalah: parasitoid Trichogramma spp. yang mampu memarasit telur, bakteri Bacillus thuringiensis untuk mengendalikan larva, dan predator Euborellia annulata yang mampu memangsa larva dan pupa Ostrinia furnacalis. Menurut Radianto (2010) mengemukakan bahwa musuh alami dapat membantu manusia dalam menangani hama tanpa merusak lingkungan. Dengan adanya musuh alami atau predator rantai makanan dalam lingkungan tersebut akan tetap terjaga.

e.    Penggunaan insektisida berbahan aktif monokrotofos, triazofos, diklhrofos, atau karbofuran efektif untuk menekan serangan penggerek batang jagung

penggerek tongkol jagung

3.    Penggerek tongkol (Helicoverpa armigera Hbn)

Imago betina Helicoverpa armigera meletakkan telur pada rambut jagung dengan rata-rata 730 butir dan telur ini menetas tiga hari setelah diletakkan. Larva berkembang selama 13 hari sampai dengan 21 hari dan pra pupa dalam tanah selama 1 sampai 4 hari. Pupa juga hidup dalam tanah yang bervariasi antara 6 sampai 30 hari. Gejala serangan adalah adanya gerekan pada ujung tongkol dan rusaknya biji muda sehingga menurunkan kulitas dan kuantitas biji jagung.

Larva Helicoverpa armigera Hubner tidak hanya menyerang tongkol jagung tetapi juga menyerang daun muda terutama pada bagian pucuk tanaman. Larva ini menyerang dengan gejala adanya lubang-lubang melintang pada daun tanaman. Rambut tongkol jagung terpotong, ujung tongkol ada bekas gerekan dan sering kali ada larvanya. Menurut Sarwono dkk (2003), ambang kendali ulat pengerek tongkol (Helicoverpa armigera Hubner) pada jagung yaitu apabila terdapat 2 ekor larva/perbatang.

Hama ini bisa dikendalikan dengan :

a.    Pengolahan tanah yang baik untuk mematikan pupa. Pengolahan tanah secara sempurna akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya

b.   Pemberian mulsa untuk tempat predator dan berkembangnya mikroorganisme entomopatogen tanah. Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Trichogramma spp, yang merupakan parasitoid telur, di mana tingkat parasitasi pada hampir semua tanaman inang H. armigera sangat bervariasi dengan angka maksimum 49%. Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) juga merupakan parasitoid pada larva muda. Dalam kondisi kelembaban yang cukup, larva juga dapat diinfeksi oleh M.anisopliae. Agen pengendali lain yang juga berpotensi untuk mengendalikan serangga ini adalah jamur B. bassiana dan virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) (Anonim, 2019). Ini sesuai dengan hasil penelitian Ompusunggu, dkk (2015) yang menyatakan bahwa konsentrasi HaNPV 6g/liter air merupakan konsentrasi paling efektif terhadap pengendalian larva H. armigera di lapangan. Tingkat efektivitas dari HaNPV yang diaplikasikan mampu menginfeksi larva H. armigera yang mengakibatkan gerakannya lamban dan lebih banyak di tempat, serta aktivitas memakan tongkol maupun daun juga berkurang hingga mengakibatkan larva mati

c.   Agak sulit mencegah kerusakan oleh serangga ini karena larva segera masuk ke tongkol sesudah menetas. Untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, penyemprotan harus dilakukan setelah terbentuknya silk dan diteruskan (1-2 hari) hingga jambul berwarna coklat. Penggunaan insektisida yang berbahan aktifdimehipo, monokrotofos, karbofuran, dll efektif menekan serangan penggerek tongkol jagung. Aplikasi insektisida dianjurkan apabila telah ditemukan satu kelompok  telur per 30 tanaman. Insektisida cair atau semprotan hanya efektif pada fase telur dan larva instrar I-III, sebelum larva masuk ke dalam tongkol.

d.    Jika ulat sudah masuk kedalam tongkol, maka pengendalian yang bisa dilakukan adalah  kita berikan insektisida yang berbahan aktif karbofuran dan diberikan pada tunas tumbuh/pupus sebanyak kira-kira 5-7 butir. Untuk lebih mudahnya bisa dicampur dengan pasir yang telah diayak, dan diberikan saat ada gejala dan diulang 10-15 hari kemudian. Pemberian insektisida karbofuran maksimal 3 kali perlakuan

 

Daftar Pustaka

Anonim. 2019. Pengendalian Hama Penggerek Tongkol Jagung. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/76341/Pengendalian-Hama-Penggerek-Tongkol-Jagung/ (11 Mei 2021)

Budiarti, Sri Gajatri. 2007. Plasma Nutfah Jagung sebagai Sumber Gen dalam Program Pemuliaan. Buletin Plasma Nutfah Vol.13 No.1

Koswanudin, D., S.G. Budiarti, dan S.A. Rais. 2001. Evaluasi ketahanan plasma nutfah jagung terhadap lalat bibit Atherigona exigua Stein. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Puslitbangtan. 2001. Bogor, 30-31 Januari 2001. hlm. 181-188

Ompusunggu, Debi Sabrina., Oemry, Syahrial., dan Lubis, Lahmuddin. 2015. Uji Efektivitas JamurMetarhizium anisopliae (Metch.) dan Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) terhadap Larva Penggerek Tongkol Jagung Helicoperva armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) di Lapangan. Jurnal Online Agroekoteaknologi. Vol.3, No.2 : 779 - 784

Pabbage, M.S, A.M. Adnan, dan N. Nonci. 2007. Pengelolaan Hama Prapanen. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros http://pustaka.litbang.deptan.g o.id/bppi/lengkap/bpp10202.pdf (11 Mei 2021)

Pangumpia, Inday., Pelealu, Jantje., dan Kaligis, James B. 2019. Serangan Hama Penggerek Batang Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Varietas Jagung Di Kabupaten Minahasa Selatan. https://ejournal.unsrat.ac.id/ .Vol 1, No 5

Pratama, 2015. Populasi Dan Presentase Serangan Hama Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis Guenee) Pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata. Di Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon. https://ejournal.unsrat.ac.id/ .Vol 6, No 11

Radiyanto. 2010. Jurnal Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong -Ponorogo. Jawa Timur: Fakultas Pertanian UPN.

Sarwono, B. Pikukuh, R. Sukarno, E. Korlina dan Jumadi. 2003. Serangan Ulat Penggerek Tongkol Helicoverpa armigera Pada Beberapa Galur Jagung. Agrosains Volume 5 No 2

Sembel, D. T. 2012. Dasar -Dasar Perlindungan Tanaman. C.V Andi Offset. Yogyakarta.

Sodiq, M., 2009. Ketahanan Terhadap Hama. UPN Press Jawa Timur. http://eprints.upnjatim.ac.id/4/7/ 1/KetahananTanaman.pdf (11 Mei 2021)

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon