PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN JAGUNG

10:14 PM

 

tanaman jagung

Gulma sangat merugikan pada tanaman jagung karena kompetisi terhadap cahaya, air dan unsure hara. Kompetisi tersebut dapat terjadi pada awal tanam hingga menjelang panen. Menurut penelitian Padang, dkk (2017) persaingan antara tanaman jagung dan gulma akan air, hara, cahaya dan lainnya yang menyebabkan suplai nutrisi pada tanaman berkurang. Periode kritis tanaman jagung yaitu 3 MST (21 hari) sampai dengan 4 MST (28 hari).

Dalam penelitian Sena, dkk (2018) pada kondisi tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan tanaman kacang tanah perlakuan penyiangan gulma pada waktu 2 MST (14 hari) dan 4 (28 hari) MST serta penyiangan gulma pada waktu 2 MST (14 hari), 4 MST (28 hari) dan 6 MST (42 hari) lebih efektif dalam menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Puspitasari et al., 2013 menyebutkan bahwa Prinsip utama dalam pengendalian gulma pada budidaya tanaman ialah menekan populasi gulma sebelum merugikan tanaman. Penundaan pengendalian gulma sampai gulma berbunga akan memberikan kesempatan gulma untuk berkembangbiak dan penyebaran gulma pada lahan budidaya. Lebih lanjut (Indriyani, 2012) menyebutkan adanya persaingan yang tinggi antara gulma dan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman karena fotosintat dan energi yang terbentuk (ATP) rendah sehingga translokasi fotosintat ke dalam tongkol menurun. Akumulasi asimilat dalam biji sangat tegantung pada distribusi fotosintesis dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Gulma yang ada pada pertanaman jagung dapat dikendalikan dengan cara penyiangan, penggunaan herbisida dan pemulsaan.

1.    Penyiangan

Penyiangan pertama dapat dilakukan dengan menggunakan bajak atau bersamaan dengan pembuatan alur drainase pada umur 14 sampai 28 hari setelah tanam (hst).

Penyiangan merupakan proses pembersihan tanaman dari gulma, hama, maupun parasit yang dapat mengganggu pertumbuhan jagung yang ditanam. Penyiangan pertama bisa dilakukan saat tanaman sudah berumur empat minggu setelah masa tanam. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pembumbunan dan sebaiknya dilakukan dua minggu sekali.

Penyiangan gulma yang dilakukan pada saat periode kritis memiliki beberapa keuntungan diantaranya mampu mengurangi frekuensi pengendalian gulma karena terbatas pada periode kritis, mampu mengurangi adanya persaingan pada faktor-faktor tumbuh akibat keberadaan gulma. Maka aplikasi waktu penyiangan yang pertama kali dapat mempengaruhi populasi gulma berikutnya sehingga kehilangan hasil pada tanaman dapat dihindari, selain itu dengan penyiangan yang lebih awal akan mendukung pertumbuhan tanaman untuk mendapatkan air dan unsur hara pada vase pembentukan daun pada awal tumbuh.Menurut Sena, dkk (2018) penyiangan yang dilakukan lebih cepat pada awal periode kritis atau 2 MST (14 hari) nyata lebih baik dalam mengendalikan dan menekan pertumbuhan gulma.

Penyiangan dapat dilakukan bersama dengan kegiatan pembumbunan. Pembumbunan adalah kegiatan untuk memperkuat berdirinya batang dan perakaran tanaman .Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama sekitar 14 - 28 hst atau penyiangan kedua .Disamping itu pembumbunan juga dapat memperbaiki aerasi tanah memperlancar drainase karena ketinggian tanah berbeda sehingga tidak ada genangan air yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jagung

2.    Penggunaan herbisida

Penyiangan kedua yang tergantung pada kondisi gulma bisa dilakukan secara manual dengan herbisida. Bila menggunakan herbisida nozzle sebaiknya diberi pelindung agar tidak mengenai daun dan posisi nozzle kurang lebih berada 20 cm di atas permukaan tanah. Bahkan penggunaan herbisida ternyata mampu menaikkan produktivitas petani seperti penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit, waktu pelaksanaan pengendalian gulma relatif singkat serta biaya yang lebih murah. Penggunaan herbisida juga dapat dikombinasikan dengan penyiangan. Menurut penelitian Dinata, dkk (2017) kombinasi aplikasi herbisida pasca tumbuh berbahan aktif gifosat umur 21 hst dan penyiangan 42 hst serta kombinasi penyiangan 21 dan 42 hst mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman mulai umur pengamatan 56 hst sampai 84 hst jika dilihat dari tinggi tanaman, luas daun, bobot kering total tanaman dan Indeks Luas Daun. Kemudian kombinasi aplikasi herbisida pasca tumbuh berbahan aktif gifosat umur 21 hst dan penyiangan 42 hst serta kombinasi penyiangan 21 dan 42 hst juga mampu meningkatkan bobot hasil biji (ton ha-1) sebesar 42,03 %, penyiangan 21 + 42 hst (N4) 39,93 % jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pengendalian gulma.

Herbisida glifosat ialah herbisida berspektrum luas dan termasuk herbisida yang bersifat non selektif. Hasil penelitian Nurjannah (2003) dalam Dinata, dkk (2017)  menunjukkan bahwa 14 hsa (hari setelah aplikasi) menggunakan herbisida glifosat gulma belum mampu tumbuh, hal ini diduga karena racun dari herbisida tersebut masih terakumulasi dalam jaringan gulma sehingga gulma belum mampu mengadakan regenerasi

3.    Pemulsaan

Penggunaan mulsa dilakukan setelah pembuatan alur drainase dengan memanfaatkan mulsa plastik hitam perak, jerami kering di lahan sawah, paitan (Thitonia diversifolia) atau pangkasan rumput dan alang-alang di lahan kering. Keuntungan penggunaan mulsa adalah sebagai berikut :

a.    Mengendalikan gulma

b. Mengkonservasi mikroorganisme berguna seperti penambat unsur hara, entomopathogen dan antagonis pathogen,

Suhu tanah yang stabil di lingkungan rhyzosfer akan dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dalam menguraikan bahan organik yang tersedia di tanah

c.    Berperan sebagai nest predator, menahan jipratan air yang bisa membawa hama dan penyakit,

d.    Sebagai sumber hara bila terjadi pelapukan.

Menurut Purwowidodo (1983) dalam Chaerunnisa, dkk (2016) bahwa mulsa jerami padi merupakan mulsa yang bersifat sarang dan dapat mempertahankan suhu dan kelembaban tanah, kadar air,memperkecil penguapan air. Hal ini dikarenakan akumulasi panas sebagai efek dekomposisi segera akan di translokasikan ke udara, sehingga akumulasi panas dibawah mulsa dapat teratasi (stabil). Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu lingkungan mencegah penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan terhadap tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik.

Mulsa juga dapat meningkatkan kadar hara dalam tanah yang akan dimanfaatkan oleh tanaman. Peningkatan hara ini merupakan hasil akhir dari perbaikan kelembaban dan temperatur tanah. Kelembaban dan temperatur tanah yang optimal dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah dan hal yang demikian sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Purwowidodo 1983). Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hayati, dkk (2010) jenis mulsa organik berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman umur 9 MST dan komponen produksi tanaman, hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa jerami padi.

e.    Mengoptimalkan proses fotosintesis

Mulsa plastik akan mempengaruhi pemanfaatan sinar matahari. Sinar pantulan dari mulsa plastik akan berdampak pada proses fotosintesis, karena seluruh sisi daun secara merata terkena sinar matahari sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung pada kedua sisi daun. Tingginya pemantulan radiasi matahari ini memiliki efek ganda. Efek pertama adalah memperkecil panas yang mengalir ke tanah sehingga kemungkinan suhu tanah dapat diturunkan, sementara efek kedua adalah memperbesar radiasi matahari yang diterima oleh daun-daun tanaman sehingga kemungkinan proses fotosintesis dapat ditingkatkan

Pemberian mulsa terbukti bisa meningkatkan produksi jagung, dalam penelitian Chaerunnisa, dkk (2016)  didapatkan kesimpulan bahwa interaksi antara mulsa plastik hitam perak dan mulsa plastik perak dengan 2 biji per lubang tanam nyata meningkatkan pertumbuhan ( bobot segar total tanaman, bobot kering total tanaman, tinggi tanaman dan jumlah daun ) dan produksi jagung manis

 

Daftar Pustaka

Dinata , Aprianto., Sudiarso dan Husni Thamrin Sebayang. 2017. Pengaruh Waktu Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Produksi Tanaman Vol. 5 No. 2 191 – 197.

Chaerunnisa, Didik Hariyono dan Agus Suryanto. 2016. Aplikasi Penggunaan Mulsa Dan Jumlah Biji Per Lubang Tanam Terhadap Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). Jurnal Produksi Tanaman, Volume 4, Nomor 4, April 2016, hlm. 311 – 319.

Hayati, Erita., A. Halim Ahmad1) dan Cut Taisir Rahman2). 2010. Respon Jagung Manis (Zea Mays, Sacharata SHOUT) Terhadap Penggunaan Mulsa Dan Pupuk Organik. Agrista Vol. 14 No. 1 21-24

Indriyani, L. Y. 2012. Pengaruh Waktu Penyiangan dan Populasi Tanaman Terhadap Hasil Kacang Hijau (Vigna radiata L.) pada Kondisi Tanpa Olah Tanah. J. Agronomi. 10(1):27-31.

Padang, Wilter Januardi., Edison Purba, Eva Sartini Bayu. 2017. Periode Kritis Pengendalian Gulma Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Agroekoteknologi FP USU Vol.5.No.2, April 2017 (50): 409- 414

Purwowidodo, 1983. Tehnologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.

Puspitasari, K., H. T. Sebayang dan B. Guritno. 2013. Pengaruh Aplikasi Herbisida Ametrin dan 2,4-D dalam Mengendalikan Gulma Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). J. Produksi Tanaman. 1(2):72-80.

Sena, Ega Aris., Husni Thamrin Sebayang dan Agung Nugroho. 2018. Pengaruh Waktu Penyiangan pada Tumpangsari Jagung (Zea mays) dan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Jurnal Produksi Tanaman. Vo; 6 No 9. 2085-2093.

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon