PERAN PENYULUHAN PERTANIAN

10:09 PM

 

Untuk menghadapi tantangan di era globalisasi, penyuluh pertanian sebagai penyedia public goods dituntut memilki minimal tiga fungsi, yaitu transfer teknologi (technology transfer), fasilitasi (facilitation), dan penasehat (advisory work)

Kini peranan penyuluhan pertanian tidak hanya sekedar "sebagai alih teknologi" dari peneliti kepada petani, namun dituntut Iebih dari itu, yaitu membantu petani dalam mengambil keputusan sendiri, dengan cara menambah pilihan, dan menolong mereka dalam mengembangkan wawasan tentang konsekuensi dari masing-masing pilihan yang diambilnya.

kegiatan penyuluhan SLPTT

Di era globalisasi dan teknologi informasi sekarang ini petani tidak hanya mendapatkan informasi dari penyuluh pertanian, tetapi mereka mendapatkan dari sumber informasi Iainnya, seperti media massa (cetak maupun elektronik), media sosial (WhatsApp, Facebook, twitter, blog) maupun sumber informasi konvensional Iainnya yang hingga sekarang masih relevan utuk diterapkan, misalnya pameran, demfarm/demplot, dan komunikasi tatap muka. Beberapa metoda dan media tersebut memerlukan sistim kelembagaan dan sistim tata kerja penyuluhan pertanian yang profesional, serta dukungan politicalwill pemerintah yang tepat, sehingga mampu menjawab isu global yang cenderung bergerak dinamis. Namun kenyataannya sistim kelembagaan penyuluhan terus mengalami perubahan dengan pola yang tidak terarah. Akibatnya kegiatan penyuluhan pertanian yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap petani mengalami hambatan.

Kebijakan pembangunan di kebanyakan negara adalah meningkatkan produksi pangan dalam jumlah seimbang dengan permintaan bahan pangan yang terus meningkat. Capaian ini harus berkelanjutan dan harus dilakukan dengan cara yang berbeda dari cara terdahulu, sehingga kelembagaan penyuluhan yang efektif sangatlah penting dalam situasi yang demikian. Van den Ban A.W. (1999) menyoroti beberapa permasalahan yang biasa muncul akibat dari ketidak efektifan lembaga penyuluhan yang ada di beberapa negara, yaitu (1) tidak tersedianya teknologi tepat guna bagi petani; (2) tidak adanya keterkaitan antara lembaga penyuluhan dengan lembaga penelitian pertanian; (3) kurangnya tenaga lapangan yang terlatih dibidang teknologi pertanian; (4) kurangnya alat bantu mengajar dan berkomunikasi bagi petugas penyuluhan; (5) penyuluh dibebani tugas ganda disamping tugas penyuluhan itu sendiri. Kelima permasalahan tersebut diatas menjadi cerminan kelembagaan penyuluhan pertanian di Indonesia yang selalu berubah, seakan Indonesia belum menemukan kelembagaan penyuluhan yang ideal untuk diterapkan disetiap kabupaten kota di Indonesia.

Ketika kelembagaan yang menangani penyuluhan pertanian dibentuk tahun 1969 silam, maka salah satu kegiatan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam tata penyuluhan pertanian adalah usaha meningkatkan partisipasi serta swadaya petani dalam menerapkan teknologi. Kegiatan yang dipilih untuk mendorong partisipasi petani pada waktu itu adalah demonstrasi plot (demplot), siaran perdesaan, dan penyelenggaraan berbagai kursus pertanian. Dampak dari beberapa kegiatan penyuluhan tersebut ternyata mampu mengungkit tumbuhnya kelembagaan tani yang menyebar di berbagai kabupaten di Indonesia. Melalui demplot yang dilakukan oleh sekelompok petani, selanjutnya menumbuhkan kelompok tani yang menyelenggarakan demonstrasi farm. Dari siaran pedesaan tumbuh dan berkembang kelompok pendengar siaran perdesaan yang melakukan kegiatan dengar, diskusi dan gerak.

Sejak tahun 2001 kewenangan bidang penyuluhan pertanian dilimpahkan kepada pemerintah daerah dengan harapan melalui otonomi daerah kinerja penyuluhan pertanian dapat ditingkatkan. UU otonomi daerah memberi peluang besar kepada daerah dan DPRD untuk mengatur semua sektor termasuk kelembagaan penyuluhan pertanian. Kewenangan ini terkadang tidak mengakomodasi amanat UU No.16/2006 tentang Sistim Penyuluhan Pertanian, perikanan dan Kehutanan (SP3K) akibatnya dalam membentuk kelembagaan penyuluhan di kabupaten/kota sangat bervariatif tergantung dari keberpihakan pemimpin daerah terhadap pembangunan sektor pertanian, hal ini dapat dilihat dari seberapa besar bagian alokasi anggaran daerah untuk setiap sektor.

Menuju pada kelembagaan penyuluhan pertanian yang ideal, maka perlu dukungan penyuluh pertanian yang kompeten dan terus menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sasaran (petani) yang juga bergerak seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Mudahnya petani mengakses inovasi teknologi pertanian melalui berbagai media komunikasi menuntut penyuluh pertanian juga berinovasi menyesuaikan hal tersebut. Tetapi, peranan penyuluh pertanian di lapangan sebagai sumber informasi utama dalam menyebarkan inovasi teknologi kini mulai menurun seiring berkembangnya information technology system (IT). Hasil studi Farrington (dalam Subejo 2006) melaporkan bahwa sumber informasi utama dalam penyebaran teknologi baru pertanian dari interpersonal adalah petani lain (39%) dan kontak tani (31%), sedangkan peranan petugas penyuluh lapangan kurang dari 10 persen. Sumber utama dari mass media adalah surat kabar (29%) dan private broadcasting (26%).

Untuk menghadapi tantangan di era globalisasi tersebut, penyuluh pertanian sebagai penyedia public goods dituntut memilki minimal tiga fungsi, yaitu transfer teknologi (technology transfer), fasilitasi (facilitation), dan penasehat (advisory work). Untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut, penyuluh pertanian lapangan harus mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga fungsi kemampuan penyuluh tersebut yang akan membantu mereka dalam memberikan jasa pelayanan kepada petani. Terdapat beberapa karakteristik petani yang dipengaruhi oleh kondisi agroekosistim setempat. Petani yang tinggal di dataran rendah akan berbeda dengan petani yang bermukim di dataran tinggi maupun lahan kering. Karakteristik petani yang khas tersebut menuntut penyuluh menyesuaikan dengan perilaku mereka. Namun demikian kemampuan penyuluh harus didukung dengan program dan kelembagaan penyuluhan yang kuat.

Materi inovasi teknologi pertanian yang sesuai dan dibutuhkan petani menjadi dasar dalam menyusun bahan penyuluhan yang menarik untuk dikomunikasikan kepada petani. Perpaduan antara strategi penyuluhan yang tepat dan ketersediaan inovasi teknologi yang diminati oleh petani serta kesesuain dengan kondisi agroekosistem setempat akan menjadi masukan yang harmonis dalam meningkatkan kemampuan teknis petani dalam berusahatani, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan produktivitas. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka kesesuaian inovasi teknologi dan peran penyuluhan pertanian akan saling terkait menjadi suatu kesatuan yang utuh, saling mendukung dalam meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.

 

 

Daftar Pustaka

Ban, AW Van Den. dan HS. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Subejo. 2006. Kajian Analitik : Penyuluhan Pertanian Indonesia Di Tengah Isu Desentralisasi, Privatisasi, dan Demokratisasi. Jurnal Penyuluhan. Vol 2 No 2 : 69-76.

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon