KARAKTERISTIK PERTANIAN LAHAN KERING

10:08 PM

 

"Walaupun potensi lahan kering belum optimal dibandingkan dengan lahan sawah, tetapi seiring dengan menyusutnya lahan pertanian sawah akibat alih fungsi lahan, maka ekstensifikasi pertanian untuk mendukung ketersediaan pangan mendesak untuk dilaksanakan"

Lahan kering menurut Adimihardja (2000) adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun, padahal air mutlak dibutuhkan untuk pertanian. Kelangkaan air (water scarcity) akan menghambat proses produksi pertanian sehingga lahan kering menjadi prioritas dalam program pembangunan pertanian. Seperti yang sudah diidentifikasi oleh Kepas (1985) bahwa pada masa lampau pemerintah terlalu memusatkan pembangunan pertanian pada padi sawah, sedangkan lahan kering (termasuk DAS bagian hulu) kurang mendapatkan perhatian. Konsekuensinya masyarakat tidak memperoleh keuntungan dari program-program pembangunan yang disponsori pemerintah.

pemanfaatan lahan kering untuk ditanami singkong

Syam, (2003) juga menyoroti lahan kering pada sisi yang berbeda, yaitu tentang modal dan motivasi penduduk yang rendah terhadap pendapatan dan produktivitas lahan, diperlemah oleh kegiatan penyuluhan yang menghadapi kendala sosial budaya dan prasarana/sarana perhubungan, sehingga kegiatan penyuluhan relatif kurang berperan. Hal ini berakibat pada kemampuan teknis petani dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada kurang maksimal, karena pengetahuan dan ketrampilannya terbatas. Umumnya mereka dalam berusahatani hanya mengandalkan kebiasaan yang diwariskan oleh pendahulunya. Sedangkan program penyuluhan yang biasa dilakukan oleh pemerintah, seperti penghijauan, perkebunan, dan kehutanan kurang menekankan pada partisipasi petani.

Kebutuhan lahan paling besar adalah untuk kepentingan pertanian. Berdasarkan estimasi Schneider et al. (2011), pada tahun 2005 pertanian telah menggunakan sekitar 38 persen lahan secara global dan diprediksi akan menguasai separuh pada tahun 2030 dan mencapai dua per tiga lahan dunia pada tahun 2070. Taksiran ini dilakukan dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh peningkatan kebutuhan pangan dan energi. Peningkatan kebutuhan akan lahan ini juga akan terjadi di Indonesia mengingat laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak berbeda jauh dengan rata-rata pertumbuhan penduduk dunia.

Walaupun potensi lahan kering belum optimal dibandingkan dengan lahan sawah, tetapi seiring dengan menyusutnya lahan pertanian sawah akibat alih fungsi lahan, maka ekstensifikasi pertanian untuk mendukung ketersediaan pangan mendesak untuk dilaksanakan. Oleh sebab itu potensi lahan kering yang selama ini terpinggirkan kini mulai dilirik kembali untuk dioptimalkan pemanfaatannya. Namun demikian beragam masalah klasik yang biasanya muncul pada petani lahan kering memerlukan solusi yang tepat dan terus menerus diusahakan dan dilaksanakan.

Beragam permasalahan di lahan kering yang berkaitan dengan peningkatan sumberdaya petani utamanya adalah (1) minat dan kemampuan enterpreneurship petani yang rendah, sehingga memerlukan pendampingan berkelanjutan untuk meningkatkan keahlian mereka dalam usahatani; (2) lemahnya sistem kelembagaan penyuluhan dalam memfasilitasi dan melindungi petani. Penyuluh Pendamping perlu dibekali alat bantu penyuluhan yang cocok dan sesuai dengan karakteistik petani, sehingga memudahkan penyuluh dalam menyampaikan materi inovasi teknologi yang dibutuhkan oleh petani.

Lahan kering membutuhkan lebih banyak intervensi teknologi agar dapat dijadikan lahan pertanian yang produktif, misalnya dimanfaatkan untuk komoditas yang mendukung kebutuhan pangan penduduk, mengingat jumlah penduduk yang semakin bertambah maupun konversi lahan sawah irigasi untuk kepentingan non pertanian yang terus meningkat. Sejalan dengan itu, varietas unggul padi gogo yang telah diperkenalkan oleh BPTP Jawa Tengah di beberapa lokasi lahan kering di Jawa Tengah hendaknya dapat dikembangkan di lokasi lainnya.

Tidak hanya kesesuaian komoditas yang perlu diperhatikan, penggunaan media dan teknik penyuluhan yang menarik perlu dilakukan dalam rangka memahamkan petani terhadap materi inovasi yang disampaikan. Selanjutnya minat dan partisipasi petani harus dibangun sebagai upaya mempercepat proses adopsi inovasi teknologi, sehingga pengembangan inovasi teknologi yang telah direkomendasikan dapat diterapkan petani secara maksimal.

World Bank (2002) memberikan rekomendasi tentang penyuluhan pertanian berkualitas dan tepat sasaran, yaitu penyuluh dan peneliti mampu bekerjasama membuat usulan kegiatan yang komprehensif dan terpadu dalam rangka menyebarluasan teknologi baru kepada petani. Kerjasama antara penyuluh peneliti telah dipraktekan oleh BPTP dalam mengembangkan inovasi teknologi hasil penelitian di berbagai daerah, dengan mendayagunakan petani kooperator sebagai agen inovasi dalam merancang pengkajian di lahan petani.

Setelah kegiatan pengkajian didisain, maka proses diseminasipun dapat mulai dilakukan. Dengan berbekal paket inovasi teknologi yang telah direkomendasikan, maka tim pengkaji yang terdiri dari peneliti-penyuluh-teknisi lapangan datang kepada kelompok tani dengan membawa alat bantu penyuluhan berupa video, sampel sarana produksi, alat peraga yang menarik, serta inovasi teknologi yang telah direkomendasikan (sebut saja padi gogo) atau bisa komoditas lainnya yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan di lahan kering. Mereka mulai mendiskusikan tentang prospek, teknik budidaya, dan berbagai kendala yang akan terjadi, kemudian apabila memungkinkan dilanjutkan dengan kunjungan langsung ke lahan petani.

Tidak hanya sampai disitu proses diseminasi masih tetap berlangsung, dengan melakukan pendampingan sampai dengan panen. Sebenarnya proses pendampingan tidak sekedar sampai pada panen, namun lebih dari itu bisa dikoneksikan kepada akses pasar untuk lebih menjamin produk hasil rekomendasi inovasi teknologi yang telah diterapkan oleh petani. Akhirnya, peran penyuluhan akan efektif, apabila dukungan penyuluh, petani, peneliti dan stakeholder terkait secara bersamasama konsisten mendukung memperderas inovasi teknologi hasil penelitian.

 

Daftar Pustaka

Adimihardja, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. 2000. Pengaruh pengunaan berbagai jenis dan takaran pupuk kandang terhadap produktivitas tanah Ultisols terdegradasi di Desa Batin, Jambi. hlm. 303-319 dalam Pros. Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, Iklim, dan Pupuk. Buku II. Lido-Bogor, 6-8 Des.1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Kepas. 1985. The critical upland of Eastern Java. An Agroecosystem analysis. Agency for Agricultural Researce and Development R. I. xviii.+ 213h.

Schneider, Benjamin & Ehrhart, Mark & Macey, William. (2011). Perspectives on Organizational Climate and Culture. APA handbook of industrial and organizational psychology: Vol. 1. Building and developing the organization (pp.373-414) Publisher: American Psychological

Syam, Amiruddin. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering Di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4): 162-171.

The World Bank. 2002. World Bank Development Report 2002. Building Institutions for market. Oxford University Press

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon