PEMANFAATAN E-COMMERCE PADA BISNIS SAYURBOX

10:48 PM

 

ABSTRACT

 

Entrepreneurship is part of the realization of productive, creative and innovative behaviors that a person has. With entrepreneurship, a person or a group of people including farmers can carry out a creative and productive process of creating new conditions where the results are different from the old ones so that the potential to increase added value. Weak conditions of farmers in terms of capital, skills, knowledge and land tenure make efforts to improve the welfare of farmers increasingly difficult, plus the level of productivity, work creativity, bargaining position and entrepreneurial abilities owned by farmers in managing creative businesses are also relatively low. For this reason, farmers need to get support by utilizing business partners in the use of e-commerce. This effort has been carried out by Sayurbox since 2016 and turned out to make a major contribution to improving farmers' income and welfare by connecting farmers with household or business buyers through a local farmers partnership system. Through this paper, we will study more deeply about the use of e-commerce by Sayurbox along with the problems and obstacles in its development

. 

Katakunci : Entrepreneurship, e-commerce, Sayurbox

  

 

1.    Pendahuluan

Untuk bisa sampai ke tangan konsumen, produk pertanian melewati rantai distribusi yang panjang. Banyaknya mata rantai distribusi yang harus dilalui dari produsen ke konsumen telah menjadi masalah dalam perniagaan produk pertanian. Tingginya harga sayur dan buah di tingkat konsumen kadang tidak bisa dirasakan petani sebagai produsen. Sebab, tengkulak atau pengepul biasanya mendapat jatah margin yang lebih besar. Bahkan pengepul dengan modal yang besar bisa memainkan harga di pasar dengan melakukan proses tunda jual. Kondisi demikian diperparah ketika musim panen raya harga di tingkat produsen atau petani menjadi rendah, pendapatan dari usahatani yang kecil menjadikan biaya produksi memiliki prosentase yang lebih besar daripada kondisi normal ketika tidak panen raya. Fluktuatifnya harga sayur dan buah menjadikan tingkat resiko investasi pada kegiatan onfarm semakin tinggi, inilah yang dapat memicu penurunan kesejahteraan petani sebagai produsen sayur dan buah-buahan.

Melihat dari fenomena tersebut maka pemotongan rantai distribusi bisa menjadi sebuah solusi, dengan cara menghubungkan petani dengan pembeli rumah tangga atau bisnis. Hilangnya rantai distribusi akan meningkatkan pendapatan produsen dan dapat juga menurunkan harga di tingkat konsumen. Kemampuan untuk dapat menjembatani proses ini memerlukan keahlian yang disebut dengan kewirausahaan.

Menurut Thomas W. Zimmerer (2008) entrepreneurship (kewirausahaan) adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi orang setiap hari. Selanjutnya menurut Suryana, (2006) fungsi dan peran entrepreneur dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu secara mikro dan makro. Secara mikro entrepreneur memiliki dua peran, yaitu penemu (innovator) dan perencana (planner). Sebagai penemu entrepreneur menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, seperti produk, teknologi, cara, ide, organisasi dan sebagainya. Sebagai perencana entrepreneur berperan merancang tindakan dan usaha baru, merencanakan strategi usaha yang baru, merencanakan ide-ide dan peluang dalam meraih sukses, menciptakan organisasi perusahaan yang baru dan lain-lain. Secara makro peran entrepreneur adalah menciptakan kemakmuran, pemerataan kekayaan dan kesempatan kerja yang berfungsi  sebagai mesin pertumbuhan perekonomian suatu Negara.

Kemajuan di bidang teknologi, komputer, dan telekomunikasi mendukung perkembangan teknologi internet. Dengan internet pelaku bisnis tidak lagi mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi apapun, untuk menunjang aktivitas bisnisnya. Penggunaan internet dalam bisnis berubah dari fungsi sebagai alat untuk pertukaran informasi secara elektronik menjadi alat untuk aplikasi strategi bisnis, seperti: pemasaran, penjualan, dan pelayanan pelanggan. Pemasaran di internet cenderung menembus berbagai rintangan, batas bangsa, dan tanpa aturan-aturan yang baku. Sedangkan pemasaran konvensional, barang mengalir dalam partai-partai besar, melalui pelabuhan laut, pakai kontainer, distributor, lembaga penjamin, importir, dan lembaga bank. Pemasaran konvensional lebih banyak  yang terlibat dibandingkan pemasaran lewat internet. Menurut Irmawati (2011) pemasaran di internet sama dengan direct marketing, dimana konsumen berhubungan langsung dengan penjual, walaupun penjualnya berada di luar negeri.

Salah satu jenis implementasi teknologi dalam hal meningkatkan persaingan bisnis dan penjualan produk-produk melalui pemanfaatan internet dikenal dengan nama electronic commerce (e-commerce) untuk memasarkan berbagai macam produk atau jasa, baik dalam bentuk fisik maupun digital. Penerapan teknologi e-commerce merupakan salah satu faktor yang penting untuk menunjang keberhasilan penjualan suatu produk secara cepat. Dengan adanya era teknologi yang canggih saat ini para pelanggan yang ingin mengakses e commerce tidak harus berada di suatu tempat, karena hampir di setiap lokasi bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa sudah terjangkau dengan jaringan internet. Akses juga dapat dilakukan dengan meggunakan smartphone tanpa harus menggunakan laptop/notebook.

Peluang inilah yang dimanfaatkan Sayurbox yang didirikan pada tahun 2016 untuk memangkas rantai distribusi melalui pemanfaatan e commerce dalam bentuk aplikasi smartphone dan website. Kewirausahaan dari pendiri Sayurbox ternyata mampu memberikan peningkatan pendapatan produsen sayur dan buah-buahan. Dari penjelasan tersebut penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang pemanfaatan e-commerce oleh Sayurbox beserta permasalahan serta kendala dalam pengembangannya.

 

2.    Landasan Teoritis

2.1.        Kewirausahaan

Kewirausahaan merupakan bagian dari realisasi perilaku produktif, kreatif dan inovatif yang dimiliki  seseorang termasuk petani. Dengan kewirausahaan, seseorang atau sekelompok orang termasuk petani dapat melakukan proses penciptaan keadaan yang baru secara kreatif dan produktif  dimana hasil berbeda dengan yang lama sehingga potensial meningkatkan nilai tambah. Ropke (2004) dalam Dumasari (2014) mengemukakan tiga fungsi kewirausahaan yakni: pertama fungsi rutin untuk pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki dengan penerapan prinsip manajemen, kedua fungsi arbitrase untuk pemanfaatan peluang dengan berani mengambil risiko dan ketiga fungsi inovatif untuk pengadaan beragam inovasi bagi pengembangan usaha yang dikelola. Dengan demikian, makna kewirausahaan merupakan refleksi nyata dari sikap, kognitif dan psikomotorik seseorang dalam memanfaatkan berbagai peluang sekaligus kesempatan untuk memperoleh sesuatu yang berguna secara ekonomis bagi diri beserta lingkungannya.

Menurut Arisena (2016) Dalam menghadapi berbagai tantangan untuk mencapai keberhasilan usahatani perlu dukungan inovasi yang tepat. Salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktivitas usahatani adalah penerapan inovasi teknologi yang sesuai dengan sumberdaya pertanian di suatu tempat (spesifik lokasi). Perlu pula dipahami lingkup inovasi tidak terbatas dalam produk atau proses saja, tetapi meliputi berbagai aspek manajemen seperti inovasi dalam struktur organisasi,  manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia, dan managemen keuangan. Individu-individu yang mempunyai potensi untuk menghasilkan inovasi adalah individu yang menguasai teknik-teknik pengembangan kreativitas. Merencanakan inovasi memerlukan suatu proses, proses inovasi biasanya dimulai dengan pengidentifikasian masalah, perumusan gagasan, konseptualisasi, pengembangan, pengujian, diakhiri dengan peluncuran produk. 

Mengacu pada pemikiran Schumpeter (1961)  maka seseorang yang dapat disebut sebagai wirausaha mempunyai beberapa ciri yakni: pertama, mampu mengidentifikasi  pencapaian sasaran dan tujuan serta mempunyai kepekaan bisnis. Ciri yang kedua dimiliki seorang wirausaha adalah mampu menanggung risiko keuangan dan waktu atas segala keputusan serta tindakan perilaku untuk kepentingan pengelolaan usaha bisnis. Ciri ketiga mampu melakukan tahapan kegiatan perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan. Adapun ciri keempat yakni mampu bekerja keras untuk mencapai keberhasilan usaha dan ciri kelima mampu menjaga  hubungan  baik dengan pelanggan, pedagang, sumber dana dan pihak lainnya. Seorang wirausaha juga perlu memiliki kemampuan melaksanakan evaluasi kelayakan usaha bisnis mikro yang dikelola termasuk analisis untung rugi.

Kasmir (2006) menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha yang merupakan hasil dari adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku kreatif dan inovatif merupakan karakteristik utama dari perilaku kewirausahaan. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara baru dalam menghadapi masalah dan peluang, sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, atau menerapkan solusi kreatif dalam menghadapi permasalahan dan peluang untuk tujuan menciptakan kekayaan bagi individu dan nilai tambah bagi masyarakat

Kao, et.al, (2001).  Kreativitas dan inovasi merupakan hal yang penting dalam mencapai kesuksesan suatu usaha, karena dengan kreativitas dan inovasi suatu usaha dapat mencapai keunggulan kompetitif. Selain itu, inovasi merupakan unsur yang penting untuk meningkatkan kemampuan bertahan, menghadapi persaingan bisnis dan pertumbuhan perusahaan.

2.2.        E-Commerce

Siregar (2010) dalam Imarwati (2011) Electronic Commerce (e-commerce) adalah proses pembelian, penjualan atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan komputer. Ecommerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-commerce juga memerlukan teknologi basis data atau pangkalan data (database), e-surat atau surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-commerce ini.

Menurut Hidayat (2008) dalam Maulana, dkk (2015)  ada beberapa kelebihan yang dimiliki e-commerce dan tidak dimiliki oleh transaksi bisnis yang dilakukan secara offline, beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut ini : 1. Produk: Banyak jenis produk yang bisa dipasarkan dan dijual melalui internet seperti pakain, mobil, sepeda dll. 2. Tempat menjual produk: tempat menjual adalah internet yang berarti harus memiliki domain dan hosting. 3. Cara menerima pesanan: Email, telpon, sms dan lain-lain.  4. Cara pembayaran: Credit card, Paypal, Tunai  5. Metode pengiriman: Menggunakan Pos Indonesia, EMS, atau JNE  6. Customer service: email, Contact us, Telepon, Chat jika tersedia dalam software.

Penggolongan e-commerce pada umumnya dilakukan berdasarkan sifat transaksinya. Menurut Suyanto (2003) dalam Irmawati (2011) tipe-tipe berikut segera bisa dibedakan :

a.    Business to business (B2B), adalah model e-commerce dimana pelaku bisnisnya adalah perusahaan, sehingga  proses transaksi dan interaksinya adalah antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Contoh model ecommerce ini adalah beberapa situs e-banking yang melayani transaksi antar perusahaan.

b.    Business to Consumer (B2C), adalah model e-commerce dimana pelaku bisnisnya melibatkan langsung antara penjual (penyedia jasa e-commerce) dengan individual buyers atau pembeli. Contoh model ecommerce ini adalah airasia.com.

c.     Consumer to Consumer (C2C), adalah model e-commerce dimana perorangan atau individu sebagai penjual berinteraksi dan bertransaksi langsung dengan individu lain sebagai pembeli. Konsep e-commerce jenis ini banyak digunakan dalam situs online auction atau lelang secara online. Contoh portal e-commerce yang menerapkan konsep C2C adalah e-bay.com. 

d.    Consumer to Business (C2B), adalah model e-commerce dimana pelaku bisnis perorangan atau individual melakukan transaksi atau interaksi dengan suatu atau beberapa perusahaan. Jenis e-commerce seperti ini sangat jarang dilakukan di Indonesia. Contoh portal e-commerce yang menerapkan model bisnis seperti ini adalah priceline.com. 

E-commerce yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk dalam golongan Business to Consumer  (B2C), yang mencakup transaksi jual, beli, dan pemasaran kepada individu pembeli dengan media internet melalui penyedia layanan e-commerce. Didalam proses transaksi e-commerce, baik itu B2B maupun B2C, melibatkan lembaga perbankan sebagai institusi yang menangani transfer pembayaran transaksi.

Menurut Shaw (2012) dalam Pradana (2015) e-commerce berarti transaksi paperless di mana inovasi seperti pertukaran data elektronik, surat elektronik, papan buletin elektronik, transfer dana elektronik dan teknologi berbasis jaringan lainnya diterapkan berdasarkan jaringan Umumnya, e-commerce adalah strategi komersial baru mengarah kepada peningkatan kualitas produk dan layanan dan perbaikan di tingkat layanan penyediaan sementara link persyaratan organisasi, pemasok, dan konsumen ke arah mengurangi biaya.

Gambar : commerce shoping online. Sumber : pxhere.com

 

3.    Hasil Kajian

Sektor pertanian merupakan sektor potensial dalam perekonomian  Indonesia. Hal ini karena sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat  penting dalam  penyediaan  lapangan pekerjaan, mengurangi angka kemiskinan, penyedia kebutuhan pokok masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lainnya. Peningkatan pendapatan rumahtangga petani merupakan salah satu tujuan pokok dalam dinamika pembangunan nasional yang berkelanjutan. Hal ini menjadi suatu yang penting diperhatikan karena mengingat tekanan ancaman kemiskinan pada masyarakat petani khususnya di pedesaan masih relatif tinggi.  Persoalan kemiskinan pada petani bukan hanya dikarenakan tekanan dominan dari faktor ekonomi sehubungan dengan keterbatasan modal produksi.  Akan tetapi, faktor lain yang justru lebih berpengaruh ialah jaminan harga produk-produk pertanian khususnya buah dan sayur yang dihasilkan dari usahatani.

Kondisi petani yang lemah dalam segi modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan menjadikan upaya mensejahterakan petani semakin sulit, ditambah tingkat produktivitas, kreativitas kerja, posisi tawar dan  kemampuan kewirausahaan yang dimiliki petani dalam mengelola bisnis kreatif juga tergolong rendah.  Semangat dan kemampuan petani yang relatif lemah dalam kewirausahaan menjadi salah satu faktor sosial ekonomi yang menghambat pengembangan potensi diri dalam mengelola bisnis produktif. Pengelolaan usahatani lamban hingga sulit memperoleh pendapatan yang layak.

Dilain sisi petani dihadapkan pada banyaknya rantai distribusi yang harus dilalui untuk menjual hasil pertanian hingga sampai di tangan konsumen. Margin pendapatan yang besar malah terkadang berada di tingkat tengkulak atau pengepul. Berbicara tentang pertanian memang sangat terpengaruh dengan produksi, faktor produksi yang diperlukan, harga diatur/ditetapkan dan cara pemasarannya. Ketika empat faktor tersebut terpenuhi dengan baik maka pendapatan petani akan memiliki margin yang lebih besar. Pada prinsipnya setiap petani memiliki potensi diri untuk mengembangkan semangat dan kemampuan kewirausahaan.  Hanya saja hal ini perlu didukung pihak internal (kesadaran, kemauan dan kompetensi pribadi) bersama pihak eksternal yang dalam hal ini adalah mitra kerja bisnis dan konsumen.

Petani merupakan pelaku yang memiliki peranan sentral terutama terkait dengan posisi dan perannya dalam memproduksi produk sayuran dan buah-buahan.  Pola dagang umum antara petani sayuran dengan pedagang umumnya dilakukan melalui kesepakatan informal yang bersifat fleksibel. Ada empat sistem pembelian, yaitu tebasan, ijon, tunai, dan tempo. Harga ditentukan berdasarkan kesepakatan atau tawar menawar, di mana posisi pedagang dan pengepul lebih dominan  dibandingkan petani. Cara pembayaran  ke petani dan antar pedagang umumnya dilakukan setelah penyerahan barang. Pada kebanyakan kasus pelemahan kemampuan tawar petani adalah sebagian besar petani telah terikat dengan pedagang atau pengepul melalui bentuk ikatan hutang-piutang untuk membeli sarana produksi. Petani berhutang pada pedagang dalam bentuk uang tunai, dan akan dibayar dari hasil panen. Pembayaran oleh pedagang kepada petani dilakukan setelah pedagang yang bersangkutan menerima pembayaran dari pedagang di atasnya.

Proses pola dagang yang dilakukan melalui kesepakatan informal tersebut menjadikan dorongan berwirausaha petani semakin rendah. Maka perlu pihak eksternal yang benar-benar memiliki komitmen untuk meningkatkan nilai tawar petani terhadap hasil produk usahataninya. Pada dasarnya kewirausahaan merupakan bagian dari realisasi perilaku produktif, kreatif dan inovatif yang dimiliki  seseorang termasuk petani. Dengan kewirausahaan, seseorang atau sekelompok orang termasuk petani dapat melakukan proses penciptaan keadaan yang baru secara kreatif dan produktif  dimana hasil berbeda dengan yang lama sehingga potensial meningkatkan nilai tambah.

Upaya tersebut perlu melihat kondisi nyata struktur agribisnis sayuran dan buah-buahan. Struktur agribisnis sayuran yang berkembang saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal atau tersekat-sekat. Struktur agribisnis demikian kurang memiliki daya saing, karena lima faktor utama yaitu: Pertama, tidak  ada keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan   agribisnis dengan kegiatan lainnya karena masing-masing pelaku agrobisnis mengambil keputusan sendiri-sendiri dalam menjalankan usahanya, konsekuensinya adalah dinamika pasar tidak selalu dapat direspon  secara efektif karena tidak adanya koordinasi. Kedua, terbentuknya margin ganda menyebabkan ongkos produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga sistem agrobisnis berjalan tidak efisien dalam memenuhi  kebutuhan pasar, margin ganda tersebut  dapat bersumber dari rantai pemasaran yang panjang dan transmisi harga/informasi pasar yang tidak sempurna kepada petani. Ketiga, tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dengan pelaku agribisnis lainnya, sehingga petani sulit mendapatkan harga pasar yang wajar dan sebagian besar nilai tambah tidak dapat dinikmati oleh petani, konsekuensinya adalah petani sulit melakukan pemeliharaan tanaman budidayanya dalam hal pemupukan dan pembelian obat-obatan, kesulitan modal dan kesulitan memenuhi tuntutan permintaan atau preferensi konsumen yang terus berubah. Keempat, pasar lokal bagi barang-barang yang mudah rusak dan bernilai tinggi cenderung sangat terbatas dan karena itu sangat tidak  stabil, padahal produk seperti buah dan sayuran yang bisa jadi cocok untuk diproduksi oleh petani kecil harganya tidak dapat diprediksi. Harga komoditas tersebut dapat jatuh sewaktu-waktu secara drastis jika beberapa petani memasarkan hasil panen secara bersamaan.Kelima, pasar internasional yang menjanjikan harga lebih baik dari pasar lokal, sulit diakses oleh petani kecil kecuali ada saluran yang khusus dibangun.

Perkembangan teknologi informasi dengan adanya internet menjadikan semakin mudahnya seseorang untuk mencari dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Dengan internet pelaku bisnis tidak lagi mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi apapun, untuk menunjang aktivitas bisnisnya. Penggunaan internet dalam bisnis berubah dari fungsi sebagai alat untuk pertukaran informasi secara elektronik menjadi alat untuk aplikasi strategi bisnis, seperti: pemasaran, penjualan, dan pelayanan pelanggan. Pemasaran di internet cenderung menembus berbagai rintangan, batas bangsa, dan tanpa aturan-aturan yang baku. Hampir semua orang tidak bisa lepas dari internet dalam kegiatan sehari-harinya. Akses internet yang sekarang semakin mudah didukung dengan sinyal 4 G tersedia sampai ke pelosok-pelosok desa dengan berbagai macam pilihan provider mendukung aktivitas dalam kegiatan sehari-hari baik untuk mencari informasi, hiburan, belanja bahkan bekerja melalui smartphone. Peluang inilah yang perlu untuk dimanfaatkan melalui pembangunan saluran khusus yang membantu pemasaran produk petani. Tentu saja usaha ini memerlukan orang dengan jiwa kewirausahaan yang mampu menangkap peluang-peluang di masa depan dengan inovasi.

Sebelumnya telah disampaikan bahwa tidak semua petani memiliki jiwa kewirausahaan karena kebanyakan petani lemah dalam segi modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan. Untuk itu petani perlu mendapatkan dukungan dengan memanfaatkan mitrakerja bisnis dalam penjualan produk-produk melalui pemanfaatan internet, yang dikenal dengan nama electronic commerce (e-commerce). Upaya ini telah di jalankan oleh Sayurbox sejak tahun 2016 dan ternyata memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Start Up ini ingin mendobrak paradigma panjangnya rantai distribusi dalam pemasaran produk pertanian dengan cara menghubungkan petani dengan pembeli rumah tangga atau bisnis. Pola dagang umum antara petani sayuran dengan tengkulak yang dilakukan melalui kesepakatan informal yang bersifat fleksibel menjadikan keuntungan yang didapatkan tengkulak bisa melebihi keuntungan petani sendiri. Selain itu ternyata tengkulak kerap menghambat informasi dan data bagi para petani untuk berkembang. Padahal, informasi pasar akan sangat berguna bagi kesejahteraan petani. Informasi pasar ini akan membuat petani menanam jenis sayuran sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga pendapatannya lebih besar.

Pada awalnya Sayurbox mencoba penjualan melalui media sosial, berkembang jadi website, lalu pindah menjadi aplikasi. Tujuan Start up ini adalah membentuk ekosistem antara petani dan konsumen secara langsung  dengan mengajak petani untuk menjual langsung produk mereka kepada konsumen. Sehingga, pendapatan para produsen bisa meningkat yang berdampak kepada kehidupan yang lebih baik. Menurut Reily (2019) kapasitas volume transaksi harian Sayurbox bisa mencapai sekitar 10 ton per hari dengan jangkauan operasional di kota-kota besar di Pulau Jawa, yaitu Bandung, Surabaya, dan Jakarta.

Sistem pemesanan Sayurbox adalah pemesanan di depan (pre-order), sehingga meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang. Setelah konsumen memesan, Sayurbox akan melakukan agregasi jumlah pesanan konsumen dan menginformasikan kepada petani mitra tentang jumlah bahan segar yang harus dipanen. Bahan segar yang baru dipanen kemudian dikirimkan ke hub Sayurbox untuk segera dikemas dan diantarkan kepada konsumen sesuai dengan pesanan. Menurut situs resminya https://www.sayurbox.com, proses pembelian di Sayurbox adalah sebagai berikut : pertama konsumen memesan produk sayur dan buah di aplikasi ponsel. Kedua, petani menerima pesanan konsumen 2 hari sebelum panen sehingga tak ada produk yang terbuang (hanya memanen sejumlah pesanan konsumen). Ketiga, hasil panen diperiksa oleh tim uji mutu dan dikirim ke konsumen dalam waktu 24 jam setelah dipanen.

Sistem yang dipakai Sayurbox adalah sistem kemitraan petani lokal untuk menjual hasil panennya. Seluruh petani dan pekebun mitra Sayurbox dapat kita kenal melalui laman daring resmi Sayurbox. Lebih jauh lagi, Sayurbox dan petani serta pekebun mitra siap memfasilitasi konsumen yang ingin datang langsung ke lahan untuk melihat proses bertanam. Inovasi ini selain bermanfaat untuk menjamin petani menerima penghasilan yang lebih baik karena bisa berhubungan langsung dengan konsumen, juga sangat penting untuk meningkatkan minat masyarakat terutama anak-anak dan kaum muda, untuk terjun ke dunia pertanian dan perkebunan.

Tantangan terbesar untuk mengembangkan layanan ini adalah meyakinkan petani untuk ikut dalam ekosistem Sayurbox. Selain sistem pengepul sudah mengakar sejak lama, kendala lainnya juga karena kesulitan petani dalam menggunakan teknologi dalam transaksi jual beli. Apalagi, tidak semua petani memiliki smartphone. Oleh karena itu, Sayurbox pun mengambil jalur insentif alternatif, seperti dengan mengedukasi konsumen untuk membeli langsung produk dari petani. Kendala lainnya adalah tidak semua petani bisa menjadi mitra dari Sayurbox karena ketatnya persyaratan kualitas yang harus dipenuhi.

Menurut Mayanty (2019) di tingkat petani tantangan yang dihadapi adalah : pertama, sayur dan buah yang diminati oleh orang-orang perkotaan yang menggunakan aplikasi Sayurbox umumnya adalah sayur dan buah yang memerlukan waktu pertumbuhan yang cukup lama seperti sayur brokoli yang membutuhkan masa panen 4–5 bulan. Waktu itu cukup lama untuk memenuhi permintaan konsumen, dan permintaan setiap konsumen akan sayur dan buah juga berbeda. Apabila petani menanam jenis sayur dan buah yang diinginkan oleh beberapa konsumen, petani akan kesulitan dimana tidak semua sayur dan buah tersebut akan dipanen karena hanya beberapa konsumen yang ingin membelinya. Kedua, konsumen tidak tertarik dengan sayur dan buah yang disediakan di platform sayurbox karena kurang bervariasi, padahal setiap musim pertumbuhan setiap sayur dan buah berbeda-beda hal itu tentu mempengaruhi jenis sayur dan buah yang dijual. Ketiga, banyak kendala yang akan dihadapi petani yang menanam tumbuhan organik seperti gagal panen disebabkan adanya serangan hama yang susah untuk diberantas jika tidak menggunakan pestisida kimia.

 

4.    Kesimpulan

Tingginya harga sayur dan buah di tingkat konsumen kadang tidak bisa dirasakan petani sebagai produsen. Sebab, tengkulak atau pengepul biasanya mendapat jatah margin yang lebih besar. Pola dagang umum antara petani sayuran dengan tengkulak yang dilakukan melalui kesepakatan informal yang bersifat fleksibel menjadikan keuntungan yang didapatkan tengkulak bisa melebihi keuntungan petani sendiri. Selain itu ternyata tengkulak kerap menghambat informasi dan data bagi para petani untuk berkembang. Padahal, informasi pasar akan sangat berguna bagi kesejahteraan petani. Kondisi tersebut merupakan bentuk struktur agribisnis sayuran yang berkembang saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal atau tersekat-sekat.

Persoalan kemiskinan pada petani bukan hanya dikarenakan tekanan dominan dari faktor ekonomi sehubungan dengan keterbatasan modal produksi.  Akan tetapi, faktor lain yang justru lebih berpengaruh ialah jaminan harga produk-produk pertanian khususnya buah dan sayur yang dihasilkan dari usahatani. Oleh sebab itu perlu ada satu inovasi dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan penjualan produk buah dan sayur yang dihasilkan petani. Salah satu jenis implementasi teknologi dalam hal meningkatkan persaingan bisnis dan penjualan produk-produk melalui pemanfaatan internet dikenal dengan nama electronic commerce (e-commerce) untuk memasarkan berbagai macam produk atau jasa, baik dalam bentuk fisik maupun digital.

Tidak semua petani memiliki jiwa kewirausahaan karena kebanyakan petani lemah dalam segi modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan. Untuk itu petani perlu mendapatkan dukungan dengan memanfaatkan mitrakerja bisnis dalam pemanfaatan e-commerce. Upaya ini telah di jalankan oleh Sayurbox sejak tahun 2016 dan ternyata memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dengan cara menghubungkan petani dengan pembeli rumah tangga atau bisnis melalui sistem kemitraan petani lokal. Hilangnya rantai distribusi akan meningkatkan pendapatan produsen dan dapat juga menurunkan harga di tingkat konsumen.

Kendala yang dihadapi adalah meyakinkan petani untuk ikut dalam ekosistem Sayurbox dan pada tingkat petani yaitu : pertama, apabila petani menanam jenis sayur dan buah yang diinginkan oleh beberapa konsumen, petani akan kesulitan dimana tidak semua sayur dan buah tersebut akan dipanen karena hanya beberapa konsumen yang ingin membelinya. Kedua, konsumen tidak tertarik dengan sayur dan buah yang disediakan di platform sayurbox karena kurang bervariasi. Ketiga banyak kendala yang akan dihadapi petani yang menanam tumbuhan organik seperti gagal panen disebabkan adanya serangan hama yang susah untuk diberantas jika tidak menggunakan pestisida kimia.

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

Arisena, Gede Mekse Korri. 2016. Konsep Kewirausahaan Pada Petani Melalui Pendekatan Structural Equation Model (SEM). E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol 5 No.1

Dumasari. 2014. Kewirausahaan Petani Dalam Pengelolaan Bisnis Mikro Di Pedesaan. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. Vol 3 No 3 Hal 196-202

Irmawati, Dewi. 2011. Pemanfaatan E-Commerce Dalam Dunia Bisnis. Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis Edisi Ke VI. Hal 95-112.

Kao, Raymond, et al. 2002. Entrepreneurism. Imperial College Press. London.

Kasmir. 2006. Kewirausahaan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Laudon, Kenneth C. & Laudon, Jane P. 1998. Management Information Systems - New Approaches to Organization & Technology. 5th edition, New Jersey: Prentice Hall.

Maulana, Shabur Miftah, dkk. 2015. Implementasi E-Commerce Sebagai Media Penjualan Online : Studi Kasus Pada Toko Pastbrik Kota Malang. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol 29 No 1 Hal 1-9.

Mayanty, Ruth. 2019. Sayurbox Hadirkan Layanan Pembelian Sayuran dan Buah Organik Langsung dari Petani. Tersedia di : https://medium.com/@ruthmayanty19/sayurbox-hadirkan-layanan-pembelian-sayuran-dan-buah-organik-langsung-dari-petani-ea41c95e8682 . Diakses tanggal 9-12-2019.

Pradana, Mahir. 2015. Klasifikasi Bisnis E-Commerce Di Indonesia. Modus Vol 27 (2). Hal 163-174.

Reily, Michael. 2019. Sayurbox, E-Commerce Produk Segar yang Bantu Petani. Tersedia di : https://katadata.co.id/berita/2019/03/13/sayurbox-startup-pertanian-yang-bantu-tingkatkan-pendapatan-petani. Diakses tanggal 9-12-2019.

Schumpeter, Joseph Alois. 1961.  The  Theory of Economic Development: an Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest and the Business Cycle.  Oxford University Press.  New York.

Suryana. 2008.  Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat Dan Proses Menuju Sukses, Edisi Tiga. Jakarta: Salemba Empat

Zimmerer, Thomas W dan Norman M. Scarborough. 2008. Kewirausahaan Dan  Manajemen Usaha Kecil Edisi 5 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon