TEKNIK KONSERVASI LAHAN KERING

6:50 PM

Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan hanya mengandalkan dari curah hujan atau menunggu hujan. Lahan kering mempunyai kondisi agroekosistem yang beragam, pada umumnya berlereng dan dengan kondisi kemantapan lahan yang labil (peka terhadap erosi) terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah.

Lahan kering di Indonesia cukup luas, bahkan lebih luas dibandingkan dengan lahan sawah yang selalu mendapatkan aliran air dari saluran irigasi. Dengan demikian bias dikatakan lahan kering sebenarnya memiliki potensi pengembangan untuk meningkatkan produksi pangan jika bias dikelala secara produktif. Untuk itu diperlukan beberapa tindakan yang bias meningkatkan produktivitas lahan kering dengan memperhatikan aspek konservatif dan berorientasi pada produksi secara terus menerus atau berkelanjutan. 

Lahan kering itu sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, di Provisni Jawa Tengah terdapat beberapa jenis antara lain (1) Tanah vulkanis, yaitu jenis andosol yang terkenal sangat subur, cocok untuk pertanian holtikultura, (2) Tanah alluvial, terdapat di bagian utara (pantura). Tanah alluvial yang terdapat di beberapa daerah di Jawa Tengah bagian tengah merupakan tanah endapan hasil erosi tanah andosol yang subur. Tanah ini cocok untuk pertanian padi dan palawija, (3) Tanah humus terdapat di bagian selatan Jawa Tengah yang cocok untuk lahan pertanian.

Dalam mengelola lahan kering Teknik konservasi tanah berperan penting dalam meningkatkan produktivitas lahan, memperbaiki sifat lahan yang rusak dan upaya-upaya pencegahan kerusakan tanah akibat erosi. Konservasi tanah meliputi keseluruhan sumberdaya lahan yang merangkum kelestarian tanah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk dan mendukung keseimbangan ekosistem. Teknik konservasi dapat dilakukan dalam 3 jenis yaitu :

  1. Teknik konservasi tanah secara mekanik adalah upaya menciptakan fisik lahan atau bidang lahan pertanian, sehingga sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air. Teknik ini meliputi pembuatan teras (bangku, individu,kredit), guludan dan pematang serah kontur. Untuk meningkatkan pemanenan air (water harvesting) dibuatkan bangunan resapan air, embung dan rorak. Teras bangku telah lama dikenal dan dipraktekkan petani di Indonesia. Meskipun biaya pembuatan teras bangku lebih mahal dibandingkan teras gulud, namun dari kemampuannya (menekan air aliran permukaan, menahan genangan air dan memfasilitasi perkolasi) lebih baik dibandingkan dengan teras gulud.  
  2. Teknik konservasi tanah secara vegetative, adalah penggunaan tanaman maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, menghambat laju aliran limpas permukaan (run off), meningkatkan kadar lengas tanah, serta memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
  3. Teknik konservasi tanah secara kimiawi, adalah penggunaan bahan kimia, baik organik maupun anorganik yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dalam menekan laju erosi. Teknik ini jarang digunakan karena tergolong mahal dan hasilnya hampir sama dengan penggunaan bahan-bahan alami. Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah bahan pembenah tanah (soil conditioner).

Sistem usahatani yang diintroduksi ke lahan kering haruslah teknologi yang mampu mengendalikan erosi, mudah dilaksanakan, murah dan dapat diterima oleh petani. Salah satu teknologi yang tersedia adalah system pertanaman Lorong atau Alleycropping. Alley cropping merupakan salah satu system agroforestry yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan diantara Lorong-lorong yang dibentuk oleh pagar tanaman pohonan atau semak. Tanaman pagar dipangkas secara periodik selama pertanaman untuk menghindari naungan dan mengurangi kompetisi hara dengan tanaman pangan/ semusim. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa system ini sangat efektif mengendalikan erosi. Alley cropping dapat menurunkan erosi sebanyak 69% yang terdiri atas 48% disebabkan oleh pengaruh penutupan yanah oleh mulsa, 8% disebabkan oleh perubahan profil tanah dan 4 % oleh penanaman secara kontur. Di Indonesia sistem ini sudah diyakini efektif mengendalikan erosi, dapat meningkatkan produktivitas, tanah dan tanaman serta dapat diadopsi oleh petani di lahan kering. Efektivitas pengendalian erosi dengan Alley cropping dapat mencapai >95% disbanding apabila tidak menggunakan Alley cropping. Efektivitas pengendalian erosi tersebut  tergantung kepada jenis tanaman pagar yang digunakan, jarak antara tanaman pagar dan kemiringan lahan.

Alley cropping dapat menahan kehilangan tanah 93% dan air 83% dibandingkan dengan pertanaman tunggal semusim. Efektivitas pengendalian erosi ini selain karena hal yang telah disebutkan diatas, juga karena terbentuknya teras secara alami dan perlahan-lahan setinggi 25-30cm pada dasar tanaman pagar. Rendahnya erosi disebabkan oleh hasil pangkasan yang sukar melapuk yang berfungsi sebagai mulsa, sehingga tanah terlindungi dari air hujan dan pemadatan tanah karena ulah pekerja selama operasi di lapangan. Barisan tanaman pagar menurunkan kecepatan aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan pada air untuk berinfoltrasi. Selanjutnya tanaman pagar menyebabkan air tanah selalu berkurang untuk pertumbuhannya selama musim kemarau sehingga sistem ini menyerap lebih banyak air hujan ke dalam tanah dan akhirnya menurunkan erosi.

Selain efektif mengendalikan erosi, Alley cropping juga dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Sistem ini dapat memperbaiki sifat fisik tanah yaitu menurunkan BD dan meningkatkan konduktivitas hidraulik tanah. Hasil penelitian tentang sifat-sifat tanah dan air di bawah Alley cropping pada tanah oxilos miring menunjukkan bahwa pada umumnya sifat-sifat tanah tidak dipengaruhi oleh jenis legume/tanaman pagar, tetapi lebih dipengaruhi posisi dalam Lorong. Lebih dekat pada barisan tanaman pagar, mempengaruhi distribusi air. Air tersedia pada kedalaman 10-15cm adalah 0,16;0,13 dan 0,8 m3 masing masing pada bagian bawah tengah dan atas dari Lorong. Transmivitas air menurun dari 0,49 mm/detik pada bagian bawah menjadi 0,12 mm/detik pada bagian atas dari Lorong. Kandungan air tanah dan tekanan air tanah menurun pada bagian Lorong yang dekat pada tanaman pagar. Hal ini akan menyebabkan kompetisi air antara tanaman pagar dengan tanaman pada Lorong.

Tanaman yang digunakan untuk tanaman pagar adalah lamtoro (Leucaena leucephala), Gliricida (Gliricida sepium), kaliandra (Caliandra calothyrsus) atau Flemingia. Lamtoro lebih sesuai pada tanah yang pHnya 5,8 – 7,5 dan kurang baik tumbuhnya apabila tanah sangat masam (pH4 – 5,5). Selain itu lamtoro pernah terserang kutu loncat (Heteropsilla cubana) pada trahun delapan puluhan sehingga hamper musnah. Setelah itu ada pengembangan jenis lamtoro yang bertahan hidup walaupun diserang kutu loncat. Gliricida mempunyai daya toleransi yang lebih tinggi terhadap kemasaman tanah, tahan pangkasan dan cepat kembali bertunan sesudah di pangkas. Kaliandra mempunyai daya adaptasi yang cukupo luas tetapi kalah popular dibandingkan dengan Gliricida.  

Dalam Alley cropping, tanaman pangan (semusim) sebagai tanaman utama ditanam pada bidang olah di Lorong-lorong (Alley) antara barisan-barisan tanaman pagar (hedgerow crops) dari semak berkayu atau pohon legume, yang secara berkala dipangkas untuk mengurangi nauangan dan sebagai sumber bahan organic. Tanaman semak atau pohon yang ditanam sebagai pagar tersebut tetap mempunyai fungsi seperti pada sistem bera dengan semak belukar (bush fallow system), yaitu mendaur ulang unsur hara, sumber mulsa dan pupuk hijau, menekan pertumbuhan gulma dan mengendalikan erosi.

Penggunaan bahan organik dapat mengendalikan erosi tanah, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dan meningkatkan produksi tanaman. Sumber pupuk organiak dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman dan limbah, misalnya : pupuk kandang, hijauan tanaman, rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman dan limbah agroindustri. Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan sfat menahan air yang lebih besar dari pada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro yang rendah, tetapi mengandung hara mikro yang cukup dan diperlukan oleh tanaman, sebagai bahan pembenah tanah poupuk organik dapat mencegah erosi, mencegah pergerakan permukaan tanah (crusting) dan retakan tanah, serta mempertahankan kelengasan tanah.

Karakteristik umum yang dimiliki oleh pupuk organik antara lain kandungan hara rendah dan ketersediaan unsur hara lambat. Dengan kandungan hara yang rendah ini pupuk organik dapat diterakkan pada berbagai jenis tanah, sedangkan nadanya ketersediaan unsur hara yang lambat maka bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah guna dirubah dari bentuk organiak kompleks yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang dapat diabsorpsi oleh tanaman. Oleh karena itu penggunaan pupuk organik sebaiknya harus diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat tersedia untuk menutupi kekurangan hara dari pupuk organik.

Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting dari budidaya hewan pelihraan baik ungags maupun nonunggas, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.

Kandungan unsur hara pupuk kandang akan berbeda dengan berbedanya jenis dan wujud bahan pupuk kandang. Pemupukan yang dianjurkan pada budidaya tanaman jagung di lahan kering, untuk pupuk organik (pupuk kandang/kompos) 20 ton/ Ha. Sedangkan untuk pupuk an organik : Urea 300 Kg/Ha, TSP 100Kg/Ha, KCL 50 Kg/Ha. Pupuk dasar diberikan sebelum tanam atau bersamaan tanam sejumlah 20 ton/ Ha pupuk organik, 100 Kg/Ha urea, 100 Kg/Ha TSP, dan 50 Kg/Ha KCL dengan membuat larikan atau ditugalkan kemudian ditutup kembali dengan tanah dengan jarak 10 cm dari garis tanam/lubang tanam. Pupuk susulan diberikan 3 minggu setelah tanam berupa Urea 100 Kg/Ha, diteruskan pupuk susulan kedua pada tanaman berumur 5 minggu sejumlah 100 Kg/Ha Urea.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon