BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Itik berperan sebagai penghasil
telur dan daging. Sebanyak 19,35% dari 793.800 ton kebutuhan telur di Indonesia
diperoleh dari telur itik. Perannya sebagai penghasil daging masih rendah yaitu
hanya 0,94% dari 1.450.700 ton kebutuhan daging nasional (Ditjennak, 2001).
Tingkat produktivitas itik lokal Indonesia baik telur maupun daging masih
rendah dan masih berpeluang untuk ditingkatkan.
Rendahnya produksi telur tersebut
sebagian disebabkan oleh pakan yang tidak memadai. Nyatanya produksi telur itik
gembala tersebut dapat ditingkatkan dari 38,3% menjadi 48,9% dengan memberi
pakan tambahan (Setioko et al., 1992; Setioko et al., 1994).
Tingkat produktivitas itik petelur terkurung lebih tinggi dari produktivitas
itik gembala karena mutu pakan yang diberikan lebih baik.
Pakan berperan sangat penting
dalam usaha peternakan itik. Porsi biaya pakan terhadap total biaya produksi
itik Mandalung umur 7 minggu adalah 69%. Dengan rataan biaya pakan sebanyak
lebih 70% dari total biaya produksi maka jelas bahwa kecermatan dalam
pengelolaan pakan akan sangat menentukan keberhasilan dan efisiensi usaha peternakan
itik tersebut. Efisiensi penggunaan pakan itik petelur yang biasa diukur dengan
FCR masih sangat buruk yaitu berkisar antara 3,2 – 5,0 dibandingkan dengan ayam
ras petelur yang hanya 2,4 – 2,6 selama setahun produksi (HY− Line
International, 1986). Begitu pula FCR itik pedaging/itik jantan yang digemukkan
juga masih sangat buruk yaitu 3,2 – 5,0 jika dibandingkan dengan FCR ayam ras
pedaging yang hanya 2,1 – 2,2 pada umur yang sama 8 minggu (Indian River
International, 1988). Oleh karena itu perlu diketahui mengenai kebutuhan
nutrisi setiap fase untuk itik petelur maupun pedaging.
BAB II
PEMBAHASAN
Pakan merupakan
kebutuhan pokok dalam usaha pemeliharaan ternak itik. Biaya untuk ransum
menempati presentase terbesar dibandingkan dengan biaya lainnya. Oleh karena
itu pengetahuan dan keterampilan dalam penyediaan dan penyusunan ransum yang
baik sangat diperlukan oleh peternak.
Pada prinsipnya fungsi
makanan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, membentuk sel-sel dan
jaringan tubuh, serta menggantikan bagian-bagian yang rusak. Selanjutnya
makanan untuk kebutuhan berproduksi.
A. Gizi
Yang dimaksud dengan gizi adalah zat-zat yang terkandung dalam
ransum ternak yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.
Karbohidrat, lemak dan protein akan membentuk energi sebagai hasil pembakaran. Karbohidrat
adalah sumber tenaga dan energi yang dipakai dalam setiap aktivitas di dalam
tubuh dan gerak itik. Sumber karbohidrat antara lain terdapat dalam jagung,
beras, sorgum dan dedak padi. Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga serta
mengandung vitamin A, D, E dan K. Kelebihan karbohidrat ditimbun di bawah kulit
tubuh sebagai lemak. Jadi kekurangan lemak bisa diisi oleh karbohidrat. Tetapi
lemak yang berlebihan dapat menyebabkan terganggunya saluran reproduksi. Adapun
sumber bahan ransum yang mengandung lemak adalah jagung, kedelai dan minyak
ikan.
Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, mengganti jaringan-jaringan
yang rusak serta berproduksi. Kebutuhan protein kasar tergantung pada
fase hidup itik. Selain persentase total kandungan protein di dalam makanan,
perlu juga diperhatikan keseimbangan asam amino yang membentuk protein
tersebut. Untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut, penyusunan ransum
dianjurkan terdiri dari berbagai macam bahan baku. Dengan demikian kekurangan
suatu asam amino dapat ditutupi oleh asam amino yang diperoleh dari bahan baku
lainnya. Berdasarkan sumbernya, protein dapat digolongkan menjadi dua yaitu
protein yang berasal dari hewan dan protein yang berasal dari tanaman. Mineral
merupakan zat pembangun pertumbuhan dan produksi. Kebutuhan mineral relatif sedikit tetapi
kekurangan mineral dapat mengakibatkan efek yang tidak menguntungkan pada
ternak itik. Sumber mineral adalah dari makanan hijauan dan dari hewan. Vitamin sangat dibutuhkan dalam metobolisme kalsium
dan fosfor yang berfungsi sebagai pembentukan tulang dan kulit telur.
Energi adalah hasil dari proses metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak didalam tubuh dengan satuan pengukur kalori. Energi diperlukan untuk
semua kegiatan fisiologis dan produksi itik termasuk aktivitas pernapasan,
sirkulasi darah, pencernaaan makanan dan sebagainya. Karbohidrat dan lemak
merupakan bahan makanan sumber energi yang praktis dan efisien. Untuk
melengkapi ransum makanan dibutuhkan vitamin, mineral dan antibiotik yang bermanfaat
untuk mempercepat pertumbuhan, mempertahankan atau meningakatkan produksi dan
menjaga kesehatan ternak itik. Feed suplement bisa hanya berbentuk vitamin,
mineral atau campuran antara antiobitik dan vitamin atau juga campuran dari
vitamin, antibiotik dan mineral. Cara pemberian feed suplement mengikuti aturan
dari pabrik pembuatnya.
B.
Kebutuhan Nutrien Itik Petelur
Telah banyak dilakukan penelitian tentang kebutuhan
protein dan energi pada itik petelur lokal. Dari hasil-hasil penelitian
tersebut, Sinurat (2000) menyusun rekomendasi kebutuhan gizi itik petelur pada
berbagai umur. Berikut ini adalah table kebutuhan nutrien itik petelur pada
berbagai umur menurut Sinurat (2000).
tabel kebutuhan gizi itik petelur |
Rekomendasi yang tersedia saat ini dikelompokkan
berdasarkan umur yaitu: pakan starter untuk itik berumur 0 – 8 minggu, pakan
grower untuk itik berumur 9 – 20 minggu, dan pakan petelur untuk itik berumur
lebih dari 20 minggu. Pada table dibawah ini dilaporkan mengenai kebutuhan
asama amino pada dua tingkat energy pakan.
tabel kebutuhan asam amino |
Contoh lain adalah Mahmudi (2001) yang memberikan
pakan starter ayam untuk itik petelur umur 1-7 hari. Kemudian itik umur 1-3
minggu diberi pakan dengan campuran 75% dedak halus, bekatul, menir, limbah
roti atau beras rusak dan ditambah 25% pakan konsentrat. Setelah umur 4 minggu
atau lebih, rasio campuran dari bahan diatas dirubah sesuai dengan umur itik
dengan ketentuan: protein dan energy diturunkan pada fase pertumbuhan dan
dinaikkan kembali pada fase bertelur. Tidak dilaporkan informasi tentang rasio
campuran pakan untuk berbagai umur itik tersebut. Yusin, peternak itik petelur
di Cirebon menggunakan dedak, menir dan ikan petek/rucah basah sebagai pakan
utama untuk itiknya. Ikan petek pada musim panen banyak tersedia dengan harga
bersaing di Cirebon. Ikan ini dicincang dalam bentuk segar lalu diberikan pada
itik. Total pakan sebanyak 18 kg tersebut diatas diberikan untuk 90 ekor itik
petelur/hari. Hasil analisa proksimat sampel pakan tersebut dalam bentuk kering
di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan protein kasar sebanyak 14,66%, energy
kasar 4015 kkal/kg (atau setara dengan 2911 Kkal EM/kg), serat kasar 8,85%, Ca
0,31% dan P 1,12% (Ketaren dan Prasetyo,
2000). Jika dibandingkan dengan rekomendasi kebutuhan gizi untuk itik petelur seperti
tertera pada Tabel 1 diatas maka hasil analisa proksimat sampel pakan peternak
Cirebon diatas ternyata kandungan protein kasar dan Ca masih jauh lebih rendah
dari rekomendasi atau dengan kata lain harus ditingkatkan kadarnya, misalnya
dengan menambah jumlah ikan petek dan kulit kerang atau kapur ke dalam pakan.
tabel contoh formula pakan itik petelur |
C.Kebutuhan Gizi
Itik Pedaging
Informasi kebutuhan gizi untuk itik pedaging di Indonesia
belum tersedia karena itik pedaging juga belum umum diternakkan (Ketaren,
2001c). Walaupun demikian beberapa tahun terakhir ini peternak mulai
menggemukkan itik pejantan dan itik Mandalung (= Mule duck: hasil
persilangan antara entok dengan itik) selama 2 bulan dan kemudian dijual sebagai
itik potong.
1.
Kebutuhan Gizi Itik Pekin
tabel kebutuhan gizi itik pekin |
Kebutuhan gizi untuk itik pedaging diatas yang dikutip
dari rekomendasi NRC (1994) dapat digunakan sebagai acuan. Dari Tabel 4 ternyata
kebutuhan protein kasar untuk itik Pekin umur 0 − 2 minggu lebih tinggi dari rekomendasi
kebutuhan protein untuk itik petelur seperti tertera pada Tabel 1 yaitu
masing-masing 22% untuk itik Pekin dan 17-20% untuk itik petelur. Pada Tabel 4,
kebutuhan gizi untuk itik Pekin dikelompokkan menjadi starter umur 0-2 minggu,
grower 2 − 7 minggu dan itik bibit. Pada umur 7 minggu itik Pekin diharapkan
sudah mencapai bobot badan 2,10 kg (Chen, 1996). Itik Pekin mulai di ternakkan
di Indonesia baik sebagai penghasil bibit maupun penghasil daging. Saat ini untuk
memenuhi permintaan konsumen, karkas itik Pekin masih diimpor dari luar negeri.
Daging itik Pekin sudah umum disajikan oleh restoran atau hotel-hotel di kota
besar seperti Jakarta. Daging itik jantan atau itik afkir banyak disediakan
oleh rumah makan yang lebih kecil. Contoh formula pakan untuk itik Pekin pada
umur starter, grower, developer dan layer disajikan pada Tabel 5.
tabel contoh formula pakan itik pekin |
2. Kebutuhan Gizi
Itik Mandalung
Kebutuhan gizi untuk itik Mandalung yang baru
mulai dikenal dan dikembangkan di Indonesia sebagai itik pedaging juga belum
tersedia. Walaupun demikian untuk sementara waktu, dapat dipergunakan rekomendasi
yang dibuat oleh Chen (1996) yang digunakan di Taiwan negara yang memproduksi
dan umum mengkonsumsi daging itik Mandalung seperti pada Tabel 6.
tabel kebutuhan gizi itik mandalung |
Dari Tabel 6
ternyata kebutuhan protein untuk itik Mandalung baik pada umur 0−3
minggu maupun untuk umur 4−10 minggu jauh lebih rendah dibanding kebutuhan
protein untuk itik Pekin yaitu masing-masing 15,4 – 18,7% sementara 16 – 22%
untuk itik Pekin. Kebutuhan gizi lainnya antara kedua galur atau bangsa itik
tidak jauh berbeda. Kebutuhan protein yang rendah pada itik Mandalung berpeluang
untuk menyusun formula pakan yang murah untuk itik Mandalung dibanding
itik Pekin.
Contoh formula pakan untuk itik Mandalung
yang digunakan di Taiwan pada umur 0 − 3 dan 4 – 10 minggu tertera pada Tabel
7. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa kandungan protein dalam pakan jauh lebih
rendah daripada kandungan protein untuk ayam pedaging yaitu 23% dan 20%
masing-masing untuk ayam pedaging umur 0 – 3 dan 4 – 6 minggu (NRC, 1994).
tabel contoh formula pakan itik mandalung |
D.
Kebutuhan Air Untuk Itik
Air adalah gizi yang sangat
penting bagi seluruh jenis ternak (Leeson dan Summers, 1991). Misalnya, unggas
tanpa air minum akan lebih menderita dan bahkan lebih cepat mati dibanding unggas
tanpa pakan. Sebagai contoh, sekitar 58% dari tubuh unggas dan 66% dari telur
adalah air (Esmail, 1996). Mutu air sering diabaikan oleh peternak karena
kenyataan yang mereka lihat yaitu itik mencari makan dan minum ditempat kotor
seperti kali, sawah atau bahkan di selokan. Air juga dapat berfungsi sebagai
sumber berbagai mineral seperti Na, Mg dan Sulfur. Oleh karena itu, mutu air akan
menentukan tingkat kesehatan ternak itik. Air yang sesuai untuk konsumsi
manusia pasti juga sesuai untuk konsumsi itik. Air harus bersih, sejuk dengan Ph
antara 5 − 7, tidak berbau, tawar atau tidak asin dan tidak mengandung racun.
Jumlah kebutuhan air untuk unggas secara umum termasuk ternak itik diperkirakan
sebanyak 2 kali dari kebutuhan pakan/ekor/hari. Esmail (1996) mengestimasi
bahwa konsumsi air untuk unggas akan meningkat sebanyak 7% setiap kenaikan
temperatur udara lingkungan 1° C diatas 21° C. Kandungan maksimum Ca, Mg, Fe,
Nitrit dan Sulfur dalam air minum unggas masing-masing berturut-turut 75, 200,
0,3 − 0,5, 0 dan 25 mg/liter. Kelebihan mineral tersebut dalam air akan mempengaruhi
penampilan unggas termasuk itik yaitu gangguan pencernaan.
pemberian minum itik |
E.
Racun Aflatoxin
Kualitas pakan ternak itik harus
diperhatikan dalam menyediakan bahan maupun dalam mencampur pakan. Kadar
aflatoxin di dalam pakan menurunkan mutu disamping membahayakan kesehatan itik.
Itik sangat sensitif terhadap keracunan aflatoxin yang dapat menurunkan
pertumbuhan, produksi telur dan bahkan menyebabkan kematian. Hetzel et al.
(1981) melaporkan bahwa aflatoxin dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan, FCR,
tingkat produksi telur dan merusak hati itik. Tingkat pengaruh aflatoxin terhadap
performan itik sangat berkaitan dengan jumlah kandungan aflatoxin dalam pakan
serta tingkat sensitivitas itik terhadap toxin tersebut. Pakan yang mengandung
aflatoxin sebanyak 40 μg/kg akan mengakibatkan pembengkakan hati itik.
Aflatoxin pada level 100 μg/kg akan menurunkan pertumbuhan, dan jika pakan
mengandung aflatoxin 200 μg/kg akan meningkatkan kematian itik. Juga dilaporkan
bahwa itik Alabio cenderung lebih sensitif terhadap kadar aflatoxin dalam pakan
dibanding itik lokal lainnya. Disimpulkan bahwa kadar aflatoxin yang aman didalam
pakan harus kurang dari 40 μg/kg. Hetzel dan Sutikno (1979) melaporkan bahwa
kadar aflatoxin didalam jagung dan bungkil kedelai dapat mencapai masing-masing
371 μg/kg dan 66 μg/kg. Contoh yang diambil dari pakan starter, grower, dan layer
juga mengandung aflatoxin 50 − 100 μg (Hetzel et al., 1981). Berdasarkan
informasi diatas dapat diindikasikan bahwa lebih dari 80 μg/kg aflatoxin/kg dalam
jagung tidak dianjurkan dipakai sebagai pakan itik jika diasumsikan level
penggunaan jagung dalam pakan sebanyak 50%.
DAFTAR PUSTAKA
Chen,
T. F. 1996. Nutrition and feedstuffs of
ducks. In: The training Course for Duck Production and Management. Taiwan
Livestock Research Institute, Monograph No. 46. Committee of International Technical
Cooperation, Taipei.
Ditjennak.
2001. Buku Statistik Peternakan.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Esmail,
S. H. M. 1996. Water: The vital nutrient.
Poultry International. Watt Publishing Co., Illinois.
Hetzel,
D.J.S. and I. Sutikno. 1979. A report on
aflatoxin contamination in local and imported corn and soybean meal in West
Java, Indonesia. Proc. Int. Symp. Microbiological aspect of food storage, processing
and fermentation in Tropical Asia.
Hetzel,
D.J.S., I. Sutikno, and Soeripto. 1981. Beberapa
pengaruh aflatoxin terhadap pertumbuhan itik-itik muda. Prosiding seminar
Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
HY-Line
International. 1986. Hy- Line Variety
Brown, Comemercial Management Guide. A. publication of Hy- line
international, West Des Moines, Iowa.
Indian
River International. 1988. Broiler
Management Guide. A publication of Indian River International, Nacogdoches,
Texas.
Ketaren,
P.P. 2001c. Peranan peternakan bebek
dalam pemberdayaaan masyarakat pedesaan. Bebek Mania, Edisi 09. September
2001.
Ketaren,
P.P. dan L.H. Prasetyo. 2000. Produktivitas
itik silang MA di Ciawi dan Cirebon. Prosiding Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian.
Leeson,
S. and J.D. Summers. 1991. Commercial
Poultry Nutrition. University Books, Guelph, Ontario.
Mahmudi,
H. 2001. Pengembangan usaha peternakan
itik di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Lokakarya Unggas Air Nasional.
Fakultas Peternakan IPB dan Balai Penelitian Ternak di Ciawi tanggal 6-7
Agustus 2001.
National
Research Council. 1994. Nutrient
Requirement of Poultry. National Academy Press, Washington, D.C.
PAN,
C. M. 1996. Management of pekin ducks.
In: The training Course for Duck Production and Management. Taiwan
Livestock Research Institute, Monograph No. 46. Committee of International Technical
Cooperation Taipei.
Setioko,
A.R., A.P Sinurat, P. Setiadi, A. Lasmini, P. Ketaren, dan A. Tanuwidjaja.
1992. Pengaruh perbaikan nutrisi terhadap
produktivitas itik gembala pada masa boro. Prosiding Agroindustri
peternakan di pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.
Setioko,
A.R., A.P Sinurat, P. Setiadi, dan A. Lasmini. 1994. Pemberian pakan tambahan untuk pemeliharaan itik gembala di Subang-Jawa
Barat. Ilmu dan Peternakan 8(1):27-33.
Sinurat,
A.P. 1999. Penggunaan bahan pakan lokal
dalam pembuatan ransum ayam buras. Wartazoa 9(1): 12-20.
Sinurat,
A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras
dan itik. Pelatihan proyek pengembangan agribisnis peternakan, Dinas Peternakan
DKI Jakarta, 20 Juni 2000.
Sinurat,
A.P., J. Bestari, Winarso, R. Matondang, P. Setiadi, dan S. Wahyuni. 1992. Pengaruh imbangan asam amino dengan energi
metabolis dalam ransum terhadap penampilan itik. Prosiding pengolahan dan Komunikasi
Hasil-Hasil Penelitian Unggas dan Aneka Ternak, Balai Penelitian Ternak, Ciawi,
Bogor.
Sutarti,
H., A. Djajanegara, A. Rays, dan T. Manurung. 1976. Hasil analisa bahan makanan ternak. Laporan khusus No. 3, Lembaga
Penelitian Peternakan, Bogor.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon