KARAKTERISTIK LIMBAH KOTORAN AYAM DAN KUDA

2:41 PM


                                                                                                I.        PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di negara Indonesia. Usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha,tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan limbah usaha peternkanan dapat dilakukan seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dalam mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan pakan dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan peternakan seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan ternak.

B.   Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan lebih jauh tentang karakteristik limbah usaha peternakan sehingga dapat diketahui mengenai kandungan bahan kimia atau biologinya serta upaya penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.


                                                                                               II.        PEMBAHASAN

A.   Pengertian Limbah
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain   (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha,tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yangdihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram dagingsapi menghasilkan 25 kg feses  (Sihombing, 2000). Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas ataudalam fase gas.Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungansekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan iniadalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan      (Suryahadi dkk., 2002). Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas, debu,cair, dan padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)

B.   Karakteristik Limbah Feses Ayam Pedaging/Petelur
Untuk tumbuh secara optimal ternak memerlukan pakan tambahan yang mengandung nutrien dan bernilai ekonomis yang tinggi seperti bungkil kedelai, tepung ikan, jagung, produk samping gandum/ polar dan beberapa pakan tambahan seperti mineral dan vitamin. Sebagian besar bahan-bahan tersebut masih diimpor dengan harga yang cukup mahal. Oleh karena itu, perlu diupayakan alternatif penyediaan dan penggunaan bahan pakan lokal atau upaya pemanfaatan berbagai macam produk samping pertanian dan agroindustri secara optimal.
Dalam pemeliharaan ayam pedanging maupun ayam petelur (unggas) akan ngenghasilkan limbah yang mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi. Jumlah kotoran ayam /limbah yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata‑rata per ekor ayam 0, 15 kg (Charles dan Hariono, 1991). Rata-­rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26%, sedangkan dari pemeliharaan ayan pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0, 1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 2 5% (Fontenot et all, 1983).
Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya. Protein pada. kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayarn, dan makanan (FOOT et al., 1976).
Bau, warna dan bentuk feses ayam yang berasal dari peternakan ayam broiler sangat mengganggu masyarakat yang ada di sekitar kandang peternakan. Hal ini dikarenakan kurangnya manajemen dalam pengelolaan limbah dan lalu lintas ayam broiler pasca panen. Sehingga sangat meresahkan warga karena limbah peternakan ayam broiler tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap, warna yang mengganggu lingkungan sekitar serta bentuk feses yang sesuai pakan yang diberikan pada ayam dapat berupa padat (kurag dapat di cerna) dan cair (diare). Bau yang tidak sedap ini berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi yang terbentuk dari penumpukan feses yang masih basah dalam kondisi anaerob. Gas ammonia mempunyai pengaruh buruk terhadap manusia dan ternak.
Pakan yang diberikan pada ayam pedaging biasanya dengan kandungan kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 28-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal. Dengan melihat pakan yang demikian bagus maka kita dapat menyimpulkan limbah / ekskreta yang dihasilkan masih mempuyai nilai nutrisi yang masih tinggi, apa lagi sisitem pencernaan unggas lambung tunggal dan proses peyerapan berjalan sangat cepat sehingga tidak sempurna masih banyak kandungan nutrisi yang belum terserap dan di buang bersama dengan feses. Dalam pemeliharan ayam kita juga masih banyak melihat pakan yang tercecer jatuh kedalam feses sekitar 5-15% dari pakan yang di berikan, atau pun telur yang pecah dalam kandang hal ini akan meningkatkan nilai nutrisi yang ada dalam feses. Kandungan unsur hara pada feses ayam baik padat maupun cair sebagai berikut Nitrogen  1.00%, Fosfor 0.80,% Kalium 0.40% dan kadar air 55 %.
Kandungan Nutrisi Feses Ayam Potong/ Petelur Adalah:
Nutrisi
Kandungan
Protein Kasar
Serat Kasar
Abu
calium
Phospor
Garam
TDN
Energy
19,94 %
8,47-14,90%
3,0 – 3,5%
1-3,2%
1-3,2%
0,20%
90%
2500 Kcal







C.   Karakteristik Limbah Feses Kuda
Pengerasan tinja atau feses pada kuda dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan menurunnya frekwensi buang air besar antara pengeluarannya atau pembuangannya disebut dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau feses terganggu, menyebabkan menurunnya waktu dan meningkatnya frekwensi buang air besar disebut dengan diare atau mencret.
Bau khas dari tinja atau feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah dapat menambah bau khas feses atau tinja. Terdapat juga beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja. Kandungan unsur hara pada feses kuda sebagai berikut padat meliputi Nitrogen  0.55%, Fosfor 0.30 %, Kalium 0.40% dan kadar air 75 % dan feses cair meliputi Nitrogen  1.40 %, Fosfor 0.02 %, Kalium 1.60% dan kadar air 90%.
Panjang feses sebesar 4,5 cm, lebar feses sebesar 2,5 cm dan tinggi feses sebesar 2,3 cm. Sedangkan warna dari feses tersebut berwarna hijau kecoklatan. Feses kuda yang masih segar akan berstruktur baik dan tidak hancur. Warna feses kuda yang mengkilap biasanya adalah feses yang baru dikeluarkan, sedangkan bila feses pucat dan kering biasanya telah lama dikeluarkan dan telah terkena sinar matahari alam waktu yang lama.
Adapun bentuk dari feses kuda sendiri beranekaragam, ada yang berbentuk lonjong, bulat , dan adapula yang tak berbentuk atau menggumpal tak beraturan. Namun mayoritas feses kuda berbentuk lonjong. Bentuk feses kuda sangat dipengaruhi oleh makanan yang ia makan. Adapun makanan yang diberikan oleh pihak pengelola Taman Wisata  Bumi Kedaton adalah rumput dan dicampur dengan singkong. Menurut Hawcroft (1990), biasanya kuda mengeluarkan feses 10-15 kali dalam sehari. Warna, konsistensi, volume, bau dan frekuensi defekasi sangat tergantung pada jenis pakan dan program latihan yang diterima. Seekor kuda yang menerima diet seimbang mengeluarkan feses yang berwarna coklat, berbentuk, cenderung hancur ketika jatuh ke tanah dan mempunyai bau yang tidak menyenangkan. Kuda-kuda yang memakan rumput berair akan sering mengeluarkan feses dengan keadaan berwarna hijau, tidak berbentuk, seperti feses sapi; pemberian dalam volume besar dengan rendah kualitas hay, feses akan sulit keluar, berwarna kehitaman.


                                                                                                  III.        PENUTUP

A.   Kesimpulan
1.    Limbah peternakan yang dibiarkan menumpuk dapat meningkatkan resiko pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar dan ternak itu sendiri. Rumah sehat di sekitar peternakan ayam broiler dan usaha peternakan kuda dapat dicapai dengan cara mengurangi dampak dari limbah peternakan yakni melalui penambahan senyawa dan mikroba pada kotoran ternak, dan dapat pula dengan memanfaatkan kotoran ayam sebagai biogas. Diharapkan konsep demikian dapat membantu usaha preventif terhadap penyebaran penyakit menular kepada manusiadan menciptakan kondisi lingkungan yang sehat sebagai tempat tinggal.  Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran ternak masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk organik, gas bio, dan briket energi.
2.    Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis.




DAFTAR PUSTAKA

Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik LainSebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Marsono, dan Paulus, S., 2002. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi. PenebarSwadaya. Jakarta.
Nurtjahya, Eddy. Dkk. 2003. Pemanfaatan limbah ternak ruminansia untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Price, M. L. 1984. How adequate is Chicken manure tea as a fertilizer. Echo Development Notes, Isu No. 9, September 1984.
Ramdani. 1985. Pengaruh perbedaan Pengomposan dan Pemberian Aktivator Kotoran Sapi Terhadap Kecepatan Dekomposisi Sampah Organik, Produksi dan Kualitas Kompos. Laporan Masalah Khusus. Jurusan Tanah,Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian. Bogor.
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. BadanLitbang Departemen Pertanian. Bogor.
Sumarsono. S, Anwar dan Budiyanto, S. 2005. Peranan Pupuk Organik Untuk Keberhasilan Pertumbuhan Tanaman Pakan Rumput Poliploid Pada Tanah Masam dan Salin. Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan. UNDIP. Semarang.
Suryahadi, A.R..Nugraha, A.Bey, dan R.Boer. 2000. Laju Konversi Metan dan Faktor Emisi Metan Pada Kerbau Yang Diberi Ragi Tape Lokal Yang Berbeda Kadarnya Yang Mengandung Saccharomyces cerevisiae .Ringkasan Seminar Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Tan, K. H. 1993. Principle Of Soil Chemistry. 2nded. Marcel Dekker Inc. New York.Widowati, L.R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. PengaruhKompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan PupukHayati terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi SayuranOrganik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis,Balai Penelitian Tanah, TA 2005. (Tidak dipublikasikan).

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon