I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk
dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha
peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber
pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di negara Indonesia. Usaha
peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh
karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha
peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya.
Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan
sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.
Total
limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha,tipe
usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine
merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure
dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba.
Potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat
dimanfaatkan limbah usaha peternkanan dapat dilakukan seoptimal mungkin untuk
kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dalam mendukung
kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara mengembangkan
sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan pakan dan ternak,
juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan peternakan seperti
kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan
limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan ternak.
B.
Tujuan
Makalah
Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mendeskripsikan lebih jauh tentang karakteristik limbah usaha
peternakan sehingga dapat diketahui mengenai kandungan bahan kimia atau
biologinya serta upaya penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Limbah
Limbah
ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan
sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti
feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku,
tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain
(Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang
dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan
tergantung dari species ternak, besar usaha,tipe usaha dan lantai kandang.
Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang
terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh
ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap
kilogram susu yangdihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat
(feses), dan setiap kilogram dagingsapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Menurut Soehadji (1992),
limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan
usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah
padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat
(kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan
ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam
fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan
limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas ataudalam fase gas.Pencemaran
karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungansekitar. Gas
metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan
iniadalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan
perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apalagi di
Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar
karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah
pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002). Secara
umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan
dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan
sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas, debu,cair, dan padat. Di
antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan
dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)
B.
Karakteristik
Limbah Feses Ayam Pedaging/Petelur
Untuk tumbuh secara optimal ternak memerlukan pakan tambahan yang
mengandung nutrien dan bernilai ekonomis yang tinggi seperti bungkil kedelai,
tepung ikan, jagung, produk samping gandum/ polar dan beberapa pakan tambahan
seperti mineral dan vitamin. Sebagian besar bahan-bahan tersebut masih diimpor
dengan harga yang cukup mahal. Oleh karena itu, perlu diupayakan alternatif
penyediaan dan penggunaan bahan pakan lokal atau upaya pemanfaatan berbagai
macam produk samping pertanian dan agroindustri secara optimal.
Dalam
pemeliharaan ayam pedanging maupun ayam petelur (unggas) akan ngenghasilkan
limbah yang mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi. Jumlah kotoran ayam
/limbah yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata‑rata per ekor ayam 0, 15
kg (Charles dan Hariono, 1991). Rata-rata produksi buangan segar ternak ayam
petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26%,
sedangkan dari pemeliharaan ayan pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0,
1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 2 5% (Fontenot et all, 1983).
Kotoran
ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna. Kotoran
ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya.
Protein pada. kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk
nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung
pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayarn, dan makanan (FOOT et
al., 1976).
Bau, warna dan bentuk feses
ayam yang berasal dari peternakan ayam broiler sangat mengganggu masyarakat
yang ada di sekitar kandang peternakan. Hal ini dikarenakan kurangnya manajemen
dalam pengelolaan limbah dan lalu lintas ayam broiler pasca panen. Sehingga
sangat meresahkan warga karena limbah peternakan ayam broiler tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap,
warna yang mengganggu lingkungan sekitar serta bentuk feses yang sesuai pakan
yang diberikan pada ayam dapat berupa padat (kurag dapat di cerna) dan cair
(diare). Bau yang
tidak sedap ini berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi yang terbentuk dari penumpukan feses yang masih basah dalam kondisi anaerob.
Gas ammonia
mempunyai pengaruh buruk terhadap manusia dan ternak.
Pakan yang diberikan pada ayam pedaging biasanya dengan
kandungan kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 28-24%,
lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500
Kcal. Dengan melihat pakan yang demikian bagus maka kita dapat menyimpulkan
limbah / ekskreta yang dihasilkan masih mempuyai nilai nutrisi yang masih
tinggi, apa lagi sisitem pencernaan unggas lambung tunggal dan proses peyerapan
berjalan sangat cepat sehingga tidak sempurna masih banyak kandungan nutrisi
yang belum terserap dan di buang bersama dengan feses. Dalam pemeliharan ayam
kita juga masih banyak melihat pakan yang tercecer jatuh kedalam feses sekitar
5-15% dari pakan yang di berikan, atau pun telur yang pecah dalam kandang hal
ini akan meningkatkan nilai nutrisi yang ada dalam feses. Kandungan unsur hara
pada feses ayam baik padat maupun cair sebagai berikut Nitrogen 1.00%, Fosfor 0.80,% Kalium 0.40% dan kadar air 55 %.
Kandungan
Nutrisi Feses Ayam Potong/ Petelur Adalah:
Nutrisi
|
Kandungan
|
Protein Kasar
Serat Kasar
Abu
calium
Phospor
Garam
TDN
Energy
|
19,94 %
8,47-14,90%
3,0 – 3,5%
1-3,2%
1-3,2%
0,20%
90%
2500 Kcal
|
C.
Karakteristik
Limbah Feses Kuda
Pengerasan
tinja atau feses pada kuda dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan menurunnya
frekwensi buang air besar antara pengeluarannya atau pembuangannya disebut
dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau
feses terganggu, menyebabkan menurunnya waktu dan meningkatnya frekwensi buang
air besar disebut dengan diare atau mencret.
Bau
khas dari tinja atau feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri
menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang
mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah
dapat menambah bau khas feses atau tinja. Terdapat juga beberapa produk
komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja. Kandungan unsur hara pada
feses kuda sebagai berikut padat meliputi Nitrogen 0.55%, Fosfor 0.30 %, Kalium 0.40% dan kadar air 75 % dan feses cair meliputi Nitrogen 1.40 %, Fosfor 0.02 %, Kalium 1.60% dan kadar air 90%.
Panjang
feses sebesar 4,5 cm, lebar feses sebesar 2,5 cm dan tinggi feses sebesar 2,3
cm. Sedangkan warna dari feses tersebut berwarna hijau kecoklatan. Feses kuda yang
masih segar akan berstruktur baik dan tidak hancur. Warna feses kuda yang
mengkilap biasanya adalah feses yang baru dikeluarkan, sedangkan bila feses
pucat dan kering biasanya telah lama dikeluarkan dan telah terkena sinar
matahari alam waktu yang lama.
Adapun
bentuk dari feses kuda sendiri beranekaragam, ada yang berbentuk lonjong, bulat
, dan adapula yang tak berbentuk atau menggumpal tak beraturan. Namun mayoritas
feses kuda berbentuk lonjong. Bentuk feses kuda sangat dipengaruhi oleh makanan
yang ia makan. Adapun makanan yang diberikan oleh pihak pengelola Taman
Wisata Bumi Kedaton adalah rumput dan dicampur dengan singkong.
Menurut Hawcroft (1990), biasanya kuda mengeluarkan feses 10-15 kali dalam
sehari. Warna, konsistensi, volume, bau dan frekuensi defekasi sangat
tergantung pada jenis pakan dan program latihan yang diterima. Seekor kuda yang
menerima diet seimbang mengeluarkan feses yang berwarna coklat, berbentuk,
cenderung hancur ketika jatuh ke tanah dan mempunyai bau yang tidak
menyenangkan. Kuda-kuda yang memakan rumput berair akan sering mengeluarkan
feses dengan keadaan berwarna hijau, tidak berbentuk, seperti feses sapi;
pemberian dalam volume besar dengan rendah kualitas hay, feses akan sulit
keluar, berwarna kehitaman.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Limbah
peternakan yang dibiarkan menumpuk dapat meningkatkan resiko pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar dan
ternak itu sendiri. Rumah sehat di sekitar peternakan ayam broiler dan usaha
peternakan kuda dapat dicapai dengan cara mengurangi dampak dari limbah
peternakan yakni melalui penambahan senyawa dan mikroba pada kotoran ternak, dan dapat pula dengan
memanfaatkan kotoran ayam sebagai biogas. Diharapkan konsep demikian dapat membantu
usaha preventif terhadap penyebaran penyakit menular kepada manusiadan
menciptakan kondisi lingkungan yang sehat sebagai tempat tinggal. Limbah usaha
peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan. Namun
memperhatikan komposisinya, kotoran ternak masih dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk organik, gas bio, dan briket
energi.
2. Pemanfaatan
limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik pencemaran
air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah
yang bernilai ekonomis.
DAFTAR
PUSTAKA
Farida E. 2000.
Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik LainSebagai Pakan atau
Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida
savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Marsono, dan Paulus,
S., 2002. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi.
PenebarSwadaya. Jakarta.
Nurtjahya, Eddy. Dkk. 2003. Pemanfaatan limbah ternak ruminansia untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Price, M. L. 1984.
How adequate is Chicken manure tea as a fertilizer. Echo Development Notes, Isu
No. 9, September 1984.
Ramdani. 1985.
Pengaruh perbedaan Pengomposan dan Pemberian Aktivator Kotoran
Sapi Terhadap Kecepatan Dekomposisi Sampah Organik, Produksi dan Kualitas
Kompos. Laporan Masalah Khusus. Jurusan Tanah,Fakultas Pertanian IPB.
Bogor.
Sihombing D T H. 2000.
Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian. Bogor.
Soehadji, 1992.
Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah
Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Sofyadi Cahyan, 2003.
Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. BadanLitbang Departemen
Pertanian. Bogor.
Sumarsono. S, Anwar
dan Budiyanto, S. 2005. Peranan Pupuk Organik Untuk Keberhasilan
Pertumbuhan Tanaman Pakan Rumput Poliploid Pada
Tanah Masam dan Salin. Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan. UNDIP. Semarang.
Suryahadi,
A.R..Nugraha, A.Bey, dan R.Boer. 2000. Laju Konversi Metan dan Faktor Emisi Metan Pada Kerbau Yang Diberi Ragi Tape Lokal Yang Berbeda Kadarnya Yang Mengandung Saccharomyces cerevisiae
.Ringkasan Seminar Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Tan, K. H. 1993.
Principle Of Soil Chemistry. 2nded. Marcel Dekker Inc. New
York.Widowati, L.R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005.
PengaruhKompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan
PupukHayati terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi
SayuranOrganik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis,Balai
Penelitian Tanah, TA 2005. (Tidak dipublikasikan).
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon