1. Layu Fusarium ( Fusarium
oxysporum hanz )
Gejala
Serangan :
Sasaran serangan bagian dasar umbi lapis, daun bawang
menguning dan terpelintir layu ( mboler ) serta tanaman mudah dicabut. Umbi
yang terserang akan menampakkan dasar umbi yang putih karena massa cendawan dan
umbi membusuk dimulai dari dasar umbi. Apabila umbi lapis dipotong membujur
terlihat adanya pembusukan berawal dari dasar umbi meluas baik ke atas maupun
samping. Seangan lebih lanjut menyebabkan kematian , dimulai dari ujung daun
kemudian menjalar ke bagian bawah.
Morfologi
dan siklus hidup :
Cendawan mampu bertahan hidup lama di dałam tanah meskipun
tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual
yang dibentuk dari ujung hifa Yang membengkak. Meskipun pada dasarnya cendawan
ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula
lewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat
lainnya. Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa sampai
umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu
masuk ke dałam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut
akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi
sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut.
Cara
Pengendalian :
a.Secara
Biologis :Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agens hayati Glioccladium
sp atau Trichodherma pada setiap lubang tanam.
b.Secara
teknis
(1) Melakukan
pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang nya tau tingkat keinangnya
rendah ( tanaman palawija ) Menggunakan benih yang bebas penyakit
(2) Drainase
dijaga baik
(3) Memberi
perlakuan sebelum ditanam dengan 100 gr fungisida per 100 kg umbi benih di
daerah endemis.
(4) Melakukan
penyiraman / sirat untuk pencucuian daun setelah hujan reda
(5) Menjaga
tanaman / umbi jangan sampai terluka akibat perlakuan sewaktu pemeliharaan
maupun panen.
2. Penyakit trotol atau bercak ungu (Purple
blotch) Patogen: cendawan Alternaria porri (Ell.) Cif.
Gejala
serangan :
Infeksi awal pada daun menimbulkan bercak berukuran kecil,
melekuk ke dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu). Jika
cuaca lembab, serangan berlanjut dengan cepat, bercak berkembang hingga
menyerupai cincin dengan bagian tengah yang berwarna ungu dengan tepi yang
kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat meluas ke bagian atas maupun
bawah bercak. Ujung daun mengering, sehingga daun patah. Permukaan bercak
tersebut akhirnya berwarna coklat kehitaman. Serangan dapat berlanjut ke umbi,
yang menyebabkan umbi membusuk, berwarna kuning lalu merah kecoklatan. Semula
umbi membusuk dan berair yang dimulai dari bagian leher, kemudian jaringan umbi
yang terinfeksi mengering dan berwarna lebih gelap. Umbi tersebut dapat menjadi
sumber infeksi untuk tanaman generasi berikutnya jika digunakan sebagai bibit.
Morfologi
dan sildus hidup :
Pada bagian Yang berwarna ungu atau lebih gelap tersebut
dapat ditemukan konidiofor yang mampu berkecambah membentuk konidiospora.
Proses sporulasi sangat dibantu oleh kondisi cuaca yang lembab, mendung, hujan
rintik-rintik dengan kelembaban udara mencapai lebih dari 90%. Konidio spora
(konidium) berbentuk gada bersekat, membesar, dan tumpul di salah satu
ujungnya, sedangkan ujung Iainnya menyempit dan memanjang. Konidia
disebarluaskan Oleh angin dan jika konidia tersebut jatuh ke permukaan tanaman
inang, konidium berkecambah, membentuk miselium, lalu menginfeksi jaringan
tanaman lewat stomata atau luka pada epidermis. Biasanya gejala visual awal
akan terlihat 1-4 hari sejak inisiasi infeksi, tergantung pada jumlah konidia
yang berhasil menginfeksi dan kondisi cuaca Yang mendukung. Setelah sekitar 5
hari konidia generasi berikutnya telah matang dan siap menginfeksi bagian atau
tanaman inang di sekitarnya dan siklus generasi berikutnya terbentuk. Patogen
mampu bertahan dari musim ke musim berikutnya dalam bentuk miselia pada
sisa-sisa tanaman inang dan segera membentuk kondiofora dan konidia jika
kondisi memungkinkan. Namun, konidia tersebut tidak mampu bertahan hidup lebih
lama jika jatuh di atas tanah. Oleh karena itu, penyakit trotol adalah penyakit
lahir (tular) udara dan lahir bibit (umbi). Kondisi yang membantu tumbuh dan
berkembangnya cendawan A. porri adalah cuaca yang mendung, hujan rintik-rintik,
kelembaban udara yang tinggi, suhu udara sekitar 30-32 oc, drainase
lahan yang kurang baik dan pemupukan yang tidak berimbang karena dosis N-nya
terlalu tinggi.
Cara
Pengendalian :
a.Secara
Mekanik : Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .
b.Secara
Teknis :
(1) Melakukan
pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya
rendah
(2) Menggunakan
benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat luka pada
kulit/ terkelupas dan warna mengkilap. Menanam umbi dari kultivar toleran
(3) Menjaga
lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin
(4) Mengadakan
penyiraman pagi hari
(5) Jika
terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih
untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun
c.Secara
Biologi : Mennggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma
pada setiap lubang tanam.
d.Secara
Kimiawi : Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan
dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan aktif klorotalonil,
mankoseb, promineb, difenokanazol.
3. Penyakit otomatis atau antraknose (Antracnose)
Patogen : cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Penz.)
Gejala
Serangan :
Di daerah Brebes dan sekitarnya, penyakit ini disebut
penyakit otomatis, karena tanaman yang terinfeksi akan mati dengan cepat,
mendadak, dan serentak. Serangan awal ditandai dengan terlihatnya bercak
berwarna putih pada daun, selanjutnya terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi),
berlubang dan patah karena terkulai tepat pada bercak tersebut (Gambar 10).
Jika infeksi berlanjut, maka terbentuklah koloni konidia yang berwarna merah
muda, yang kemudian berubah menjadi coklat muda, coklat tua, dan akhirnya
kehitam-hitaman. Dalam kondisi kelembaban udara yang tinggi terutama pada musim
penghujan, konidia berkembang dengan cepat membentuk miselia yang tumbuh
menjalar dari helaian daun, masuk menembus sampai ke umbi, seterusnya menyebar
di permukaan tanah, berwarna putih, dan menginfeksi inang di sekitarnya. Umbi
kemudian membusuk, daun mengering dan sebaran serangan yang bersifat sporadis
tersebut, pada hamparan tanaman akan terlihat gejala botak-botak di beberapa
tempat.
Morfologi
dan siklus hidup :
Seperti halnya Alternaria, cendawan Colletotrichum
termasuk ke dalam golongan cendawan tak sempurna (fungi imperfekti). Hifa
cendawan ini bersekat tetapi tidak menghasilkan tingkatan seksual. Miselia
membentuk badan buah aservuli (lapisan stroma). Dari permukaan lapisan ini
terbentuk konidiofora yang rapat, tegak, transparan (hialin) yang berukuran 45
55 mikron. Pada ujung konidiofora terbentuk konidia berbentuk oval, lurus atau
sedikit bengkok dengan ukuran panjang sekitar 15 mikron, lebar sekitar 5
mikron. Konidia tersebar berkat bantuan angin dan atau hujan lebat dan jika
jatuh pada sasaran tanaman inang maka konidia akan berkecambah dengan membentuk
apresorium (hifa berbentuk tabung pendek yang jika kontak dengan epidermis,
bagian ujungnya akan melebar membentuk semacam sel bersudut, berdinding tebal,
dan berwarna coklat). Pembentukan apresoria (haustoria) adalah inisiasi infeksi
dan sangat terangsang oleh kerentanan inang dan kondisi mikroklimat, seperti
kelembaban udara, temperatur udara, serta substrat yang cocok untuk cendawan
tersebut. Intensitas serangan berkurang pada kondisi yang relatif kering (musim
kemarau), sistem drainase lahan yang baik, dan pertanaman yang gulmanya
terkendali.
Cara
pengendalian:
a.
Secara Mekanik : Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang
sakit .
b.Secara
Teknis :
(1) Melakukan
pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya
rendah
(2) Menggunakan
benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat Iuka
pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.
(3) Menanam
umbi dari kultivar toleran
(4) Menjaga
lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin
(5) Mengadakan
penyiraman pagi hari
(6) Jika
terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih
untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun
c.Secara
Biologi : Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma
pada setiap lubang tanam.
d.Secara
Kimiawi : Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan
dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan aktif karbendazim
4. penyakit embun bulu atau tepung palsu
(Downy mildew) Patogen • cendawan Peronospora destructor
(Berk.) Casp.
Gejala
Serangan :
pada kondisi yang lembab, berkabut atau curall
hujantinggi, cendawan akan menhbentuk masa spora yang sangat banyak, yang
terlihat sebagai bulll-bulu halus berwarna ungu (violet) yang menutupi daun
bagian luar dan batang (umbi) (Gambar ll). Gejala kelihatan lebih jelas jika
daun basah terkena embun. Gejala akibat infeksi cendawan ini dapat bersifat
sistemik dan Iokal. Jika infeksi terjadi pada awal pertumbuhan tanaman, dan
tanaman mampu bertahan hidup, maka peñumbuhan tanaman terhambat dan daun
berwarna hijau pucat (MacNab dkk. 1983). Bercak infeksi pada daun mampu
menyebar ke bawah hingga mencapai umbi lapis, kemudian menjalar ke seluruh
lapisan, Akibatnya, umbi menjadi berwarna coklat. Serangan lanjut akan
mengakibatkan umbi membusuk, tetapi lapisan luarnya mengering dan berkerut,
daun layu dan mengering, sering dijumpai anyaman miselia yang berwarna hitam.
Gejala lokal biasanya merupakan akibat infeksi sekunder, yang mengakibatkan
bercak pada daun yang berwarna pucat dan berbentuk lonjong, yang mampu
menimbulkan gejala sistemik seperti tersebut di atas.
Morfologi
dan siklus hidup :
Cendawan P. destructor adalah cendawan dari
golongan Phycomycetes yang hifanya tidak bersekat. Miselia dan oospora
mampu t»rtahan baik pada sisa-sisa tanaman inang maupun berkecambah dengan cepat
dan menghasilkan massa spora yang sangat banyak jumlahnya, Spora ini
disebarluaskan oleh angin, dan keberhasilan infeksinya sangat didukung oleh
kondisi udara lembab dan suhu malam hari yang relatif rendah, Oleh karena itu,
penyakit ini bersifat tular udara, tular bibit, maupun tular tanah, khususnya
jika lahan basah dan drainasenya buruk,
Cendawan mampu bertahan hidup lama di dalam tanah meskipun
tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual
yang dibentuk dari ujung hifa yang membengkak. Meskipun pada dasarnya cendawan
ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula
Iewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat
lainnya. Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa sampai
umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu
masuk ke dalam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut
akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi
sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut .
Cara
Pengendalian
a.Secara
Mekanik : Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .
b.Secara
Teknis :
(1) Melakukan
pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya
rendah
(2) Menggunakan
benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat luka
pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.
(3) Menanam
umbi dari kultivar toleran
(4) Menjaga
lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin
(5) Mengadakan
penyiraman pagi hari
(6) Jika
terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih
untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun
c.Secara
Biologi : Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma
pada setiap lubang tanam.
d.Secara
Kimiawi : Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan
dengan fungisida efektif yang dianjurkan