Upaya peningkatan produksi tanaman padi banyak dilakukan dengan sistem intensifikasi. Selama ini pengelolaan di lahan sawah beririgasi tidak diikuti oleh penerapan kaidah pelestarian kesuburan dan produktivitas lahan. Pengelolaan kesuburan tanah pada sistem ini hanya ditekankan pada pergantian hara melalui penambahan pupuk anorganik, tanpa adanya usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah secara menyeluruh (kondisi fisik dan biologi).
Eksploitasi lahan olah sawah
secara intensif selama bertahun-tahun mengakibatkan terjadi penurunan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah.
Penanaman padi unggul apabila tidak ditunjang dengan lingkungan tumbuh
perakaran yang baik, dapat mengakibatkan tanaman padi tersebut tidak dapat tumbuh
optimal. Penggunaan pupuk, hormon tumbuh, dan pestisida (termasuk herbisida) yang
semakin meningkat dikhawatirkan
mengganggu kesehatan dan lingkungan
hidup. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menghambat pencapaian sasaran
produksi pertanian (Untung, 1993).
Sistem produksi pertanian konvensional
telah menciptakan banyak sumber pencemaran yang mengakibatkan degradasi lingkungan dan perusakan sumber
alam baik di tingkat lokal, nasional dan
global. Oleh karena hal tersebut di
atas, usahatani tanaman pangan pangan perlu dirubah ke arah sistem budidaya
yang lebih ramah lingkungan.
Penerapan usahatani ramah
lingkungan tidak dapat dibedakan dengan
pertanian maju atau pertanian tradisional. Pertanian maju tidak perlu diartikan sebagai
kurang ramah lingkungan dan pertanian tradisonal lebih ramah lingkungan. Pertanian maju sering berakibat lebih merusak
lingkungan dibandingkan pertanian tradisional disebabkan oleh karena penerapan
teknologi yang kurang tepat. Hal
tersebut berkaitan dengan praktek pertanian maju yang menggunakan masukan pupuk
anorganik, pestisida, fungisida dan herbisida yang berlebihan, sehingga
berpengaruh negatif pada keseimbangan lingkungan ekologis dan keamanan produk (
Sumarno et al., 1999).
Melihat dari kondisi tersebut
diatas maka cara bercocok tanam yang ramah lingkugan perlu untuk dilakukan
untuk menuju swasembada dan ketahanan pangan berkelanjutan. Usaha yang dapat
dilakukan adalah melakukan pemupukan tepat dan pengendalian hama penyakit yang
tepat pula. Untuk itu sebelum melakukan budidaya padi harus diketahui dulu fase
pertumbuhannya, sehingga diketahui fase rentan dalam pemenuhan kebutuhan hara dan
fase rentan terserang hama dan penyakit, serta macam-macam hama dan penyakit
yang biasa menyerang.
fase pertumbuhan padi |
Dalam pertumbuhannya tanaman padi dibagi menjadi 3
fase yaitu :
- Fase Vegetatif
Fase pertumbuhan vegetatif
ialah fase dimana tanaman sedang dalam proses pertumbuhan organ-organ
vegetatif. Lama dari fase ini sekitar 55
hari. Soemartono et al. (1984)
membagi fase vegetatif menjadi 2 fase
yaitu:
a. Fase bibit berkecambah, mulai nampak pertumbuhan akar dan
daun, kemudian bibit menyerap sebagian besar energi dan sari makanan dari
endosperm. Lama fase ini sekitar lebih kurang 21 hari.
b. Fase pertunasan, yakni tunas pertama dari buku terbawah
mulai terbentuk, kemudian akar akan bertambah sampai mencapai jumlah maksimum.
Pertumbuhan akan berhenti setelah tunas-tunas tersier terbentuk.
Pada fase vegetatif ini peran dari pupuk urea
sangat besar, yang bermanfaat untuk pembentukan anakan padi. Pupuk urea lebih cepat diserap oleh aker
tanaman sehingga perubahan tanaman setelah dipupuk akan cepat terlihat
dibandingkan dengan pupuk Phonska. Pemberian pupuk maksimal pada fasevegetatif, setelah fase vegetatif pemberian pupuk dihentikan. Hama yang sering
menyerang pada fase ini antara lain keong mas, penggerek batang (sundep), dan orong-orong.
Serangan keong mas dapat diatasi dengan pengarian berselang dan pemanfaatan
perangkap menggunakan daun pepaya, dan mencegah introduksi keong ke lahan
dengan memasang jaring perangkap. Hama sundep sering ditemui di lapang, tetapi
jika serangan terjadi pada awal pertumbuhan vegetatif maka kemungkinan besar
tanaman masih bisa tumbuh dengan baik dengan membentuk anakan baru, penggunaan
lampu perangkap untuk menangkap kupu-kupu yang akan bertelur adalah salah satu
cara pencegahan, selain itu dilakukan pula pengamatan untuk mencari telur dan
kemudian memusnahkan telur tersebut sebelum menetas. Hama orong-orong biasanya
menyerang di pinggir areal persawahan, karena pada pinggir sawah kebanyakan
tidak tergenang air secara sempurna, tanaman yang terserang akan mati karena
akaarnya putus diamakan orong-orong, pengendaliannya adalah dengan cara
meratakan semua tanah sebelum ditanami padi sehingga ketika di aliri air semua
areal sawah akan terendam, selain itu bisa juga dengan membersihkan pematang
sawah sebelum sawah diolah.
2. Fase
reproduktif
Lama fase reproduktif sekitar 30 hari dan
dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
a. Fase primordia, dimulai dari pembentukan primodia pada 60
-70 hari setelah semai benih.
b. Fase pemanjangan ruas dan bunting, berlangsung selama
kurang lebih 75 hari sesudah semai.
c. Fase heading, ditandai dengan keluarnya malai dari
pelepah daun bendera.
d. Fase berbunga, yakni benang sari mulai keluar dan terjadi
pembuahan. Terjadi kira – kira 25 hari
setelah fase primodia atau 100 hari setelah semai.
Pada fase reproduktif yang perlu mendapat perhatian
adalah serangan penyakit blast dan kresek. Apabila pemupukan pada base vegetatif
sesuai dengan anjuran dan mengurangi dosis pupuk urea pada waktu musim
penghujan maka penyakit ini bisa dihindari. Cara lain yang dilakukan adalah
memilih varietas yang tahan serangan blast dan kresek serta melakukan praktik
pengairan berselang. Hama yang perlu mendapatkan perhatian adalah werengcokelat.
3. Fase Pemasakan
Lama fase pemasakan
sekitar 25 hari dan dibagi menjadi 4 fase yaitu:
a. Fase masak susu, terjadi kurang lebih 10 hari setelah
fase berbunga merata. Tanaman padi masih berwarna hijau, tetapi malainya sudah
terkulai, ruas batang bawah kelihatan kuning, gabah bila dipijat dengan kuku
keluar cairan seperti susu.
b. Fase masak kuning, ditandai dengan seluruh tanaman
terlihat kuning di semua bagian tanaman, kecuali bagian ruas-ruas sebelah atas
yang masih hijau dan isi gabah sudah keras tetapi mudah dipecah dengan kuku.
Fase masak kuning terjadi kurang lebih 7 hari setelah fase masak susu.
c. Fase masak penuh, ditandai dengan adanya ruas-ruas
sebelah atas berwarna kuning, sedangkan batang mulai kering dan isi gabah tidak
dapat dipecahkan. Pada varietas yang mudah rontok, fase ini belum terjadi
kerontokan. Fase masak penuh terjadi kurang lebih 7 hari setelah fase masak
kuning.
d. Fase masak mati, ditandai oleh adanya isi gabah yang
keras dan kering dan gabah kan mulai rontok (Soemartono et al., 1984).
Fase pemasakan adalah fase rentan terhadap serangan
walang sangit, burung dan tikus. Walang sangit paling suka pada fase masak
susu, sehingga pengendalian pada fase tersebut harus diperhatikan, pengendalian
bisa menggunakan perangkap bangkai, penyemprotan pestisida nabati, atau bisa
juga menggunakan beuveria bassiana. Tetapi karena beuveria bassiana ini tidak selektif
terkadang juga membunuh serangga yang bermanfaat seperti jangkrik. Untuk mencegah
serangan burung setelah masak susu lahan bisa di pasang jaring untuk menutup
tanaman padi sehingga burung pipit tidak bisa memakan bulir padi tersebut. Hama
yang sulit dikendalikan adalah tikus, cara yang paling ampuh adalah
memanfaatkan musuh alami yaitu burung hantu dengan membuat rumah burung hantu
di sekitar lahan. Pemasangan peangkap seperti jebakan tikus juga bisa dikatang
terbilang efektif, namun biayanya juga banyak dengan masa pakai alat tidak
begitu lama karena sering terendam air sehingga berkarat. Pada daerah endemik
pencegahan serangan tikus dilakukan dengan Trap Barrier Sistem. Tetapi tikus
ini menyerang padi dari berbagai fase mulai dari vegetatif tikus juga bisa
menyerang jika kondisinya tidak ada makanan, dan memang ini adalah kebiasaan
tikus untuk selalu mengerat karena pertumbuhan giginya.
Daftar Pustaka
Soemartono, Bahrinsamad, dan R.
Hardjono. 1984. Bercocok tanam padi. Yasaguna. Jakarta.
p. 75-96
Untung,
K. 1993.
Konsep pengendalian hama terpadu.
Andi offset. Yogyakarta.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon