lalat bibit jagung |
Hama
yang banyak menyerang tanaman jagung adalah lalat bibit (Atherigona exigua
Stein), penggerek batang (Ostrinia furnacalis Guen), dan penggerek
tongkol (Helicoverpa armigera Hbn)
1. Lalat
bibit (Atherigona exigua Stein)
Lalat
bibit terdapat di lapang selama satu sampai dua bulan pada musim hujan. Imagonya
sangat aktif terbang dan tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul
di atas permukaan tanah. Imago ini berukuran Panjang 2,5 mm sampai dengan 4,5
mm dan lama hidupnya bervariasi antara 5 sampai 23 hari. Imago betina mulai
meletakkan telur dibawah permukaan daun secara tunggal 3 sampai 5 hari setelah
kawin dengan jumlah telur antara 7 sampai 70 butir. Inang dari lalat bibit
adalah rumput-rumputan seperti Cynodon dactylon, Panicum repens,
dan Paspalum sp. Telur lalat bibit yang berwarna putih dan berbentuk
memanjang menetaskan larva yang kemudian melubangi batang dan membuat terowongan
sampai dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan mati. Larva berwarna
putih krem pada awalnya dan berubah menjadi kuning hingga kuning gelap sejalan
dengan perubahan instar (tiga instar), kemudian membentuk pupa pada pangkal
batang. Pupa berukuran Panjang 4,1 mm, berwarna coklat kemerahan dan berumur
sekitar 12 hari. Menurut Harnoto (1987) dalam Koswanudin et al. (2001) serangan
lalat bibit dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil. Kerusakan yang
ditimbulkan dapat mencapai 90%.
Pengendalian
hama ini bisa dilakukan dengan :
a. Untuk pencegahannya bisa dilakukan dengan
menerapkan pola pergiliran tanaman selain jagung dan padi.
b. Pengaturan
waktu tanam karena hama ini ada selama satu sampai dua bulan di musm hujan,
c. Penggunaan
varietas resisten. Menurut Budiarti (2007) pengendalian hama lalat bibit yang
paling mudah, murah, dan aman adalah menggunakan varietas tahan. Plasma nutfah
jagung yang dikoleksi diuji ketahanannya terhadap hama lalat bibit di
Cikeumeuh, Bogor, pada MH 1999 dan MH 2001. Intensitas serangan hama lalat
bibit berkorelasi positif dengan populasi larva. Pada varietas jagung yang
populasi larvanya tinggi, intensitas serangan lalat bibit lebih tinggi, demikian
sebaliknya. Varietas yang tahan terhadap serangan lalat bibit antara lain : G.
Lokal, J. Pulo, J. Lokal, Pulut Lokal, Turida, Putik, Baso Lege 1, L.
Lenangguar, Heret Gete, Biralle Kammo.
d. Secara hayati dengan penggunaan parasit juga
sangat membantu. Semisal penggunaan parasitoid Thricogramma spp. yang
bisa memarasit telur, atau Opius sp. dan Tetrastichus sp. yang
mampu memarasit larva. Sedangkan Clubiona japonicola bisa menjadi
predator bagi imago lalat bibit
e. Perlakuan
benih dengan insektisida thiodikarb (7,5-15 g/Kg benih) atau cendawan Beauvaria
bassiana (4g formulasi tepung/kg benih), atau insektisida Wingran 70WS sebanyak 2-4 gram pada satu
kilogram benih jagung sebelum ditanam.
f. Penanaman
serempak, dan
g. Penyemprotan
tanaman berumur 5-7 hari dengan insektisida atau cendawan Beauvaria bassiana.
Penggunaan insektisida sintetik hanya dianjurkan di daerah endemic. Insektisida yang dapat digunakan seperti
curacron, regent, atau prevathon. Atau dengan memberikan furadan pada kuncup
daun dengan dosis 0,24 kg b.a/ha.
penggerek batang jagung |
2. Penggerek
batang (Ostrinia furnacalis Guen)
Ngengat
penggerek batang aktif di malam hari dan meletakkan telur dalam kelompok 30-50
butir. Dengan umur ngengat sekitar 7-11 hari, total telur yang diletakkan bisa
mencapai 602 sampai 817 butir dan telur ini berumur 3 sampai 4 hari. Larva yang
menetas dari telur berwarna putih kekuningan makan pada daun, bagian alur bunga
jantan dan kemudian menggerek batang, umur larva berkisar antara 17 sampai 30
hari. Pupa biasanya dibentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah merahan
dan berumur 6 sampai 9 hari. Gejala serangan larva ini bisa dilihat dengan
adanya lubang kecil pada daun, lubang gerekan pada batang, bunga jantan dan
pangkal tongkol, serta tassel yang mudah patah.
Kehilangan
hasil jagung oleh O. furnacalis, berkisar antara 20-80%. Tanaman jagung
yang terserang hama ini menjadi patah sehingga dapat menurunkan produksi bahkan
kalau serangan tinggi menyebabkan kegagalan saat panen. Hama ini merusak daun,
bunga jantan dan kemudian menggerek batang jagung Pabbage (2007) dalam
Pangumpia, dkk (2019). Gerekan yang dilakukan O. furnacalis akan
mengurangi pergerakan air dari tanah ke bagian atas daun karena rusaknya
jaringan tanaman. Tanaman melakukan respon dengan menutup stomata sebagian,
sehingga pengambilan CO2 melalui stomata menurun yang berakibat
terhadap penurunan tingkat fotosintesis. Kehilangan hasil terbesar ketika
kerusakan terjadi pada fase reproduktif.
Gulma
dapat menjadi faktor perkembangan dari hama O. furnacalis karena gulma juga
merupakan tanaman inang dari hama ini, sedangkan pada tanaman jagung di lahan
terbuka gulma hanya terdapat pada lokasi-lokasi tertentu sehingga pada saat
pegamatan serangan hama juga hanya terdapat pada lokasi yang banyak gulma.
Menurut Sembel (2012), pembersihan gulma bukan hanya penting untuk pertumbuhan
tanaman yang sehat tetapi juga perlu untuk menjaga agar gulma tidak menjadi
tempat berlangsungnya hidup serangga untuk bertelur atau mendapatkan sumber
makanan ataupun hanya untuk tempat tinggal sementara. Selain itu menurut
Pangumpia, dkk (2019) salah satu faktor juga yang mempengaruhi perkembangan dan
serangan dari hama O. furnacalis pada tanaman jagung varietas Pioneer 27
antara lain adalah pengunaan pupuk organik cair Bio Trent. Penggunaan dari
pupuk ini membuat daun tanaman menjadi lebih hijau atau berwarna hijau tua. Pada
prinsipnya perbedaan ketahanan tanaman terhadap serangga tertentu disebabkan
oleh faktor biofisik seperti morfologi, anatomi, dan warna tumbuhan
mempengaruhi ketahanan suatu varietas. Tumbuhan menjadi lebih disenangi atau
sebaliknya oleh serangga. Kandungan klorofil lebih banyak pada tanaman yang
berwarna hijau tua dibandingkan pada tanaman yang berwarna hijau cerah, hal ini
yang menyebabkan hama penggerek batang lebih menyukai tanaman jagung varietas
Pioneer 27, karena klorofil berfungsi untuk menukarkan cahaya matahari menjadi
zat makanan (Sodiq, 2009).
Hama
ini bisa dikendalikan dengan :
a. Penanaman
jagung yang tepat waktu. Mengatur waktu tanam bisa menjadi salah satu alternatif untuk
menghindari serangan hama ini. Waktu tanam yang baik adalah pada awal musim
hujan dan paling lambat empat minggu sesudah mulai musim hujan,
b. Intercropping
varietas jagung berbeda atau intercropping dengan kedelai atau kacang
tanah, dan
c. Pemotongan
sebagian bunga jantan empat dari enam baris tanaman juga mampu mengurangi serangan.
Pasalnya, dari hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa 40-70% larva berada
pada bunga jantan. Pada saat pembungaan sebagian besar serangan
hama ini berada pada pucuk dari bunga jantan yang masih menggulung pada daun
bahkan pada bunga jantan mulai mekar seperti menurut Pratama, (2015) masa
pembentukan malai atau bunga jantan pada tanaman jagung merupakan stadia yang
paling disenangi oleh hama O. furnacalis, sehingga pemangkasan sebagian
bunga jantan merupakan cara pengendalian untuk menekan serangan dari hama ini.
d. Pemanfaatan
musuh alami juga bisa dilakukan untuk mengendalikan serangan Ostrinia furnacalis. Beberapa musuh alami
yang bisa digunakan adalah: parasitoid Trichogramma spp.
yang mampu memarasit telur, bakteri Bacillus
thuringiensis untuk mengendalikan larva, dan predator Euborellia annulata yang mampu memangsa
larva dan pupa Ostrinia furnacalis. Menurut
Radianto (2010) mengemukakan bahwa musuh alami dapat membantu manusia dalam
menangani hama tanpa merusak lingkungan. Dengan adanya musuh alami atau
predator rantai makanan dalam lingkungan tersebut akan tetap terjaga.
e. Penggunaan insektisida
berbahan aktif monokrotofos, triazofos, diklhrofos, atau karbofuran efektif
untuk menekan serangan penggerek batang jagung
penggerek tongkol jagung |
3. Penggerek
tongkol (Helicoverpa armigera Hbn)
Imago
betina Helicoverpa armigera meletakkan telur pada rambut jagung dengan
rata-rata 730 butir dan telur ini menetas tiga hari setelah diletakkan. Larva berkembang
selama 13 hari sampai dengan 21 hari dan pra pupa dalam tanah selama 1 sampai 4
hari. Pupa juga hidup dalam tanah yang bervariasi antara 6 sampai 30 hari. Gejala
serangan adalah adanya gerekan pada ujung tongkol dan rusaknya biji muda
sehingga menurunkan kulitas dan kuantitas biji jagung.
Larva
Helicoverpa armigera Hubner tidak hanya menyerang tongkol jagung tetapi
juga menyerang daun muda terutama pada bagian pucuk tanaman. Larva ini
menyerang dengan gejala adanya lubang-lubang melintang pada daun tanaman.
Rambut tongkol jagung terpotong, ujung tongkol ada bekas gerekan dan sering
kali ada larvanya. Menurut Sarwono dkk (2003), ambang kendali ulat pengerek
tongkol (Helicoverpa armigera Hubner) pada jagung yaitu apabila terdapat
2 ekor larva/perbatang.
Hama
ini bisa dikendalikan dengan :
a. Pengolahan
tanah yang baik untuk mematikan pupa. Pengolahan
tanah secara sempurna akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat
mengurangi populasi H. armigera berikutnya
b. Pemberian
mulsa untuk tempat predator dan berkembangnya mikroorganisme entomopatogen
tanah. Musuh alami yang digunakan
sebagai pengendali hayati dan cukup efektif untuk mengendalikan penggerek
tongkol adalah Trichogramma spp, yang merupakan parasitoid telur, di
mana tingkat parasitasi pada hampir semua tanaman inang H. armigera
sangat bervariasi dengan angka maksimum 49%. Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae)
juga merupakan parasitoid pada larva muda. Dalam kondisi kelembaban yang cukup,
larva juga dapat diinfeksi oleh M.anisopliae. Agen pengendali lain yang
juga berpotensi untuk mengendalikan serangga ini adalah jamur B. bassiana
dan virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV)
(Anonim, 2019). Ini sesuai dengan hasil penelitian Ompusunggu, dkk
(2015) yang menyatakan bahwa konsentrasi HaNPV 6g/liter air merupakan
konsentrasi paling efektif terhadap pengendalian larva H. armigera di lapangan.
Tingkat efektivitas dari HaNPV yang diaplikasikan mampu menginfeksi larva H.
armigera yang mengakibatkan gerakannya lamban dan lebih banyak di tempat,
serta aktivitas memakan tongkol maupun daun juga berkurang hingga mengakibatkan
larva mati
c. Agak sulit mencegah kerusakan oleh serangga ini
karena larva segera masuk ke tongkol sesudah menetas. Untuk mengendalikan larva
H. armigera pada jagung, penyemprotan harus dilakukan setelah
terbentuknya silk dan diteruskan (1-2 hari) hingga jambul berwarna coklat.
Penggunaan insektisida yang berbahan aktifdimehipo, monokrotofos,
karbofuran, dll efektif menekan serangan
penggerek tongkol jagung. Aplikasi insektisida dianjurkan apabila
telah ditemukan satu kelompok telur per 30 tanaman. Insektisida cair atau
semprotan hanya efektif pada fase telur dan larva instrar I-III, sebelum larva
masuk ke dalam tongkol.
d. Jika ulat sudah masuk kedalam tongkol, maka
pengendalian yang bisa dilakukan adalah kita
berikan insektisida yang berbahan aktif karbofuran dan diberikan pada tunas
tumbuh/pupus sebanyak kira-kira 5-7 butir. Untuk lebih mudahnya bisa dicampur
dengan pasir yang telah diayak, dan diberikan saat ada gejala dan diulang 10-15
hari kemudian. Pemberian insektisida karbofuran maksimal 3 kali perlakuan
Daftar Pustaka
Anonim. 2019. Pengendalian
Hama Penggerek Tongkol Jagung. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/76341/Pengendalian-Hama-Penggerek-Tongkol-Jagung/
(11 Mei 2021)
Budiarti, Sri
Gajatri. 2007. Plasma Nutfah Jagung sebagai Sumber Gen dalam Program
Pemuliaan. Buletin Plasma Nutfah Vol.13 No.1
Koswanudin, D., S.G.
Budiarti, dan S.A. Rais. 2001. Evaluasi ketahanan plasma nutfah jagung
terhadap lalat bibit Atherigona exigua Stein. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi
Tanaman Pangan. Puslitbangtan. 2001. Bogor, 30-31 Januari 2001. hlm. 181-188
Ompusunggu, Debi
Sabrina., Oemry, Syahrial., dan Lubis, Lahmuddin. 2015. Uji Efektivitas
JamurMetarhizium anisopliae (Metch.) dan Helicoverpa armigera Nuclear
Polyhedrosis Virus (HaNPV) terhadap Larva Penggerek Tongkol Jagung Helicoperva
armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) di Lapangan. Jurnal Online
Agroekoteaknologi. Vol.3, No.2 : 779 - 784
Pabbage, M.S, A.M.
Adnan, dan N. Nonci. 2007. Pengelolaan Hama Prapanen. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Maros http://pustaka.litbang.deptan.g
o.id/bppi/lengkap/bpp10202.pdf (11 Mei 2021)
Pangumpia, Inday.,
Pelealu, Jantje., dan Kaligis, James B. 2019. Serangan Hama Penggerek Batang
Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Varietas Jagung Di
Kabupaten Minahasa Selatan. https://ejournal.unsrat.ac.id/ .Vol 1, No 5
Pratama, 2015. Populasi
Dan Presentase Serangan Hama Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis
Guenee) Pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata. Di Kecamatan Tomohon
Utara Kota Tomohon. https://ejournal.unsrat.ac.id/ .Vol 6, No 11
Radiyanto. 2010. Jurnal
Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di
Kecamatan Balong -Ponorogo. Jawa Timur: Fakultas Pertanian UPN.
Sarwono, B. Pikukuh,
R. Sukarno, E. Korlina dan Jumadi. 2003. Serangan Ulat Penggerek Tongkol
Helicoverpa armigera Pada Beberapa Galur Jagung. Agrosains Volume 5 No 2
Sembel, D. T. 2012. Dasar
-Dasar Perlindungan Tanaman. C.V Andi Offset. Yogyakarta.
Sodiq, M., 2009. Ketahanan
Terhadap Hama. UPN Press Jawa Timur. http://eprints.upnjatim.ac.id/4/7/
1/KetahananTanaman.pdf (11 Mei 2021)
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon