tanaman jagung |
Gulma sangat merugikan pada tanaman jagung
karena kompetisi terhadap cahaya, air dan unsure hara. Kompetisi tersebut dapat
terjadi pada awal tanam hingga menjelang panen. Menurut penelitian Padang, dkk
(2017) persaingan antara tanaman jagung dan gulma akan air, hara, cahaya dan
lainnya yang menyebabkan suplai nutrisi pada tanaman berkurang. Periode kritis
tanaman jagung yaitu 3 MST (21 hari) sampai dengan 4 MST (28 hari).
Dalam penelitian Sena, dkk (2018) pada
kondisi tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan tanaman kacang tanah perlakuan
penyiangan gulma pada waktu 2 MST (14 hari) dan 4 (28 hari) MST serta
penyiangan gulma pada waktu 2 MST (14 hari), 4 MST (28 hari) dan 6 MST (42
hari) lebih efektif dalam menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman.
Puspitasari et al., 2013 menyebutkan bahwa Prinsip
utama dalam pengendalian gulma pada budidaya tanaman ialah menekan populasi
gulma sebelum merugikan tanaman. Penundaan pengendalian gulma sampai gulma
berbunga akan memberikan kesempatan gulma untuk berkembangbiak dan penyebaran
gulma pada lahan budidaya. Lebih lanjut (Indriyani, 2012) menyebutkan adanya persaingan
yang tinggi antara gulma dan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman karena
fotosintat dan energi yang terbentuk (ATP) rendah sehingga translokasi
fotosintat ke dalam tongkol menurun. Akumulasi asimilat dalam biji sangat
tegantung pada distribusi fotosintesis dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Gulma yang ada pada pertanaman jagung dapat
dikendalikan dengan cara penyiangan, penggunaan herbisida dan pemulsaan.
1. Penyiangan
Penyiangan
pertama dapat dilakukan dengan menggunakan bajak atau bersamaan dengan
pembuatan alur drainase pada umur 14 sampai 28 hari setelah tanam (hst).
Penyiangan merupakan
proses pembersihan tanaman dari gulma, hama, maupun parasit yang dapat
mengganggu pertumbuhan jagung yang ditanam. Penyiangan pertama bisa dilakukan
saat tanaman sudah berumur empat minggu setelah masa tanam. Penyiangan
dilakukan bersamaan dengan pembumbunan dan sebaiknya dilakukan dua minggu
sekali.
Penyiangan gulma yang
dilakukan pada saat periode kritis memiliki beberapa keuntungan diantaranya
mampu mengurangi frekuensi pengendalian gulma karena terbatas pada periode
kritis, mampu mengurangi adanya persaingan pada faktor-faktor tumbuh akibat
keberadaan gulma. Maka aplikasi waktu penyiangan yang pertama kali dapat
mempengaruhi populasi gulma berikutnya sehingga kehilangan hasil pada tanaman
dapat dihindari, selain itu dengan penyiangan yang lebih awal akan mendukung
pertumbuhan tanaman untuk mendapatkan air dan unsur hara pada vase pembentukan
daun pada awal tumbuh.Menurut Sena, dkk (2018) penyiangan yang
dilakukan lebih cepat pada awal periode kritis atau 2 MST (14 hari) nyata lebih
baik dalam mengendalikan dan menekan pertumbuhan gulma.
Penyiangan dapat
dilakukan bersama dengan kegiatan pembumbunan. Pembumbunan adalah
kegiatan untuk memperkuat berdirinya batang dan perakaran tanaman .Pembumbunan
dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama sekitar 14 - 28 hst atau
penyiangan kedua .Disamping itu pembumbunan juga dapat memperbaiki aerasi tanah
memperlancar drainase karena ketinggian tanah berbeda sehingga tidak ada
genangan air yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jagung
2. Penggunaan
herbisida
Penyiangan
kedua yang tergantung pada kondisi gulma bisa dilakukan secara manual dengan
herbisida. Bila menggunakan herbisida nozzle sebaiknya diberi pelindung agar
tidak mengenai daun dan posisi nozzle kurang lebih berada 20 cm di atas
permukaan tanah. Bahkan penggunaan herbisida ternyata mampu menaikkan produktivitas
petani seperti penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit, waktu pelaksanaan pengendalian
gulma relatif singkat serta biaya yang lebih murah. Penggunaan herbisida
juga dapat dikombinasikan dengan penyiangan. Menurut penelitian Dinata,
dkk (2017) kombinasi aplikasi herbisida pasca tumbuh berbahan aktif gifosat
umur 21 hst dan penyiangan 42 hst serta kombinasi penyiangan 21 dan 42 hst
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman mulai umur pengamatan 56 hst sampai 84
hst jika dilihat dari tinggi tanaman, luas daun, bobot kering total tanaman dan
Indeks Luas Daun. Kemudian kombinasi aplikasi herbisida pasca tumbuh berbahan
aktif gifosat umur 21 hst dan penyiangan 42 hst serta kombinasi penyiangan 21
dan 42 hst juga mampu meningkatkan bobot hasil biji (ton ha-1) sebesar 42,03 %,
penyiangan 21 + 42 hst (N4) 39,93 % jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa
pengendalian gulma.
Herbisida
glifosat ialah herbisida berspektrum luas dan termasuk herbisida yang bersifat
non selektif. Hasil penelitian Nurjannah (2003) dalam Dinata, dkk (2017) menunjukkan bahwa 14 hsa (hari setelah
aplikasi) menggunakan herbisida glifosat gulma belum mampu tumbuh, hal ini
diduga karena racun dari herbisida tersebut masih terakumulasi dalam jaringan
gulma sehingga gulma belum mampu mengadakan regenerasi
3. Pemulsaan
Penggunaan
mulsa dilakukan setelah pembuatan alur drainase dengan memanfaatkan mulsa
plastik hitam perak, jerami kering di lahan sawah, paitan (Thitonia
diversifolia) atau pangkasan rumput dan alang-alang di lahan kering. Keuntungan
penggunaan mulsa adalah sebagai berikut :
a. Mengendalikan
gulma
b. Mengkonservasi
mikroorganisme berguna seperti penambat unsur hara, entomopathogen dan antagonis
pathogen,
Suhu tanah yang stabil di lingkungan rhyzosfer akan
dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dalam menguraikan bahan organik
yang tersedia di tanah
c. Berperan
sebagai nest predator, menahan jipratan air yang bisa membawa hama dan
penyakit,
d. Sebagai
sumber hara bila terjadi pelapukan.
Menurut Purwowidodo (1983) dalam Chaerunnisa, dkk (2016)
bahwa mulsa jerami padi merupakan mulsa yang bersifat sarang dan dapat
mempertahankan suhu dan kelembaban tanah, kadar air,memperkecil penguapan air.
Hal ini dikarenakan akumulasi panas sebagai efek dekomposisi segera akan di
translokasikan ke udara, sehingga akumulasi panas dibawah mulsa dapat teratasi
(stabil). Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu
lingkungan mencegah penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan terhadap
tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air
dan unsur hara dengan baik.
Mulsa juga dapat meningkatkan kadar hara dalam tanah
yang akan dimanfaatkan oleh tanaman. Peningkatan hara ini merupakan hasil akhir
dari perbaikan kelembaban dan temperatur tanah. Kelembaban dan temperatur tanah
yang optimal dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah dan hal
yang demikian sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman
(Purwowidodo 1983). Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Hayati, dkk (2010) jenis mulsa organik berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman umur 9 MST dan komponen produksi tanaman,
hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa jerami padi.
e. Mengoptimalkan
proses fotosintesis
Mulsa plastik akan mempengaruhi pemanfaatan sinar
matahari. Sinar pantulan dari mulsa plastik akan berdampak pada proses
fotosintesis, karena seluruh sisi daun secara merata terkena sinar matahari sehingga
proses fotosintesis dapat berlangsung pada kedua sisi daun. Tingginya
pemantulan radiasi matahari ini memiliki efek ganda. Efek pertama adalah
memperkecil panas yang mengalir ke tanah sehingga kemungkinan suhu tanah dapat
diturunkan, sementara efek kedua adalah memperbesar radiasi matahari yang
diterima oleh daun-daun tanaman sehingga kemungkinan proses fotosintesis dapat
ditingkatkan
Pemberian
mulsa terbukti bisa meningkatkan produksi jagung, dalam penelitian Chaerunnisa,
dkk (2016) didapatkan kesimpulan bahwa interaksi
antara mulsa plastik hitam perak dan mulsa plastik perak dengan 2 biji per
lubang tanam nyata meningkatkan pertumbuhan ( bobot segar total tanaman, bobot
kering total tanaman, tinggi tanaman dan jumlah daun ) dan produksi jagung
manis
Daftar
Pustaka
Dinata
, Aprianto., Sudiarso dan Husni Thamrin Sebayang. 2017. Pengaruh Waktu Dan
Metode Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung (Zea
mays L.). Jurnal Produksi Tanaman Vol. 5 No. 2 191 – 197.
Chaerunnisa,
Didik Hariyono dan Agus Suryanto. 2016. Aplikasi Penggunaan Mulsa Dan Jumlah
Biji Per Lubang Tanam Terhadap Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata
Sturt.). Jurnal Produksi Tanaman, Volume 4, Nomor 4, April 2016, hlm. 311 –
319.
Hayati,
Erita., A. Halim Ahmad1) dan Cut Taisir Rahman2). 2010. Respon Jagung Manis (Zea
Mays, Sacharata SHOUT) Terhadap Penggunaan Mulsa Dan Pupuk Organik. Agrista
Vol. 14 No. 1 21-24
Indriyani,
L. Y. 2012. Pengaruh Waktu Penyiangan dan Populasi Tanaman Terhadap Hasil
Kacang Hijau (Vigna radiata L.) pada Kondisi Tanpa Olah Tanah. J. Agronomi.
10(1):27-31.
Padang,
Wilter Januardi., Edison Purba, Eva Sartini Bayu. 2017. Periode Kritis
Pengendalian Gulma Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal
Agroekoteknologi FP USU Vol.5.No.2, April 2017 (50): 409- 414
Purwowidodo,
1983. Tehnologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.
Puspitasari,
K., H. T. Sebayang dan B. Guritno. 2013. Pengaruh Aplikasi Herbisida Ametrin
dan 2,4-D dalam Mengendalikan Gulma Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). J.
Produksi Tanaman. 1(2):72-80.
Sena, Ega
Aris., Husni Thamrin Sebayang dan Agung Nugroho. 2018. Pengaruh Waktu
Penyiangan pada Tumpangsari Jagung (Zea mays) dan Kacang Tanah (Arachis hypogaea
L.). Jurnal Produksi Tanaman. Vo; 6 No 9. 2085-2093.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon