CANDI CETHO

11:33 AM

candi cetho

Candi Cetho berada di Dsn.Ceto Ds. Gumeng Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Candi ini berada pada ketinggian 1496 Mdpl di sebelah barat lereng gunung Lawu. Untuk mencapai lokasi ini anda membutuhkan kendaraan yang prima karena mendannya menanjak dan berliku-liku dengan rata-rata kemiringan 45o-60o. perlu di cek pula rem kendaraannya, jika mobil hand rem harus benar-benar berfungsi dengan baik karena sering berpapasan dengan kendaraan lain dan jalannya cukup sempit. Sepeda motor dengan cc kecil terutama matic yang dipergunakan untuk berboncengan sering tidak kuat untuk naik sampai ke parkiran atas. Sehingga harus ada yang turun dan berjalan kaki menuju lokasi parkir/loket. Ada beberapa lokasi parkiran, tetapi yang paling enak adalah parkir paling atas dekat loket, karena jika parkir di bawah jalannya menanjak membuat capek berjalan. Tiket masuk lokasi ini Rp.7.000 untuk turis lokal dan Rp. 25.000 untuk turis mancanegara dengan jam buka untuk pengunjung pukul 07.00-17.00WIB.   
patung di lantai pertama
Saya sendiri sudah ke lokasi candi ini dua kali yaitu pada tahun 2010 dan 2017 selain karena suasana lokasinya yang sejuk dan tenang, lokasi candi juga dekat dengan kebun teh kemuning, sehingga bisa menghilangkan kepenatan dan kejenuhan karena pekerjaan. Jika anda pernah ke candi sukuh maka untuk menuju lokasi candi cetha anda cukup ke arah timur laut dengan jarak sekitar 10 Km. luas keseluruhan candi cetha adalah 5700m2 dengan panjang 190m dan lebar 30m. Menurut penelitian fungsi utama dari candi cetha adalah tempat untuk membebaskan orang dari kutukan karena melakukan kesalahan-kesalahan. Proses pembebasan dari hal-hal negatif dalam masyarakat Jawa disebut meruwat (ruwat), jika sudah di ruwat di candi ini maka orang akan menjadi suci seperti dilahirkan kembali
parkiran atas dekat loket
Tata tertib yang perlu diperhatikan ketika berkunjung ke lokasi candi ini antara lain : wajib mengenakan kain kampuh, wanita haid sebaiknya tidak memasuki area candi, ikut menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan situs, ikut menjaga etika, sopan dan santun di lingkungan situs.  Candi ini masih aktif sebagai tempat ibadah bagi umat beragama Hindu, sehingga untuk menghormati dan menjaga kesucian tempat ibadah tersebut kita wajib untuk menaati tata tertib yang telah di buat. Sebelum memasuki candi semua turis akan dipakaikan kain kampuh, kain ini berbentuk kotak-kotak dengan warna hitam dan putih yang dengan maksud untuk menjaga kesucian candi, pada waktu mengisi buku tamu anda akan diminta sumbangan dana seikhlasnya untuk perawatan kain kampuh ini dan setelah selesai mengunjungi candi kain akan diminta lagi. Pada kunjungan wisata saya yang pertama kali tahun 2010 ketika memasuki candi masih belum di haruskan menggunakan kain kampuh seperti sekarang. Menariknya dari pemakaian kain kampuh ini adalah suasana religius dan pesona wisata yang semakin terasa karena semua wisatawan menjadi seragam tidak terkecuali anak-anak.
pemakain kain kampuh
Bangunan candi ini dibagi menjadi teras-teras. Data pada tahun 1928 menyebutkan candi Cetho memiliki 13 teras, terendah ada di barat dan tertinggi berada di timur, ruang paling suci ada pada bagian belakang atau pada tingkat paling tinggi. Karena pemugaran yang tidak sesuai dengan metode pemugaran pada tahun 1978 menyebabkan bangunan candi sekarang hanya tinggal 9 teras. Pada kondisi asli hampir setiap teras memiliki arca dan bangunan-bangunan terbuka seperti pendopo dengan kerangka kayu. Sekarang arca-arca tidak ada pada tempatnya, bangunan-bangunan dengan kerangka kayu dan bangunan yang ada sekarang adalah hasil pemugaran tahun 1975-1976 dengan dasar pemikiran bukan dari kondisi asli. Jika anda memasuki teras-teras candi maka anda akan menemukan bagian pondasi atau dalam bahasa jawa disebut “Ompak” sebagai tempat untuk mendirikan tiang kayu utama, dan bagian ini malah diletakkan di tembok halaman atau tidak pada tempat aslinya berada. Ada juga beberapa gundukan tanah yang diatasnya ada pemberitahuan bahwa pengunjung tidak boleh menaikinya karena masih ada struktur bangunan candi yang belum dipugar, mungkin struktur tersebut merupakan pintu gerbang menuju teras selanjutnya.
simbol phalus dan vagina di lantai 7
Candi Cetho memiliki corak agama hindu terlihat dari arca cerita Samudramanthana dan Garudeya pada teras ke 7 yang merupakan cerita mitos agama hindu.
Cerita Samudramanthana ini menceritakan taruhan antara kedua istri Kasyapa uaitu Kadru dan Winata pada pengadukan lautan susu untuk mencari air amarta atau air kehidupan. Gunung Mandara dipakai sebagai pengaduknya. Dewa wisnu berubah menjadi seekor kura-kura dan menopang Gunung Mandara. Kadru menebak bahwa ekor kuda yang membawa air amarta yang akan keluar dari lautan susu berwarna hitam, sedangkan Winata menebak ekor kuda itu berwarna putih. Ternyata ekor kuda yang membawa air amarta berwarna putih. Tetapi anak-anak Kadru yang berwujud ular menyemburkan bisanya sehingga warna ekornya berubah menjadi hitam. Walaupun bertindak curang Kadru menang dalam taruhan. Kemudian Winata dijadikan budak oleh Kadru.”
Cerita Garudeya mengisahkan tentang pembebasan Winata oleh anaknya, Garudeya. Ia menemui para ular meminta ibunya dibebaskan dari budak Kadru. Mereka setuju asal Garudeya pergi ketempat penyimpanan air amarta yang dijaga para dewa dan air tersebut diserahkan kepada para ular. Akhirnya Winata berhasil dibebaskan dari perbudakan Kadru.”
Cerita Samudramanthana dan Garudeya menjelaskan fungsi dari candi Cetho adalah untuk ruwat (membebaskan dari hal-hal negatif) seperti pada cerita Samudramanthana yang mengibaratkan seseorang membuat kesalahan atau dosa kemudian Garudeya sebagai pembebas (melakukan peruwatan) sehingga menjadi suci atau terlihat seperti terlahir kembali.
Pada dinding gapura teras ke 7 juga terdapat prasasti dengan huruf jawa kuno yang berbunyi : “ Pelling padamel irikang buku tirtasurya hawakira ya hilang saka kalanya wiku gon anaut iku 1397 ”, yang dapat ditafsirkan peringatan pendirian tempat periwatan atau tempat untuk membeaskan dari kutukan dan didirikan tahun 1397 Saka (1475 M). Pendiriannya berada pada masa majapahit akhir 1416 M-1459 M, ada bentuk relief matahari seperti pada lambang kerajaan majapahit pada teras ke 7. Lambang kerajaan ini juga pernah saya temukan pada saat saya ke museum masjid agung Demak yang menjelaskan hubungan kedua kerajaan tersebut.
Di teras ke 7 juga terdapat simbol penggambaran phallus (kelamin laki-laki) dan vagina (kelamin wanita) dan dapat ditafsirkan sebagai lambang penciptaan atau dalam hal ini adalah kelahiran kembali setelah dibebaskan dari kutukan. Phallus terdiri dari susunan batu sepanjang 2meter terletak didepan kura-kura besar, diantara kura-kura dan phallus terdapat bentuk bulat berhiaskan sinar matahari (lambang kerajaan majapahit). Ujung phallus sebelah barat diberi hiasan tiga bola (lingkaran). Penggambaran phallus dan vagina pada candi Cetho hampir sama dengan yang berada di candi sukuh, perbedaaannya pada candi sukuh penggambarannya dibuat dari satu batu utuh dalam posisi berdiri sedangkan candi Cetho terbuat dari beberapa buah batu yang disusun mendatar.
arca berbentuk manusia dan penjaga pintu
Yang menarik dari candi Cetho dibandingkan dengan candi-candi yang lain adalah : Prasasti tidak menjunjung dewa tertentu (ditemukannya arca-arca yang berwujud manusia belum dapat diidentifikasi satu persatu. Namun secara umum tidak menunjukkan ciri-ciri dewa-dewa tertentu), dan bahasa yang digunakan sederhana/ tidak mengikuti kaidah baku bahasa jawa kuno.
bangunan candi utama yang sudah muali rusak
Ketika sampai di teras paling atas terlihat ada bagian bangunan candi yang mengalami kerusakan yang harusnya sudah mulai di pugar kembali, untuk bagian atas candi tidak dapat dimasuki karena posisinya terkunci. Aroma dupa sangat terasa di tempat ini yang menambah suasana religius.
jalan menuju ruang di candi utama
Kita wajib bangga sebagai warga Indonesia yang memiliki kebudayaan yang sangat luar biasa, nenek moyang kita mampu membangun tempat beribadah yang mungkin kalau pada masa sekarang serasa mustahil dilakukan. Bila dilihat dari struktur penyusunnya yang berupa batu-batu yang ukurannya sangat besar, padahal pada jaman dulu belum ada alat trasportasi modern dan jalan masih berupa tanah atau batu yang ditata, serta lokasi candi yang berada di tempat sangat tinggi. Ada beberapa tanaman yang ada di relief di candi Cetho antara lain kelapa dan nangka. Dan memang untuk membangun suatu candi sebagai tempat sakral membutuhkan persyaratan khusus antara lain harus berada di daerah yang subur. Lokasi tanah di candi Cetho merupakan tanah vulkanis dari gunung Lawu yang mana banyak tanaman tumbuh disana dan tanahnya sangat subur.
Sekitar 300 meter dari candi Cetho terdapat candi Kethek, jika di artikan dalam bahasa Indonesia adalah Kera/monyet. Penduduk memberi nama candi Kethek karena seringnya dijumpai hewan Kera di candi tersebut. Saya tidak sempat ke candi Kethek karena sudah terlalu sore dan sudah ditunggu oleh teman-teman yang lain yang ikut berwisata.
penjual makanan dan sayur di pintu keluar
Pada pintu keluar candi Cetho anda akan menemukan banyak sekali penjual makanan, minuman, snak, dan sayuran dan lokasinya sangat tertata serta bersih. Jika melihat daftar harga makanannya sangat standar (murah) tetapi untuk harga minuman dan snack nya sangat mahal buat saya, sehingga saya sarankan untuk anda yang ingin ke candi Cetho untuk membawa minuman (air mineral) sendiri dan makanan ringan. Dipersiapkan terlebih dahulu dari rumah. Tetapi kurang nyaman juga dirasakan jika membawa makanan dan minuman karena sangat berat sehingga membuat wisata tidak menyenangkan. Makanan dan minuman yang anda bawa bisa di simpan di jok motor atau di gantungkan di motor, parkirannya sangat aman. Untuk berjaga jaga jika harus anda bisa membawa air mineral botol tanggung, dan saya ingatkan untuk selalu menjaga kebersihan, botol-botol bekas air mineral dan bungkus makanan harus dibuang ke tempat sampah yang telah disediakan.
Di dalam candi tidak terdapat toilet atau WC, karena hawanya yang dingin anda sebaiknya memanfaatkan WC di tempat parkir. Anda akan menemui Toilet di pintu keluar candi dekat dengan jalur pendakian ke gunung lawu.
 
bagian belakang candi utama
  
struktur lantai dekat bangunan utama
rumah di dekat candi uatama
gerbang menuju lantai lain
ompak bangunan kayu yang sudah tidak ada pada tempatnya karena prosedur pemugaran yang tidak sesuai
struktur candi yang belum di pugar

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
December 21, 2017 at 3:52 PM delete

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

Reply
avatar

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon