Jalan-Jalan Ke Ikon Kota Semarang Lawang Sewu

7:31 PM

lawang sewu tempo dulu
lawang sewu tahun 2017

Lawang sewu merupakan tempat wisata yang berada di Kota Semarang tepatnya sebelah tugu muda, buka setiap hari dari jam 07.00 WIB – 21.00 WIB. Harga tiket untuk memasuki tempat wisata ini adalah Rp. 10.000 untuk dewasa, Rp. 5.000 untuk anak-anak  dan pelajar. Disediakan pula pemandu wisata untuk memandu perjalanan kelompok atau keluarga, tetapi pada saat ke museum ini saya tidak menggunakan jasa pemandu wisata sehingga biaya untuk membayar pemandu wisata tidak saya ketahui. Saya ke lokasi wisata lawang sewu pada hari senin tanggal 10 Juli 2017, ketika itu saya mengikuti pelatihan di salah satu hotel di dekat lawang sewu. Karena jam buka hingga pukul 21.00WIB, saya menyempatkan datang pukul 19.00 WIB. Tempat parkir untuk ke lokasi ini berada di samping bangunan dekat dengan sungai, tidak begitu luas karena hanya bahu jalan inspeksi tetapi tetap bisa menampung pengunjung yang cukup banyak.
suasana malam di lawang sewu, gedung A dilihat dari gedung B
Bayangan saya lokasi wisata ini kalau malam pasti sepi, apalagi mendengar cerita-cerita misteri di lawang sewu membuat saya agak takut pada waktu itu. Setelah sampai di lokasi ternyata bayangan saya tadi berbeda dengan kenyataanya, pada waktu malam hari lokasi wisata ini sangat ramai pengunjung. Bahkan semakin malam pengunjungnya malah semakin bertambah. Kesan-kesan bangunan angker seperti di cerita-cerita yang saya dengar tentang lawang sewu sekejap langsung hilang berubah dengan perasaan takjub dan kagum. Bagaimana tidak, lawang sewu terlihat sangat indah dengan pancaran lampu-lampu penerang yang hampir ada di semua lokasi.
salah satu menara di lawang sewu, gedung A
Sejarah gedung lawang sewu ini tidak terlepas dari sejarah perkeretaapian di Indonesia karena di bangun sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) kantor administrasi perusahaan kereta api swasta yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia, menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta) dengan jalur pertama Semarang-Tanggoeng 1867.
Jika anda ingin melihat lokomotif kereta api pada jaman dulu, yang mana koleksi lokomotifnya terlengkap di Indonesia dan sejarah pembangunan jalurnya bisa datang ke museum kereta api di Ambarawa Kabupaten Semarang. Secara tidak langsung lawang sewu ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan museum keretaApi di Ambarawa, karena sama-sama merupakan saksi sejarah perkeretaapian di Indonesia. Di lawang sewu ada satu ruangan yang menampilkan bentuk stasium Williem I yang ada di Ambarawa, ini merupakan bukti keterikatan tersebut.
Sejarah mengenai perkeretaapian di Indonesia secara singkat adalah sebagai berikut :
Pembangunan jalan kereta api pertama di Pulau Jawa, yaitu jalur Semarang-Vorstenlanden, daerah kerajaan Surakarta dan Yogyakarta yang ketika itu merupakan daerah pertanian paling produktif, tapi juga sulit dijangkau. Dan jalur antara Batavia (Jakarta) – Buitenzorg (Bogor), tempat kedudukan pemerintah Hindia Belanda dan daerah penghasil teh serta kopi. Kedua jalur ini dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) dan kemudian berkembang dengan pembangunan jalur-jalur lain yang diserahkan kepada perusahaan kereta api swasta Semarang-Joeana Stroomtram Maatscappij (SJS) pada tahun 1881, diikuti jalur trem JSM (Java Spoorweg Maatscappij) di Tegal pada tahun 1885 yang kemudian dibeli oleh SCS (Semarang Cheribon Stoomtram Maatscappij) pada tahun 1887. Salah satu perusahaan kereta api yang lain lagi adalah Oos-Java Stoomtram Maatscappij pada tahun 1889 yang membangun jalur antara Surabaya sampai Wonokromo.
Setelah diadakan berbagai persiapan termasuk bentuk konsesi yang akan diberikan, maka pada hari jum’at tanggal 7 Juni 1864 di Desa Kemijen (Kota Semarang) diselenggarakan upacara sebagai tanda pekerjaan pemasangan jalan rel dimulai. Sebagai puncak upacara ditandai dengan pencangkulan tanah pertama yang dilakukan oleh Mr. J.A.J Baron Sloet van de Beele. Dan setelah melalui berbagai kesulitan dalam pembangunan jalan rel ini, pada tanggal 10 Agustus 1867 jalan kereta api pertama di Indonesia bisa diresmikan, yaitu dari Semarang sampai ke Tanggoeng (Tanggung, Kabupaten Grobogan) sejauh sekitar 25 kilometer. Pada tahun 1893 dibangun jalur Yogya-Brosot, disusul jalur Yogya-Ambarawa lewat Magelang dan Secang. Terakhir dibangun Gundih-Surabaya sepanjang 245 kilometer.
Stasiun pertama NIS di Semarang berada di Tambaksari (Kemijen) yang berada di dekat pelabuhan Semarang (stasiun Samarang). Stasiun Samarang ini adalah stasiun ujung atau dalam bahasa Belanda disebut kopstation. Tahun 1914 stasiun Samarang dibongkar untuk memungkinkan pembangunan jalan rel ke stasiun NIS yang baru di Tawang. Sebagian bangunan stasiun Samarang masih dipakai untuk gudang, sehingga kemudian dikenal sebagai stasiun Semarang Gudang. Saat ini stasiun Samarang sudah berubah menjadi pemukiman warga dengan sebutan “Spoorlan”.  
 Kembali ke sejarah Lawang Sewu (Het Hoofdkantoor van de NIS). Pada akhir tahun 1863 Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) telah menguasai lahan seluas 18.232 meter persegi yang berlokasi di bunderan Tugu Muda Semarang yang dahulu disebut Wilhelmia Plein, persimpangan Bodjongweg (sekarang Jalan Pemuda). Kemudian seorang arsitek bernama Ir. P.de Rieu ditugaskan untuk merancang dan membangun rumah penjaga dan gedung percetakan di lokasi tersebut. Bersamaan dengan itu sang arsitek diminta juga untuk membuat disain gedung utama yang diperuntukkan sebagai kantor Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS). Direksi NIS di Den Haag menyerahkan perencanaan Het Hoofdkantoor van de NIS ini kepada Prof. Jacob F.Klinkhamer dan B.J Ouendag serta dibantu C.G Cintroen, arsitek dari Amsterdam, karena rencana pembangunan yang dilakukan oleh Ir. P.de Rieu terhambat hingga akhir tahun 1903. Pelaksanaan pembangunannya dimulai 27 Februari 1904 dan selesai Juli 1907. Bangunan pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga (gedung E) dan bangunan percetakan (gedung C) digunakan sebagai tempat percetakan tiket dan jadwal kereta untuk NIS, kemudian dilanjutkan dengan bangunan utama (gedung A) yang mengacu pada perpaduan gaya arsitektur tropis dan Eropa. Pembangunan gedung A ini memakan waktu dan biaya, dikarenakan sebagian besar bahan bangunan diimpor dari Eropa dan merupakan pesanan khusus.
setiap gedung ada selasar di tengahnya
Setelah dipergunakan beberapa tahun, kebutuhan ruang kerja di gedung A (gedung utama) dirasa tidak memadahi lagi sehingga diputuskan untuk membangun gedung tambahan. Perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan disisi Timur Laut (bangunan B) tahun 1916-1918 dengan ukuran 23 meter x 77 meter. Sekilas bangunan ini mempunyai gaya arsitektur yang hampir sama dengan bangunan utama, tetapi dari segi konstruksinya berbeda. Bangunan baru ini menggunakan kostruksi beton bertulang sehingga dinding batu bata tidak memikul beban, sementara bangunan utama (gedung A) menggunakan system Bearing Wall (struktur dinding memikul). Selain karena kemajuan teknologi, konstruksi beton bertulang bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan bahan bangunan local. Pihak NIS belajar dari pengalaman terdahulu yang kerap terjadi kesulitan karena bahan bangunan harus impor. Arsitektur yang gagah pada gedung utama dan gedung tambahan inilah yang kemudian menjadikan lawang sewu sebagai ikon kota Semarang.
selasar belakang gedung B
Sejarah penggunaan gedung ini adalah pada Juli 1907 digunakan sebagai kantor Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS). Tahun 1942-1945 digunakan sebagai kantor Riyuku Sokyuku (Jawatan Transportasi Jepang). Tahun 1945 menjadi kantor DKRI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Tahun 1946 saat agresi miter dipergunakan sebagai markas tentara Belanda. Tahun 1949 dipergunakan oleh Kodam IV Diponegoro. Tahun 1994 gedung ini diserahkan kembali kepada kereta api (saat itu PERUMKA saai ini PT.KAI), kemudian beberapa tahun dipergunakan oleh Dinas Pehubungan dan kemudian mulai tahun 2009 dipugar oleh PT. KAI (Persero).
salah satu koleksi di gedung C
Nama Lawang Sewu berasal dari julukan (paraban bahasa jawa) yang diberikan masyarakat Semarang yang berarti Pintu Seribu, karena banyaknya pintu pada bangunan ini. Pada bangunan C yang dulunya merupakan tempat percetakan tiket dan jadwal kereta terdapat penjelasan sejarah renovasi bangunan Lawang Sewu, cetak biru, serta benda-benda seperti genteng, batu bata, rumah kunci, engsel pintu, handel pintu dan di berikan contoh yang asli serta replica. Dari informasi yang tertulis di gedung C ada tiga tahap pemugaran pada lawang sewu :
Tahap pertama : pada Bulan Agustus- September 2009 dilakukan tahap awal perbaikan Hall dan lobby gedung A (gedung utama) sebagai uji bahan dan uji teknis pengerjaan.
Tahap kedua : tanggal 1 Juni 2010 -25 Februari 2011 dilaksanakan proses pemugaran gedung utama dan gedung C ex percetakan dan pada tanggal 15 Juli 2011 Purna Pugar cagar Budaya Lawang Sewu diresmikan oleh Ibu Ani Yudhoyono.
Tahap tiga : tanggal 16 Mei 2014-23 Februari 2015 dilaksankan proses pemugaran gedung B (gedung tambahan), gedung D( ruang tunggu/P3K) dan gedung E ex-rumah penjaga (kantor pengelola)

 Pada saat memasuki museum anda akan melihat sebuah bangunan yang menyendiri berbentuk oval di samping bangunan utama, bangunan tersebut merupakan sumur tua, entah apa yang mendasari Belanda untuk membuat bangunan di atas sumur tua itu. Hanya pada waktu memasuki museum ada penjelasan bahwa sumur tua itu keramat. Memang dirasa diluar logika karena orang orang Eropa terutama Belanda lebih menjunjung ilmu pengetahuan ketimbang suatu mitos, dan saya yakin bukan karena “sumur keramat” kemudian di bangun sebuah bangunan yang bagus, mungkin bangunan tersebut untuk mencegah sumur agar tidak kotor atau diracun oleh pejuang kita, karena pada masa dulu pasti sumur tersebut dijadikan sumber air minum bagi pihak Belanda yang berkantor di lawang sewu tersebut. Dan disebarlah isu-isu yang mengait-kaitkan bahwa sumur tersebut keramat atau angker.
sumur tua di samping gedung A
Prof. Jacob F.Klinkhamer dan B.J Ouendag membangun gedung kantor untuk NIS ini bukan tanpa pertimbangan, terutama adalah cuaca yang berbeda antara Eropa dengan Asia. Yang mana di Indonesia termasuk beriklim tropis dengan cuaca yang panas dan hujan lebat, apalagi di kota semarang cuacanya tentu lebih panas dari pada kota-kota lain di sekitarnya karena ketinggiannya rendah. Kearifan masyarakat Indonesia terutama Jawa menjadi dasar dalam pembangunannya, yaitu pendopo. Jika dilihat memang bangunannya tidak seperti pendopo, tetapi fungsi yang dari bangunannya yang dirancang baik pendopo maupun gedung lawang sewu adalah sama yaitu agar sirkulasi udara menjadi leluasa dan orang di dalamnya sejuk dan nyaman. Meskipun arsiteknya seorang Belanda yaitu Prof. Jacob F.Klinkhamer dan B.J Ouendag lawang sewu punya emperan yang cukup lebar, puntu yang banyak, jendela juga banyak.
jalan menuju ruang bawah tanah gedung B
Ada cerita mistis yang menyelimuti gedung nan megah ini karena dulu pernah dijadikan lokasi uji nyali dan ternyata ada penampakan yang muncul tertangkap kamera dengan jelas. Lokasi uji nyali tersebut berada di ruang bawah tanah di Gedung B, seperti yang sudah saya tuliskan di atas bahwa gedung B merupakan gedung tambahan yang terakhir di bangun karena keidakmampuan gedung A untuk mengurus administrasi yang semakin banyak. Ada beberapa versi yang ada di masyarakat tentang fungsi dari ruang bawah tanah ini :
a.  Sebagai tempat untuk menampung air yang berfungsi mendinginkan ruangan diatasnya
Di dalam ruang bawah tanah terdapat pipa yang tersambung ke sungai. Pemandu wisata mengatakan bawa fungsi ruang bawah tanah ini adalah untuk menampung air dan kemudian menyebabkan suasana lembab yang berfungsi untuk mendinginkan ruangan atas, jadi seperti AC alami. Proses kerjanya air dari sungai dialirkan ke ruang bawah tanah ini. Ada beberapa pernyataan yang menyanggah fungsi yang pertama ini antara lain bahwa bangunan yang terendam air terus-menerus justru akan cepat rusak dibandingkan dengan bangunan yang tidak terendam air. Tentu hal tersebut sudah dipertimbangkan oleh Prof. Jacob F.Klinkhamer dan B.J Ouendag sehingga tidak mungkin jika fungsi dari ruangan bawah tanah adalah untuk mendinginkan ruangan.
Selain itu bentuk dari bangunan lawang sewu sendiri dikelilingi oleh selasar depan dan belakang (voorgalerij dan achtergalerij) untuk melindungi bangunan dari sengatan matahari langsung. Ada juga selasar tengah selain untuk menghubungkan antar ruang juga berfungsi untuk mendinginkan ruangan (sebagai saluran udara), banyak pintu pintu dan jendela yang juga berfungsi untuk memperlancar sirkulasi udara.
Atap juga dibuat sedemikian rupa sehingga kedap air sekaligus membuat ruang atap (solder atau attic) tetap dingin. Menjaga ruang di bawah atap tetap kering dan sejuk sangat penting karena adanya arsip yang disimpan di ruangan itu, solusinya pada bagian atap adalah dengan membuat atap ganda, aliran udara di ruang diantara kedua bidang atap diperlancar dengan adanya solder attic menara-menara ventilasi di puncak atap. Jika ruang bawah tanah dialiri air maka gedung menjadi lembab, kondisi ini akan bertolak belakang dengan fungsi atap yang dibuat sedemikian, karena jika gedung menjadi lembab maka airsipnya akan cepat rusak.
setiap ruang di gedung lawang sewu terdapat pintu dan jendela berfungsi untuk memperlancar aliran udara
Sehingga dapat disimpulkan bahwa fungsi ruang bawah tanah tidak untuk mendinginkan ruangan, karena bentuk dari gedung lawang sewu sendiri terutama gedung A dan B berfungsi untuk menjaga udara dalam ruangan tetap sejuk dan membuat orang nyaman.  
b.  Sebagai tempat pengolahan air limbah sebelum di buang ke lingkungan
Adanya pipa yang terhubung ke sungai di kaitkan dengan pengolahan limbah sebelum di buang ke lingkungan (sungai). Tentu hal tersebut lebih masuk akal dibandingkan dengan pernyataan yang pertama, tetapi ada hal yang janggal dari fungsi untuk pengolahan limbah yaitu bahwa pengolahan limbah harus dilakukan melalui pengendapan dan penyaringan, jika hanya memanfaatkan pipa saja tentu limbah tidak terolah dengan baik, adanya “penjara jongkok” menjadi penguat dari fungsi ruang bawah tanah sebagai tempat pengolahan limbah karena bentuknya yang bersekat-sekat sehingga diasumsikan bahwa itu untuk pengendapan limbah. Tapi apakah benar jika fungsi ruang bawah tanah adalah pengolahan limbah. Jika benar demikian maka harusnya terdapat saluran lain yang menghubungkan dengan gedung lain di lawang sewu terutama gedung A, C dan E dan muaranya adalah ruang bawah tanah gedung B karena setiap gedung tentu ada limbah yang harus di buang ke lingkungan. Walaupun gedung B merupakan gedung yang terakhir di bangun tentu perancangan gedung yang lain yang telah di bangun harusnya telah memperhatikan pengolahan limbah juga.
c.  Sebagai penjara bawah tanah
Pada saat acara uji nyali di dalah satu stasiun swasta, di terangkan bahwa ada penjara jongkok dan berdiri yang telah banyak menewaskan pejuang kita, siapapun yang menentang pemerintah Belanda pada waktu itu bernama Netherland maka akan berakhir di penjara dan disiksa. Pernyataan tentang fungsi ruang bawah tanah yang menurut saya lebih masuk akal adalah yang terakhir ini. Adanya pipa-pipa air adalah untuk menggenangi pejuang kita di penjara jongkok, karena pipa langsung terhubung ke sungai. Jadi seperti tempat penyiksaan, jika hanya jongkok dalam waktu lama mungkin kita bisa tetapi jika digenangi setinggi leher tentu tidak akan bisa lama karena posisi kaki juga tidak bisa dirubah menjadi bersila, apabila bersila maka tentu kepala akan tenggelam. Cerita yang lain menyebutkan bahwa penjara jongkok diisi dengan orang dalam jumlah yang banyak sehingga berdesak-desakan dan ditutup dengan teralis besi. Sangat mengerikan jika membayangkan kondisi pada masa dahulu sebelum kita merdeka. Bahkan apabila kita melihat langsung proses penyiksaan, kita akan menangis karena yang disiksa adalah saudara kita sendiri. Oleh karena itu mari sempatkan untuk berdo’a ketika anda berkunjung ke tempat-tempat seperti ini, agar arwah para pejuang kita yang telah gugur di terima disisi Alloh dan diampuni segala kesalahannya.
Gedung yang menampilkan koleksi adalah gedung C dan A, hanya saja di gedung A (gedung utama) tidak diperbolehkan memasuki lantai dua dan tiga. Padahal gedung A merupakan gedung yang paling bagus menurut saya dibandingkan dengan gedung yang lain. Di gedung A dihiasi berbagai ornament karya seniman dan perajin Belanda terkenal di masa itu. Diruang penerimaan terdapat kaca patri buatan J.L Scouten dari studio ‘t Prinsenhof di Delf. Kaca pari ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik uatama gedung ini, apalagi jika terkena sinar matahari maka akan terlihat sangat indah. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi ornament tembikar karya H.A Koopman dan di buat di pembakaran tembikar Joost Thooft dan Labouchere. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga, sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu rancangan perupa L.Zijl. Kecuali batu bata, dan kayu, semua bahan bangunan yang dipakai untuk bangunan ini (di luar pondasi) diimpor dari eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan dari tambang batu granit di pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granit sebanyak sekitar 350m ini telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan sesuai ukuran dalam gambaar, sehingga di Semarang tinggal dipasang tanpa perlu ada penyesuaian. Di puncak gebel diatas pintu utama terdapat ornament relief. Relief ini menggambarkan roda kereta api bersayap yang sampai jaman Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang perkretaapian. Diatas roda bersayap terdapat relief makara seperti yang ada di candi-candi di jawa, tidak diketahui siapa seniman pembuatnya.
hiasan kaca patri gedung A
bekas noda darah lantai gedung B
Di gedung B masih ditemukan bekas-bekas darah di lantai yang mungkin pada waktu dulu ada korban yang meninggal di dalam gedung B ini karena perang. Ada pula di salah satu ruangan di lantai 2 gedung B yang memiliki luas lebih besar dibandingkan dengan ruangan-ruangan lain, di ruangan ini katanya dulu sering digunakan untuk berdansa oleh orang-orang Belanda, ada yang unik pada ruangan ini yaitu bentuk jendelanya yang terbuka ke atas. Di gedung B ini juga terdapat lantai 3 berbentuk seperti loteng, tetapi pada waktu saya ke lantai tiga ini penerangannya kurang jika dibandingkan dengan lantai dua dan satu.
Ada cerita kalau di lantai 3 lawang sewu dulu sewaktu pendudukan Jepang dipergunakan sebagai tempat eksekusi hukuman mati dengan cara di pancung, hanya saya tidak mengetahui pastinya di gedung ada peristiwa itu. Saya tidak melakukan eksplorasi pada lantai 3 gedung B karena pada waktu itu malam dan penerangannya kurang, ya boleh dikatakan saya agak takut apalagi tidak ada temannya, waktu itu saya juga habis melihat ada bekas noda darah di lantai dua jadi membuat hati deg degan. Setelah selesai berkeliling anda bisa berfoto di depan gedung lawang sewu, ada sebuah lokomotif kereta uap dengan gerbong barang, disamping lokomotif ada sebuah tugu untuk mengenang gugurnya pejuang Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan sewaktu agresi militer Belanda. Demikian perjalanan saya di Lawang Sewu.
 
jendela yang terbuka ke atas di ruang dansa gedung B
 
papan penunjuk arah di gedung B, dan pintu yang diperkuat dengan besi
perbedaan lantai setiap gedung
koleksi gedung A
koleksi gedung C
koleksi gedung C

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon