Pada dasarnya kegiatan penyuluhan
ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan perilaku masyarakat demi terwujudnya
perbaikan mutu hidup. Karena itu, pesan-pesan pembangunan yang disuluhkan
haruslah mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang
memiliki sifat pembaharuan.
Adopsi
inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan
karena proses adopsi inovasi sebenarnya
adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak
faktor yang mempengaruhinya. Adopsi inovasi merupakan proses berdasarkan
dimensi waktu. Dalam penyuluhan pertanian, banyak kenyataan petani biasanya
tidak menerima begitu saja, tetapi untuk sampai tahapan mereka mau menerima
ide-ide tersebut diperlukan waktu yang relatif lama.
Suatu
keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya mengetahui sampai sadar
dan merubah sikapnya untuk melaksanakan suatu ide baru tesebut, biasanya juga
merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh tertentu berdasarkan
dimensi waktu. Dengan kata lain suatu perubahan sikap yang dilakukan oleh
petani adalah merupakan proses yang memerlukan waktu dimana tiap-tiap petani
berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai hal yang melatarbelakangi
petani itu sendiri, misalnya kondisi petani, kondisi lingkungan dan
karakteristik dari teknologi yang mereka adopsi. Usaha-usaha yang secara sengaja ini diarahkan untuk memperbaiki
sistem-sistem sosial yang terdapat pada masyarakat dan pada akhirnya penyuluhan
ini memperbaiki masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu perlu adanya adopsi
dan difusi inovasi dalam penyuluhan pertanian.
petani mengadopsi sistem tanam jajar legowo untuk meningkatkan produksi |
A. Pengertian Adopsi dan Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan
1. Adopsi Inovasi dalam Penyuluhan
Pada hakekatnya
adopsi dalam proses penyuluhan, diartikan sebagai proses perubahan perilaku
baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan pada diri seseorang
setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Pengertian adopsi
sering rancu dengan pengertian “adaptasi” yang berarti penyesuaian. Selain itu
adopsi juga dapat diartikan sebagai proses yang terjadi sejak pertama kali
seseorang mendengar hal-hal baru sampai orang tersebut menerima, menerapkan,
dan menggunakan hal baru tersebut.
Dalam proses adopsi ini petani sasaran dapat mengambil keputusan setelah
melalui beberapa tahapan. Karena adopsi merupakan hasil dari kegiatan
penyampaian pesan penyuluhan yang berupa “inovasi”, maka proses adopsi itu
dapat digambarkan sebagai suatu proses komunikasi yang diawali dengan
penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku.
2.
Difusi Inovasi dalam Penyuluhan
Yang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah perembesan adopsi inovasi
dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu yang lain dalam system sosial
masyarakat sasaran yang sama. Perubahan sosial yang direncanakan pada proses
penyuluhan sangat rumit, pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap
kegiatan, yaitu: invensi, difusi dan konsekuensi-konsekuensi. Dan dalam
perubahan sosial perlu diadakan perencanaan yang terencana, khususnya dalam
pembangunan pertanian karena adanya faktor-faktor tertentu.
B. Tahapan dan Faktor-faktor Adopsi dan Difusi Inovasi Dalam
Penyuluhan Pertanian.
Di dalam proses
adopsi dan difusi inovasi terdapat juga proses penyesuaian, tetapi adaptasi itu
sendiri lebih merupakan proses yang berlangsung secara alami untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi lingkungan.
1. Tahapan Adopsi
Dalam proses adopsi
terdapat tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima atau menerapkan dengan
keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antara tahapan satu dengan yang
lainnya tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran,
keadaan lingkungan dan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Tahapan-tahapan
adopsi adalah:
a. Awareness atau kesadaran.
Setelah dilakukan penyuluhan dengan daya, gaya dan contoh yang
menarik bagi para petani, pada tahap ini para petani baru mengetahui dan
menyadari bahwa ada cara-cara :
·
Yang mereka lakukan kurang baik atau mengandung
kekeliruan.
·
Yang baru serta dapat meningkatkan hasil usaha dan
pendapatan.
·
Yang baru serta efektif, dan dapat mengatasi kesulitan
yang tengah atau sering dihadapinya.
Cara-cara yang kurang baik
atau keliru harus ditingggalkan dan cara-cara yang baru perlu dilakukan, tetapi
benar-benar dapat membawa hasil atau tidak. Disini para petani akan menentukan sikapnya, yaitu menaruh
perhatian atau acuh tak acuh. Selain itu penyuluh dituntut kemampuan
komunikasinya agar dapat menimbulkan sikap petani yang kebanyakan akan menaruh
perhatian tarhadap apa yang akan ia suluhkan.
b.
Interest
atau
adanya minat.
Petani yang telah tertarik
dan sadar akan perlunya teknologi baru yang berkaitan dengan usaha taninya mulai menaruh minat terhadap cara-cara itu.
Karena sikapnya yang selalu hati-hati sehingga mereka masih perlu
bertanya-tanya.
c. Evalution atau penilaian.
Setelah petani mendapat penjelaan-penjelasan dari sesama petani yang
tergolong mudah mengadopsi, maka ia mengetahui sesuatu hal yang lebih banyak
dan kebimbangannya mulai pudar. Mulailah petani itu melakukan penilaian atau evaluasi
terhadap teknologi baru. Pada tahap ini peranan penyuluh dengan jalan
memberikan penjelasan yang jelas dan terperinci adalah sangat penting. Penyuluh
harus dapat menghilangkan segala keraguan sehingga timbul keinginan petani
untuk mencoba inovasi tersebut.
d. Trial atau mencoba.
Pada tahap ini penyuluh membimbing dan memperagakan materi yang telah
disuluhkannya, kemudian penyuluh pertanian menuntun petani agar bisa
mempraktekkan teknologi secara mandiri. Penyuluh harus aktif melakukan pengawasan,
karena apabila mengalami kegagalan maka kepercayaan petani selanjutnya akan
hilang atau sulit ditimbulkan kembali.
e. Adoption atau mau menerima
Tahap ini menjelaskan bahwa
para petani akan menerapkan terus-menerus teknologi baru itu dalam kegiatan usaha taninya. Perlakuan demi
perlakuan dan keberhasilan demi keberhasilan akan lebih menggairahkan petani,
sehingga setiap dilakukan penyuluhan petani tidak pernah absen (Kartasapoetra,
1987).
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi
Kecepatan adopsi ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain;
a. Sifat inovasinya sendiri
Suatu inovasi mudah atau
sulit diterima petani sasaran sangat dipengaruhi karakteristik inovasi itu
sendiri. Sedikitnya terdapat 5 karakteristik yang mempengaruhi tingkat
kecepatan adopsi inovasi oleh petani sasaran yaitu:
·
Keuntungan relative artinya suatu inovsai akan mudah
diterima oleh petani sasaran apabila inovasi tersebut secara ekonomi
menguntungkan.
· Kompatibilitas
artinya suatu inovasi akan lebih mudah diterima oleh petani sasaran apabila
sesuai dengan norma-norma sosial, pngalaman petani sebelumnya dan
kebutuhan-kebuuhan petani.
· Kompleksitas artinya
suatu inovsai yang sulit dipahami dan digunakan petani sasaran relative tidak
mudah diadopsi petani dibandingkan inovasi yang mudah dipahami dan digunakan
petani.
· Triabilitas
menunjukkan kemampuan suatu inovasi untuk dapat dicoba dalam skala kecil.
· Observabilitas
menunjukkan kemampuan suatu inovasi untuk menghasilkan output yang dapat
dilihat oleh orang lain.
b. Sifat sasarannya
Lionberger (1960)
mengemukakan beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk
mengadopsi inovasi yang meliputi :
·
Luas usaha tani, semakin luas biasanya semakin cepat
mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.
·
Tingkat pendapatan, seperti halnya tingkat luas usaha
tani, petani dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin
cepat mengadopsi inovasi.
·
Keberanian mengambil resiko, pada tahap awal biasaya
tidak berhasil seprti yang diharapkan. Karena itu, individu yang memiliki
keberanian mengambil resiko biasanya lebih inovatif.
·
Umur, semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin
lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.
·
Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar
lingkungannya sendiri. Warga masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang
di luar system sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding meraka yang
hanya melakukan kontak pribadi dengan warga masyarakat setempat.
·
Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru.orang-orang
atau masyarakat yang aktif lebih inoatif daripada orang-orang yang pasif.
·
Sumber informasi yang dimanfaatkan. Golongan orang-orang
yang inovatif biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, sedangkan
golongan yang kurang inovatif hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh setempat.
c. Cara pengambilan keputusan.
Cara pengambilan keputusan
dalam mengadopsi sesuatu inovasi juga akan mempengaruhi kecepatan adopsi. Jika
keputusan adopsi dapat dilakukan secara pribadi relative lebih cepat dbanding
dengan pengambilan keputusan bersama. Perubahan dapat terjadi apabila terdapat
keputusan untuk melakukan perubahan.
d. Saluran komunikasi yang digunakan
Jika inovasi dapat dengan mudah dan jelas dapat disampaikan melalui
media massa, atau sebaliknya jika kelompok sasarannya dapat dengan mudah
menerima inovasi yang disampaikan maka proses
adopsi akan berlangsung relative lebih cepat dibanding dengan inovasi yang
harus disampaikan lewat media massa antar pribadi. Kecepatan diterimanya suatu
inovasi oleh masyarakat, sangat dipengaruhi pula oleh saluran komunikasi yang digunakan.
Ada beberapa saluran komunikasi yang dapat dipilih yaitu:
·
Melalui media masa seperti TV, koran, majalah dan
sebagainya.
·
Melalui saluran tatap muka (inter personal)
Pada kondisi masyarakat
pedesaan yang ada pada saat ini, penyampaian inovasi pada masyarakat pedesaan
melalui media massa rasanya belum efektif, karena jangkauan masyarakat pedesaan
pada media massa masih relatif rendah. Oleh karena itu, akan lebih efektif
apabila proses penyampaian inovasi pada masyarakat pedesaan digunakan saluran
interpersonal.
e. Keadaan penyuluh.
Kecepatan adopsi juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan
penyuluh, khususnya tentang upaya yang
dilakukan penyuluh untuk “mempromosikan” inovasinya. Semakin rajin penyuluhnya
menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Demikian juga, jika
penyuluh mampu berkomunikasi secara efektif dan terampil menggunakan saluran
komunikasi yang paling efektif, proses adopsi pasti akan berlangsung lebih
cepat dengan yang lainnya. Selain itu, kondisi masyarakat yang akan menerima
inovasi yang disampaikan ikut berpengaruh terhadap kecepatan diterimanya
inovasi tersebut. Secara teoritis masyarakat yang mempunyai ciri modern akan lebih cepat
menerima inovasi dibandingkan masyarakat yang berciri tradisional.
C. Model Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan Pertanian
Proses penyebaran inovasi dari suatu sumber
inovasi kepada anggota-anggota suatu system sosial digambarkan dalam model
difusi inovasi. Dengan menganggap bahwa sumber inovasi hanya berasal dari
lembaga penelitian, maka terdapat tiga model difusi inovasi, yaitu: Model Top
Down, Model Feed Back dan Model Farmer Back To Farmer.
1. Model Top Down
Model ini dikemukakan oleh A.H.
Bunting (1979), mendeskripsikan model top down ini sebagai model penyuluhan
pertanian konvensional sebagai mana halnya proses komunikasi yang melibatkan tenaga
teknis dan administrasi penyuluhan, yang diwakili peneliti yang menghasilkan
teknologi yang ditransmisikan melalui penyuluhan kepada petani produsen atau
sasaran yang diharapkan.
2. Model Feedback
Model
Feedback ini dikembangkan oleh Benor dan Horison (1977). Model feedback ini
dikenal sebagai training dan visit system atau di Indonesia disebut system
latihan kunjungan (system LAKU). Model ini dianggap sebagai perbaikan model
Top-Down, yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik antara peneliti-
penyuluh pertanian. Dalam model ini, peneliti bekerja di laboratrium dapat
memahami dengan baik reaksi petani terhadap teknologi yang dihasilkan peneliti,
sehingga terjadi komunikasi langsung antara pakar agronomi, pakar ilmu-ilmu sosial
dan penyuluh yang bekerja dengan petani di lapang.
3. Model Farmer Back To Farmer
Model ini
dikemukakan oleh Rhoades dan Booth (1982) yang mengasumsikan bahwa penelitian
harus dimulai dan diakhiri dari petani.
Dengan demikian dalam model difusi ini terdapat informasi yang lengkap dan
akurat mengenai realitas usaha tani. Model juga mengasumsikan bahwa petani
memiliki masalah teknologi dan berusaha untuk memecahkanya. Kunci perbedaan
dengan model difusi lainnya adalah fleksibilitas dan penelitian ditingkat
petani untuk mengidenfikasi sumber daya yang ada ditingkat usaha tani.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2007. Pemahaman
tentang Adopsi, Difusi dan Inovasi (Teknologi) dalam Penyuluhan Pertanian. www.deptan.go.id. Diakses pada
tanggal 13 November 2007.
Mardikanto, Totok.
1999. Dasar-Dasar Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian. UNS Press. Surakarta.
Tarik Ibrahim, Jabal
dkk. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan
Pertanian. UMM Press. Malang.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon