lawang sewu tempo dulu |
lawang sewu tahun 2017 |
Lawang
sewu merupakan tempat wisata yang berada di Kota Semarang tepatnya sebelah tugu
muda, buka setiap hari dari jam 07.00 WIB – 21.00 WIB. Harga tiket untuk
memasuki tempat wisata ini adalah Rp. 10.000 untuk dewasa, Rp. 5.000 untuk
anak-anak dan pelajar. Disediakan pula
pemandu wisata untuk memandu perjalanan kelompok atau keluarga, tetapi pada
saat ke museum ini saya tidak menggunakan jasa pemandu wisata sehingga biaya
untuk membayar pemandu wisata tidak saya ketahui. Saya ke lokasi wisata lawang
sewu pada hari senin tanggal 10 Juli 2017, ketika itu saya mengikuti pelatihan
di salah satu hotel di dekat lawang sewu. Karena jam buka hingga pukul
21.00WIB, saya menyempatkan datang pukul 19.00 WIB. Tempat parkir untuk ke
lokasi ini berada di samping bangunan dekat dengan sungai, tidak begitu luas
karena hanya bahu jalan inspeksi tetapi tetap bisa menampung pengunjung yang
cukup banyak.
suasana malam di lawang sewu, gedung A dilihat dari gedung B |
Bayangan
saya lokasi wisata ini kalau malam pasti sepi, apalagi mendengar cerita-cerita
misteri di lawang sewu membuat saya agak takut pada waktu itu. Setelah sampai
di lokasi ternyata bayangan saya tadi berbeda dengan kenyataanya, pada waktu
malam hari lokasi wisata ini sangat ramai pengunjung. Bahkan semakin malam
pengunjungnya malah semakin bertambah. Kesan-kesan bangunan angker seperti di
cerita-cerita yang saya dengar tentang lawang sewu sekejap langsung hilang
berubah dengan perasaan takjub dan kagum. Bagaimana tidak, lawang sewu terlihat
sangat indah dengan pancaran lampu-lampu penerang yang hampir ada di semua
lokasi.
salah satu menara di lawang sewu, gedung A |
Sejarah
gedung lawang sewu ini tidak terlepas dari sejarah perkeretaapian di Indonesia
karena di bangun sebagai Het
Hoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) kantor
administrasi perusahaan kereta api swasta yang pertama kali membangun jalur
kereta api di Indonesia, menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden (Surakarta
dan Yogyakarta) dengan jalur pertama Semarang-Tanggoeng 1867.
Jika
anda ingin melihat lokomotif kereta api pada jaman dulu, yang mana koleksi
lokomotifnya terlengkap di Indonesia dan sejarah pembangunan jalurnya bisa
datang ke museum kereta api di Ambarawa Kabupaten Semarang. Secara tidak
langsung lawang sewu ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan museum keretaApi di Ambarawa, karena sama-sama merupakan saksi sejarah perkeretaapian di
Indonesia. Di lawang sewu ada satu ruangan yang menampilkan bentuk stasium
Williem I yang ada di Ambarawa, ini merupakan bukti keterikatan tersebut.
Sejarah
mengenai perkeretaapian di Indonesia secara singkat adalah sebagai berikut :
Pembangunan
jalan kereta api pertama di Pulau Jawa, yaitu jalur Semarang-Vorstenlanden,
daerah kerajaan Surakarta dan Yogyakarta yang ketika itu merupakan daerah
pertanian paling produktif, tapi juga sulit dijangkau. Dan jalur antara Batavia
(Jakarta) – Buitenzorg (Bogor), tempat kedudukan pemerintah Hindia Belanda dan
daerah penghasil teh serta kopi. Kedua jalur ini dibangun oleh Nederlandsch-Indische
Spoorweg Maatscappij (NIS) dan kemudian berkembang dengan pembangunan
jalur-jalur lain yang diserahkan kepada perusahaan kereta api swasta
Semarang-Joeana Stroomtram Maatscappij (SJS) pada tahun 1881, diikuti jalur
trem JSM (Java Spoorweg Maatscappij) di Tegal pada tahun 1885 yang kemudian
dibeli oleh SCS (Semarang Cheribon Stoomtram Maatscappij) pada tahun 1887.
Salah satu perusahaan kereta api yang lain lagi adalah Oos-Java Stoomtram Maatscappij
pada tahun 1889 yang membangun jalur antara Surabaya sampai Wonokromo.
Setelah
diadakan berbagai persiapan termasuk bentuk konsesi yang akan diberikan, maka
pada hari jum’at tanggal 7 Juni 1864 di Desa Kemijen (Kota Semarang)
diselenggarakan upacara sebagai tanda pekerjaan pemasangan jalan rel dimulai.
Sebagai puncak upacara ditandai dengan pencangkulan tanah pertama yang
dilakukan oleh Mr. J.A.J Baron Sloet van de Beele. Dan setelah melalui berbagai
kesulitan dalam pembangunan jalan rel ini, pada tanggal 10 Agustus 1867 jalan
kereta api pertama di Indonesia bisa diresmikan, yaitu dari Semarang sampai ke
Tanggoeng (Tanggung, Kabupaten Grobogan) sejauh sekitar 25 kilometer. Pada
tahun 1893 dibangun jalur Yogya-Brosot, disusul jalur Yogya-Ambarawa lewat
Magelang dan Secang. Terakhir dibangun Gundih-Surabaya sepanjang 245 kilometer.
Stasiun
pertama NIS di Semarang berada di Tambaksari (Kemijen) yang berada di dekat
pelabuhan Semarang (stasiun Samarang). Stasiun Samarang ini adalah stasiun
ujung atau dalam bahasa Belanda disebut kopstation. Tahun 1914 stasiun Samarang
dibongkar untuk memungkinkan pembangunan jalan rel ke stasiun NIS yang baru di
Tawang. Sebagian bangunan stasiun Samarang masih dipakai untuk gudang, sehingga
kemudian dikenal sebagai stasiun Semarang Gudang. Saat ini stasiun Samarang
sudah berubah menjadi pemukiman warga dengan sebutan “Spoorlan”.
Kembali ke sejarah Lawang Sewu (Het
Hoofdkantoor van de NIS). Pada akhir
tahun 1863 Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) telah menguasai
lahan seluas 18.232 meter persegi yang berlokasi di bunderan Tugu Muda Semarang
yang dahulu disebut Wilhelmia Plein, persimpangan Bodjongweg (sekarang Jalan
Pemuda). Kemudian seorang arsitek bernama Ir. P.de Rieu ditugaskan untuk
merancang dan membangun rumah penjaga dan gedung percetakan di lokasi tersebut.
Bersamaan dengan itu sang arsitek diminta juga untuk membuat disain gedung
utama yang diperuntukkan sebagai kantor Nederlandsch-Indische Spoorweg
Maatscappij (NIS). Direksi NIS di Den Haag menyerahkan perencanaan Het Hoofdkantoor van de NIS ini kepada
Prof. Jacob F.Klinkhamer dan B.J Ouendag serta dibantu C.G Cintroen, arsitek
dari Amsterdam, karena rencana pembangunan yang dilakukan oleh Ir. P.de Rieu
terhambat hingga akhir tahun 1903. Pelaksanaan pembangunannya dimulai 27
Februari 1904 dan selesai Juli 1907. Bangunan pertama yang dikerjakan adalah
rumah penjaga (gedung E) dan bangunan percetakan (gedung C) digunakan sebagai
tempat percetakan tiket dan jadwal kereta untuk NIS, kemudian dilanjutkan
dengan bangunan utama (gedung A) yang mengacu pada perpaduan gaya arsitektur
tropis dan Eropa. Pembangunan gedung A ini memakan waktu dan biaya, dikarenakan
sebagian besar bahan bangunan diimpor dari Eropa dan merupakan pesanan khusus.
setiap gedung ada selasar di tengahnya |
Setelah
dipergunakan beberapa tahun, kebutuhan ruang kerja di gedung A (gedung utama)
dirasa tidak memadahi lagi sehingga diputuskan untuk membangun gedung tambahan.
Perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan disisi Timur
Laut (bangunan B) tahun 1916-1918 dengan ukuran 23 meter x 77 meter. Sekilas
bangunan ini mempunyai gaya arsitektur yang hampir sama dengan bangunan utama,
tetapi dari segi konstruksinya berbeda. Bangunan baru ini menggunakan kostruksi
beton bertulang sehingga dinding batu bata tidak memikul beban, sementara
bangunan utama (gedung A) menggunakan system Bearing Wall (struktur dinding
memikul). Selain karena kemajuan teknologi, konstruksi beton bertulang
bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan bahan bangunan local. Pihak NIS
belajar dari pengalaman terdahulu yang kerap terjadi kesulitan karena bahan
bangunan harus impor. Arsitektur yang gagah pada gedung utama dan gedung
tambahan inilah yang kemudian menjadikan lawang sewu sebagai ikon kota Semarang.
selasar belakang gedung B |
Sejarah
penggunaan gedung ini adalah pada Juli 1907 digunakan sebagai kantor Nederlandsch-Indische
Spoorweg Maatscappij (NIS). Tahun 1942-1945 digunakan sebagai kantor Riyuku
Sokyuku (Jawatan Transportasi Jepang). Tahun 1945 menjadi kantor DKRI (Djawatan
Kereta Api Republik Indonesia). Tahun 1946 saat agresi miter dipergunakan
sebagai markas tentara Belanda. Tahun 1949 dipergunakan oleh Kodam IV
Diponegoro. Tahun 1994 gedung ini diserahkan kembali kepada kereta api (saat
itu PERUMKA saai ini PT.KAI), kemudian beberapa tahun dipergunakan oleh Dinas
Pehubungan dan kemudian mulai tahun 2009 dipugar oleh PT. KAI (Persero).
salah satu koleksi di gedung C |
Nama
Lawang Sewu berasal dari julukan (paraban bahasa jawa) yang diberikan
masyarakat Semarang yang berarti Pintu Seribu, karena banyaknya pintu pada
bangunan ini. Pada bangunan C yang dulunya merupakan tempat percetakan tiket
dan jadwal kereta terdapat penjelasan sejarah renovasi bangunan Lawang Sewu,
cetak biru, serta benda-benda seperti genteng, batu bata, rumah kunci, engsel
pintu, handel pintu dan di berikan contoh yang asli serta replica. Dari
informasi yang tertulis di gedung C ada tiga tahap pemugaran pada lawang sewu :
Tahap pertama : pada Bulan Agustus- September 2009 dilakukan tahap
awal perbaikan Hall dan lobby gedung A (gedung utama) sebagai uji bahan dan uji
teknis pengerjaan.
Tahap kedua : tanggal 1 Juni 2010 -25 Februari 2011 dilaksanakan
proses pemugaran gedung utama dan gedung C ex percetakan dan pada tanggal 15
Juli 2011 Purna Pugar cagar Budaya Lawang Sewu diresmikan oleh Ibu Ani
Yudhoyono.
Tahap tiga : tanggal 16 Mei 2014-23 Februari 2015 dilaksankan proses
pemugaran gedung B (gedung tambahan), gedung D( ruang tunggu/P3K) dan gedung E
ex-rumah penjaga (kantor pengelola)
Pada saat memasuki museum anda akan melihat
sebuah bangunan yang menyendiri berbentuk oval di samping bangunan utama,
bangunan tersebut merupakan sumur tua, entah apa yang mendasari Belanda untuk
membuat bangunan di atas sumur tua itu. Hanya pada waktu memasuki museum ada
penjelasan bahwa sumur tua itu keramat. Memang dirasa diluar logika karena
orang orang Eropa terutama Belanda lebih menjunjung ilmu pengetahuan ketimbang
suatu mitos, dan saya yakin bukan karena “sumur keramat” kemudian di bangun
sebuah bangunan yang bagus, mungkin bangunan tersebut untuk mencegah sumur agar
tidak kotor atau diracun oleh pejuang kita, karena pada masa dulu pasti sumur
tersebut dijadikan sumber air minum bagi pihak Belanda yang berkantor di lawang
sewu tersebut. Dan disebarlah isu-isu yang mengait-kaitkan bahwa sumur tersebut
keramat atau angker.
sumur tua di samping gedung A |
Prof.
Jacob F.Klinkhamer dan B.J Ouendag membangun gedung kantor untuk NIS ini bukan
tanpa pertimbangan, terutama adalah cuaca yang berbeda antara Eropa dengan
Asia. Yang mana di Indonesia termasuk beriklim tropis dengan cuaca yang panas
dan hujan lebat, apalagi di kota semarang cuacanya tentu lebih panas dari pada
kota-kota lain di sekitarnya karena ketinggiannya rendah. Kearifan masyarakat
Indonesia terutama Jawa menjadi dasar dalam pembangunannya, yaitu pendopo. Jika
dilihat memang bangunannya tidak seperti pendopo, tetapi fungsi yang dari
bangunannya yang dirancang baik pendopo maupun gedung lawang sewu adalah sama
yaitu agar sirkulasi udara menjadi leluasa dan orang di dalamnya sejuk dan
nyaman. Meskipun arsiteknya seorang Belanda yaitu Prof. Jacob F.Klinkhamer dan
B.J Ouendag lawang sewu punya emperan yang cukup lebar, puntu yang banyak,
jendela juga banyak.
jalan menuju ruang bawah tanah gedung B |
Ada
cerita mistis yang menyelimuti gedung nan megah ini karena dulu pernah
dijadikan lokasi uji nyali dan ternyata ada penampakan yang muncul tertangkap
kamera dengan jelas. Lokasi uji nyali tersebut berada di ruang bawah tanah di
Gedung B, seperti yang sudah saya tuliskan di atas bahwa gedung B merupakan
gedung tambahan yang terakhir di bangun karena keidakmampuan gedung A untuk
mengurus administrasi yang semakin banyak. Ada beberapa versi yang ada di
masyarakat tentang fungsi dari ruang bawah tanah ini :
a.
Sebagai tempat untuk menampung air yang berfungsi
mendinginkan ruangan diatasnya
Di dalam ruang bawah tanah terdapat pipa
yang tersambung ke sungai. Pemandu wisata mengatakan bawa fungsi ruang bawah
tanah ini adalah untuk menampung air dan kemudian menyebabkan suasana lembab
yang berfungsi untuk mendinginkan ruangan atas, jadi seperti AC alami. Proses
kerjanya air dari sungai dialirkan ke ruang bawah tanah ini. Ada beberapa pernyataan
yang menyanggah fungsi yang pertama ini antara lain bahwa bangunan yang
terendam air terus-menerus justru akan cepat rusak dibandingkan dengan bangunan
yang tidak terendam air. Tentu hal tersebut sudah dipertimbangkan oleh Prof.
Jacob F.Klinkhamer dan B.J Ouendag sehingga tidak mungkin jika fungsi dari
ruangan bawah tanah adalah untuk mendinginkan ruangan.
Selain itu bentuk dari bangunan lawang
sewu sendiri dikelilingi oleh selasar depan dan belakang (voorgalerij dan
achtergalerij) untuk melindungi bangunan dari sengatan matahari langsung. Ada
juga selasar tengah selain untuk menghubungkan antar ruang juga berfungsi untuk
mendinginkan ruangan (sebagai saluran udara), banyak pintu pintu dan jendela
yang juga berfungsi untuk memperlancar sirkulasi udara.
Atap juga dibuat sedemikian rupa
sehingga kedap air sekaligus membuat ruang atap (solder atau attic) tetap
dingin. Menjaga ruang di bawah atap tetap kering dan sejuk sangat penting
karena adanya arsip yang disimpan di ruangan itu, solusinya pada bagian atap
adalah dengan membuat atap ganda, aliran udara di ruang diantara kedua bidang
atap diperlancar dengan adanya solder attic menara-menara ventilasi di puncak
atap. Jika ruang bawah tanah dialiri air maka gedung menjadi lembab, kondisi
ini akan bertolak belakang dengan fungsi atap yang dibuat sedemikian, karena
jika gedung menjadi lembab maka airsipnya akan cepat rusak.
setiap ruang di gedung lawang sewu terdapat pintu dan jendela berfungsi untuk memperlancar aliran udara |
Sehingga dapat disimpulkan bahwa fungsi
ruang bawah tanah tidak untuk mendinginkan ruangan, karena bentuk dari gedung
lawang sewu sendiri terutama gedung A dan B berfungsi untuk menjaga udara dalam
ruangan tetap sejuk dan membuat orang nyaman.
b.
Sebagai tempat pengolahan air limbah sebelum di buang ke
lingkungan
Adanya pipa yang terhubung ke sungai di
kaitkan dengan pengolahan limbah sebelum di buang ke lingkungan (sungai). Tentu
hal tersebut lebih masuk akal dibandingkan dengan pernyataan yang pertama,
tetapi ada hal yang janggal dari fungsi untuk pengolahan limbah yaitu bahwa
pengolahan limbah harus dilakukan melalui pengendapan dan penyaringan, jika
hanya memanfaatkan pipa saja tentu limbah tidak terolah dengan baik, adanya “penjara
jongkok” menjadi penguat dari fungsi ruang bawah tanah sebagai tempat
pengolahan limbah karena bentuknya yang bersekat-sekat sehingga diasumsikan
bahwa itu untuk pengendapan limbah. Tapi apakah benar jika fungsi ruang bawah
tanah adalah pengolahan limbah. Jika benar demikian maka harusnya terdapat
saluran lain yang menghubungkan dengan gedung lain di lawang sewu terutama
gedung A, C dan E dan muaranya adalah ruang bawah tanah gedung B karena setiap
gedung tentu ada limbah yang harus di buang ke lingkungan. Walaupun gedung B
merupakan gedung yang terakhir di bangun tentu perancangan gedung yang lain
yang telah di bangun harusnya telah memperhatikan pengolahan limbah juga.
c.
Sebagai penjara bawah tanah
Pada saat acara uji nyali di dalah satu stasiun
swasta, di terangkan bahwa ada penjara jongkok dan berdiri yang telah banyak
menewaskan pejuang kita, siapapun yang menentang pemerintah Belanda pada waktu
itu bernama Netherland maka akan berakhir di penjara dan disiksa. Pernyataan
tentang fungsi ruang bawah tanah yang menurut saya lebih masuk akal adalah yang
terakhir ini. Adanya pipa-pipa air adalah untuk menggenangi pejuang kita di
penjara jongkok, karena pipa langsung terhubung ke sungai. Jadi seperti tempat
penyiksaan, jika hanya jongkok dalam waktu lama mungkin kita bisa tetapi jika
digenangi setinggi leher tentu tidak akan bisa lama karena posisi kaki juga
tidak bisa dirubah menjadi bersila, apabila bersila maka tentu kepala akan
tenggelam. Cerita yang lain menyebutkan bahwa penjara jongkok diisi dengan
orang dalam jumlah yang banyak sehingga berdesak-desakan dan ditutup dengan
teralis besi. Sangat mengerikan jika membayangkan kondisi pada masa dahulu
sebelum kita merdeka. Bahkan apabila kita melihat langsung proses penyiksaan,
kita akan menangis karena yang disiksa adalah saudara kita sendiri. Oleh karena
itu mari sempatkan untuk berdo’a ketika anda berkunjung ke tempat-tempat
seperti ini, agar arwah para pejuang kita yang telah gugur di terima disisi
Alloh dan diampuni segala kesalahannya.
Gedung
yang menampilkan koleksi adalah gedung C dan A, hanya saja di gedung A (gedung
utama) tidak diperbolehkan memasuki lantai dua dan tiga. Padahal gedung A
merupakan gedung yang paling bagus menurut saya dibandingkan dengan gedung yang
lain. Di gedung A dihiasi berbagai ornament karya seniman dan perajin Belanda
terkenal di masa itu. Diruang penerimaan terdapat kaca patri buatan J.L Scouten
dari studio ‘t Prinsenhof di Delf. Kaca pari ini sampai sekarang menjadi salah
satu daya tarik uatama gedung ini, apalagi jika terkena sinar matahari maka
akan terlihat sangat indah. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi ornament
tembikar karya H.A Koopman dan di buat di pembakaran tembikar Joost Thooft dan
Labouchere. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga,
sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu rancangan perupa L.Zijl.
Kecuali batu bata, dan kayu, semua bahan bangunan yang dipakai untuk bangunan
ini (di luar pondasi) diimpor dari eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan
dari tambang batu granit di pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granit
sebanyak sekitar 350m ini telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan
sesuai ukuran dalam gambaar, sehingga di Semarang tinggal dipasang tanpa perlu
ada penyesuaian. Di puncak gebel diatas pintu utama terdapat ornament relief.
Relief ini menggambarkan roda kereta api bersayap yang sampai jaman Djawatan
Kereta Api (DKA) merupakan lambang perkretaapian. Diatas roda bersayap terdapat
relief makara seperti yang ada di candi-candi di jawa, tidak diketahui siapa
seniman pembuatnya.
hiasan kaca patri gedung A |
bekas noda darah lantai gedung B |
Di
gedung B masih ditemukan bekas-bekas darah di lantai yang mungkin pada waktu
dulu ada korban yang meninggal di dalam gedung B ini karena perang. Ada pula di
salah satu ruangan di lantai 2 gedung B yang memiliki luas lebih besar
dibandingkan dengan ruangan-ruangan lain, di ruangan ini katanya dulu sering
digunakan untuk berdansa oleh orang-orang Belanda, ada yang unik pada ruangan
ini yaitu bentuk jendelanya yang terbuka ke atas. Di gedung B ini juga terdapat
lantai 3 berbentuk seperti loteng, tetapi pada waktu saya ke lantai tiga ini
penerangannya kurang jika dibandingkan dengan lantai dua dan satu.
Ada
cerita kalau di lantai 3 lawang sewu dulu sewaktu pendudukan Jepang
dipergunakan sebagai tempat eksekusi hukuman mati dengan cara di pancung, hanya
saya tidak mengetahui pastinya di gedung ada peristiwa itu. Saya tidak
melakukan eksplorasi pada lantai 3 gedung B karena pada waktu itu malam dan
penerangannya kurang, ya boleh dikatakan saya agak takut apalagi tidak ada
temannya, waktu itu saya juga habis melihat ada bekas noda darah di lantai dua
jadi membuat hati deg degan. Setelah selesai berkeliling anda bisa berfoto di
depan gedung lawang sewu, ada sebuah lokomotif kereta uap dengan gerbong
barang, disamping lokomotif ada sebuah tugu untuk mengenang gugurnya pejuang Indonesia
untuk mempertahankan kemerdekaan sewaktu agresi militer Belanda. Demikian
perjalanan saya di Lawang Sewu.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon