Untuk menghadapi tantangan di era globalisasi, penyuluh pertanian sebagai penyedia public goods dituntut memilki minimal tiga fungsi, yaitu transfer teknologi (technology transfer), fasilitasi (facilitation), dan penasehat (advisory work)
Kini peranan penyuluhan pertanian
tidak hanya sekedar "sebagai alih teknologi" dari peneliti kepada
petani, namun dituntut Iebih dari itu, yaitu membantu petani dalam mengambil
keputusan sendiri, dengan cara menambah pilihan, dan menolong mereka dalam
mengembangkan wawasan tentang konsekuensi dari masing-masing pilihan yang
diambilnya.
kegiatan penyuluhan SLPTT |
Kebijakan pembangunan di kebanyakan
negara adalah meningkatkan produksi pangan dalam jumlah seimbang dengan
permintaan bahan pangan yang terus meningkat. Capaian ini harus berkelanjutan
dan harus dilakukan dengan cara yang berbeda dari cara terdahulu, sehingga
kelembagaan penyuluhan yang efektif sangatlah penting dalam situasi yang
demikian. Van den Ban A.W. (1999) menyoroti beberapa permasalahan yang biasa
muncul akibat dari ketidak efektifan lembaga penyuluhan yang ada di beberapa
negara, yaitu (1) tidak tersedianya teknologi tepat guna bagi petani; (2) tidak
adanya keterkaitan antara lembaga penyuluhan dengan lembaga penelitian
pertanian; (3) kurangnya tenaga lapangan yang terlatih dibidang teknologi
pertanian; (4) kurangnya alat bantu mengajar dan berkomunikasi bagi petugas penyuluhan;
(5) penyuluh dibebani tugas ganda disamping tugas penyuluhan itu sendiri.
Kelima permasalahan tersebut diatas menjadi cerminan kelembagaan penyuluhan
pertanian di Indonesia yang selalu berubah, seakan Indonesia belum menemukan
kelembagaan penyuluhan yang ideal untuk diterapkan disetiap kabupaten kota di
Indonesia.
Ketika
kelembagaan yang menangani penyuluhan pertanian dibentuk tahun 1969 silam, maka
salah satu kegiatan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam tata
penyuluhan pertanian adalah usaha meningkatkan partisipasi serta swadaya petani
dalam menerapkan teknologi. Kegiatan yang dipilih untuk mendorong partisipasi
petani pada waktu itu adalah demonstrasi plot (demplot), siaran perdesaan, dan
penyelenggaraan berbagai kursus pertanian. Dampak dari beberapa kegiatan
penyuluhan tersebut ternyata mampu mengungkit tumbuhnya kelembagaan tani yang
menyebar di berbagai kabupaten di Indonesia. Melalui demplot yang dilakukan
oleh sekelompok petani, selanjutnya menumbuhkan kelompok tani yang
menyelenggarakan demonstrasi farm. Dari siaran pedesaan tumbuh dan
berkembang kelompok pendengar siaran perdesaan yang melakukan kegiatan dengar,
diskusi dan gerak.
Sejak
tahun 2001 kewenangan bidang penyuluhan pertanian dilimpahkan kepada pemerintah
daerah dengan harapan melalui otonomi daerah kinerja penyuluhan pertanian dapat
ditingkatkan. UU otonomi daerah memberi peluang besar kepada daerah dan DPRD
untuk mengatur semua sektor termasuk kelembagaan penyuluhan pertanian.
Kewenangan ini terkadang tidak mengakomodasi amanat UU No.16/2006 tentang
Sistim Penyuluhan Pertanian, perikanan dan Kehutanan (SP3K) akibatnya dalam
membentuk kelembagaan penyuluhan di kabupaten/kota sangat bervariatif
tergantung dari keberpihakan pemimpin daerah terhadap pembangunan sektor
pertanian, hal ini dapat dilihat dari seberapa besar bagian alokasi anggaran
daerah untuk setiap sektor.
Menuju
pada kelembagaan penyuluhan pertanian yang ideal, maka perlu dukungan penyuluh
pertanian yang kompeten dan terus menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan
sasaran (petani) yang juga bergerak seiring dengan pesatnya perkembangan
teknologi informasi. Mudahnya petani mengakses inovasi teknologi pertanian
melalui berbagai media
komunikasi menuntut penyuluh pertanian juga berinovasi menyesuaikan hal
tersebut. Tetapi, peranan penyuluh pertanian di lapangan sebagai sumber
informasi utama dalam menyebarkan inovasi teknologi kini mulai menurun seiring
berkembangnya information technology system (IT). Hasil studi Farrington
(dalam Subejo 2006) melaporkan bahwa sumber informasi utama dalam penyebaran
teknologi baru pertanian dari interpersonal adalah petani lain (39%) dan kontak
tani (31%), sedangkan peranan petugas penyuluh lapangan kurang dari 10 persen.
Sumber utama dari mass media adalah surat kabar (29%) dan private
broadcasting (26%).
Untuk menghadapi tantangan di era
globalisasi tersebut, penyuluh pertanian sebagai penyedia public goods
dituntut memilki minimal tiga fungsi, yaitu transfer teknologi (technology
transfer), fasilitasi (facilitation), dan penasehat (advisory
work). Untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut, penyuluh pertanian lapangan
harus mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Ketiga fungsi kemampuan penyuluh tersebut yang akan membantu mereka dalam
memberikan jasa pelayanan kepada petani. Terdapat beberapa karakteristik petani
yang dipengaruhi oleh kondisi agroekosistim setempat. Petani yang tinggal di
dataran rendah akan berbeda dengan petani yang bermukim di dataran tinggi
maupun lahan kering. Karakteristik petani yang khas tersebut menuntut penyuluh
menyesuaikan dengan perilaku mereka. Namun demikian kemampuan penyuluh harus
didukung dengan program dan kelembagaan penyuluhan yang kuat.
Materi inovasi teknologi pertanian yang
sesuai dan dibutuhkan petani menjadi dasar dalam menyusun bahan penyuluhan yang
menarik untuk dikomunikasikan kepada petani. Perpaduan antara strategi
penyuluhan yang tepat dan ketersediaan inovasi teknologi yang diminati oleh
petani serta kesesuain dengan kondisi agroekosistem setempat akan menjadi
masukan yang harmonis dalam meningkatkan kemampuan teknis petani dalam
berusahatani, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi
dan produktivitas. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka kesesuaian
inovasi teknologi dan peran penyuluhan pertanian akan saling terkait menjadi
suatu kesatuan yang utuh, saling mendukung dalam meningkatkan produksi dan
produktivitas pertanian.
Daftar Pustaka
Ban, AW Van Den. dan HS. Hawkins.
1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Subejo. 2006. Kajian Analitik :
Penyuluhan Pertanian Indonesia Di Tengah Isu Desentralisasi, Privatisasi, dan
Demokratisasi. Jurnal Penyuluhan. Vol 2 No 2 : 69-76.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon