ADMINISTRASI PENYULUHAN

11:22 AM
-->
A. JENJANG PENYULUHAN PERTANIAN
Seorang penyuluh pertanian harus mempunyai kompetensi, mempunyai wilayah kerja yang jelas, mempunyai kegiatan dan sasaran penyuluhan yang jelas, bertugas memberdayakan masyarakat dengan menguatkan kelembagaan penyuluhan pertanian, melaksanakan pendampingan kepada kelompok tani dan keluarganya.
Berdasarkan jabatan fungsional, penyuluh pertanian terdiri dari:
1. Penyuluh Pertanian Lapangan
2. Petugas Penyuluh Urusan Programa
3. Penyuluh Pertanian Spesialis
Berdasarkan jenjang jabatan fungsional dan kepangkatan penyuluhan pertanian dimulai dari yang paling rendah, yaitu :
1. Asisten Penyuluh Pertanian Muda dengan pangkat IIa
2. Asisten Penyuluh Pertanian Madya dengan pangkat IIb
3. Asisten Penyuluh Pertanian dengan pangkat IIc
4. Ajun Penyuluh Pertanian Muda dengan pangkat IId
5. Ajun Penyuluh Pertanian Madya dengan pangkat IIIa
6. Ajun Penyuluh Pertanian dengan pangkat IIIb
7. Penyuluh Pertanian Pratama dengan pangkat IIIc
8. Penyuluh Pertanian Muda dengan pangkat IIId
9. Penyuluh Pertanian Madya dengan pangkat IVa
10. Penyuluh Pertanian Utama Pratama dengan pangkat IVb
11. Penyuluh Pertanian Utama Muda dengan pangkat IVc
Jenjang jabatan dan kepangkatan penyuluh pertanian yang ada di Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 19/KEP/MK.WASPAN/5/1999 yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 pada pasal 7 yang dijabarkan sebagai berikut:
(1) Jabatan fungsional Penyuluh Pertanian, terdiri dari :
a. Penyuluh Pertanian Terampil
b. Penyuluh Pertanian Ahli
(2) Jenjang jabatan fungsional Penyuluh Pertanian Terampil dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu :
a. Penyuluh Pertanian Pelaksana Pemula
b. Penyuluh Pertanian Pelaksana
c. Penyuluh Pertanian Pelaksana Lanjutan
d. Penyuluh Pertanian Penyelia
(3) Jenjang jabatan fungsional Penyuluh Pertanian Ahli dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu :
a. Penyuluh Pertanian Pertama
b. Penyuluh Pertanian Muda
c. Penyuluh Pertanian Madya
d. Penyuluh Pertanian Utama
(4) Jenjang pangkat Penyuluh Pertanian Terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu :
a. Penyuluh Pertanian Pelaksana Pemula : Pengatur Muda, golongan ruang II/a.
b. Penyuluh Pertanian Pelaksana :
1. Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b
2. Pengatur, golongan ruang II/c
3. Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d
c. Penyuluh Pertanian Pelaksana Lanjutan :
1. Penata Muda, golongan ruang III/a
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b
d. Penyuluh Pertanian Penyelia :
1. Penata, golongan ruang III/c
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d
(5) Jenjang pangkat Penyuluh Pertanian Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu :
a. Penyuluh Pertanian Pertama :
1. Penata Muda, golongan ruang III/a
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b
b. Penyuluh Pertanian Muda :
1. Penata, golongan ruang III/c
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c. Penyuluh Pertanian Madya :
1. Pembina, golongan ruang IV/a
2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c
d. Penyuluh Pertanian Utama :
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d
2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e
B. Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian
Wilayah kerja penyuluhan pertanian dipengaruhi oleh administrasi pemerintahan atau berdasarkan topografi atau wilayah daerah aliran sungai. Oleh karena itu, dalam menentukan wilayah kerja penyuluhan pertanian harus mempertimbangkan dua hal pokok, yaitu :
1. Wilayah administrasi pemerintahan atau pembangunan yang didalamnya mengatur bahwa luas wilayah terkecil adalah desa/kelurahan.
2. Wilayah pembangunan yang mendasarkan pada kondisi alam misalnya aderah aliran sungai, misalnya penyuluhan kehutanan.
Berkaitan dengan dua hal tersebut, pembagian wilayah kerja bagi penyuluh yang terjadi pada saat ini masih lebih mengutamakan atau mendasarkan pada wilayah administrasi pemerintah. Walaupun demikian juga masih mempertimbangkan wilayah daerah aliran sungai apabila daerah tersebut memungkinkan untuk menggabungkan kedua kondisi wilayah tersebut. Di samping itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan pertanian, spesialisasi dari penyuluhan pertanian disesuaikan dengan kebutuhan dari berbagai wilayah pembangunan pertanian.
Dilihat dari luas wilayah kerjanya, maka luas kerja ditentukan diantaranya oleh:
1. Jumlah sasaran penyuluhan
2. Keadaan geografis wilayah kerja
3. Sasaran transportasi/komunikasi yang digunakan
4. Keragaman kegiatan yang ada
5. Kompleksitas dan ukuran usahatani
6. Tingkat mobilitas penyuluh
Berdasarkan berbagai pertimbangan seperti tersebut di atas maka wilayah kerja penyuluhan dibagi mulai dari wilayah kerja penyuluhan pertanian yang ditangani oleh Penyuluh Pertanian Lapangan, di mana wilayah kerja penyuluhan pertanian PPL adalah Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian (WKPP), dengan jabatan minimal Asisten Penyuluh Muda (IIa) dan maksimal Penyuluh Pertanian Utama Muda (IVc). WKPP adalah satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi 1-5 desa/kelurahan yang secara efektif dapat dilayani seorang penyuluh pertanian. WKPP terdiri dari wilkel (wilayah kelompok tani) yang merupakan unit lahan usaha tani, di mana para petaninya berinteraksi sosial secara akrab sehingga merupakan satu Kelompok Tani Harapan.
Dalam pelaksanaan sistem LAKU (latihan dan kunjungan), sistem kerja LAKU di setiap WKPP terdiri dari 16 wilkel. Dalam satu WKPP terdiri dari 1-3 kecamatan. Satu WKPP terdiri dari lima desa dan satu wilkel terdiri atas satu hamparan.
Wilayah kerja Penyuluh Pertanian Urusan Programa (PPUP), terdiri dari beberapa WKPP yang dikelompokkan dalam satu Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian, di mana tempat kerjanya di BPP. Jabatan minimal Ajun Penyuluh Pertanian Muda (IIb) sampai dengan jabatan Penyuluh Pertanian Utama muda (IVc). Sedangkan Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) wilayah kerjanya Kabupaten/Kota dengan jabatan minimal Ajun Penyuluh Pertanian Muda (IIIa). Setiap satu BPP ada lima PUPP, yaitu tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, dan Sumberdaya. Penentuan batas wilayah kerja dan lokasi BPP dilakukan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatikan petunjuk dan saran dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta (2007) memaparkan bahwa beragam kegiatan penyuluhan pertanian dapat dilaksanakan di BPP meliputi pengkajian dan penerapan teknologi Pertanian berupa kaji terap paket teknologi rekomendasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi di wilayah dalam bentuk lahan percontohan, melaksanakan kegiatan pelatihan bagi penyuluh pertanian yang ada di wilayah kerja BPP (WKBPP) secara berkala sebagai tempat konsultasi petani yang berkaitan lokakarya petani menyusun programa penyuluhan Pertanian WKBPP.
Dampak kembalinya BIPP bukan saja akan dirasakan hanya sampai tingkat wilayah BPP saja, tetapi juga bagi penyuluh pertanian berlokasi kerja di tingkat desa yang berkarya nyata menjadi mitra kerja petani di lapangan. Bersama petani, penyuluh pertanian memahami akan potensi dan peluang wilayahnya untuk merencanakan uasaha tani yang akan ditekuni oleh masing-masing keluarga tani. Disinilah peran penyuluh pertanian dituntut untuk dapat menjadi fasilitator handal dalam bermitra kerja dengan petani mulai dari Rencana usahatani Keluarga (RUK); Rencana Usaha Kegiatan Kelompok (RUK Kelompok) dan Rencana Kegiatan Penyuluhan Desa (RKPD) dan akhirnya bersama petani penyuluh Pertanian mampu melaksanakan lokakarya menyusun Programa Penyuluhan Pertanian desa yang merupakan acuan dasar dalam merencanakan kegiatan penyuluhan Pertanian di desa.
C. PEMBIAYAAN PENYULUHAN PERTANIAN
Organisasi memerlukan biaya untuk memenuhi dan membiayaai semua kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut guna menjaga kelangsungan hidupnya. Demikian juga dengan organisasi penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga yang mendorong petani dan keluarganya ke arah kehidupan yang lebih baik, memerlukan dana untuk melakukan kegiatan tersebut. Dana atau biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini dapat berasal dari pemerintah, lembaga swasta, lembaga donor atau oleh kelompok tani itu sendiri.
Terkait dengan pembiayaan dari pemerintah, seiring dengan pergantian rezim pemerintahan, maka Indonesia juga mengalami pergeseran paradigma pembangunan, dari pola sentralisasi menuju ke arah desentalisasi. Searah dengan semangat desentralisasi, kebijakan nasional yang tertuang dalam UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No.32 Tahun 2004 telah memberikan ruang gerak desentralisasi melalui kebijakan otonomi daerah, yang wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah untuk mengatur dan mengelola kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. Hal ini membawa dampak pada aliran dana dari pusat ke daerah-daerah di Indonesia baik untuk Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II. Kuncoro (2004) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang berpijak pada tiga asas desentralisasi (dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas perbantuan) maka hubungan pusat dan daerah dalam hal pengaturan hubungan keuangan adalah sebagai berikut :
1. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dana beban APBN.
2. Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD.
3. Urusan yang merupakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas beban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan.
4. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan.
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah di seluruh wilayah Indonesia, maka sumber dana yang untuk penyelenggaraan penyuluhan pertanian menjadi wewenang Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, mulai tahun 1999, sumber dana penyuluhan pertanian berasal dari pemerintah yaitu dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan dana Dekonsentrasi, sedangkan sumber dana yang berasal dari luar yaitu dana yang berasal lembaga swasta maupun yang berasal dari swadaya petani sendiri.
Lebih lanjut mengenai sumber keuangan Kabupaten/Kota pada pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, Kuncoro (2004) mengemukakan bahwa DAU merupakan dana yang diberikan kepada semua kabupaten atau kota untuk tujuan mengurangi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Dengan kata lain, tujuan penting alokasi dau adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar Pemda Indonesia. Di sisi lain, dekonsentrasi adalah kewenangan dari pemerintah pusat kepada gubernur sebuah provinsi dan atau pejabat pemerintah pusat di provinsi. Jadi, dana dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari pemerintah daerah tingkat I atau provinsi.
Saat ini, untuk kegiatan penyuluhan pertanian, dana yang paling besar berasal dari DAU (Dana Alokasi Umum). Dana untuk pembiayaan penyuluhan pertanian yang berasal dari APBD cenderung kecil, sehingga kurang mampu untuk mencukupi pembiayaan kegiatan penyuluhan pertanian yang diselenggarakan. Dana DAU digunakan karena dana yang dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk kegiatan penyuluhan hanya sedikit, sehingga dipakailah DAU yang berasal dari pemerintah pusat dengan tujuan untuk menunjang kegiatan penyuluhan pertanian sebagai upaya pemberdayaan petani sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Terkait dengan pembiayaan penyuluhan pertanian, di bawah ini dapat diamati sumber dana yang digunakan untuk penyelenggaraan penyuluhan pertanian dalam pelaksanaan otonomi daerah:
Sumber dana sekarang
- DAU > (lebuh besar)
- APBD < (lebih kecil)
- Dekonsentrasi < (lebih kecil)
- Swasta/ swadaya petani
Dana untuk pembiayaan penyuluhan yang berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) jumlah dana lebih kecil, karena dana yang dialokasikan untuk kegiatan penyuluhan pertanian yang diambil dari APBD hanya sedikit. Demikian pula dengan dana Dekonsentrasi maupun dana yang berasal dari swasta dan swadaya petani juga kecil atau sedikit. Hal ini disebabkan karena peran dari sektor swasta terhadap pengalokasian dana masih kecil terkait dalam hal sponsor mengenai suatu kegiatan penyuluhan Begitu juga dengan dana yang berasal dari swadaya masyarakat yang sedikit karena masih rendahnya pendapatan petani, sehingga petani kurang berminat mengalokasikan sebagian dananya untuk kegiatan penyuluhan pertanian dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih mendesak.
Ke depan, untuk jangka waktu lima tahun (jangka menengah) yang akan datang, diharapkan dana dari DAU dan APBD relatif bisa lebih besar dibandingkan dana yang disediakan dari dana Dekonsentrasi, swasta maupun dana yang berasal dari swadaya petani. Dengan dana DAU dan APBD yang besar maka diharapkan bisa mendorong peran masyarakat atau memotivasi keadaan para petani untuk mau maju dengan dana tersebut, sehingga kesejahteraan petani dapat terwujud. Sedangkan dana Dekonsentrasi dan dana yang berasal dari lembaga swasta dan dari swadaya petani sedikit, diharap dengan adanya dana yang lebih besar dari dana swadaya bisa menggugah petani kalau pemerintah juga mempunyai perhatian besar terhadap kegiatan yang dilakukan oleh petani.
Kemudian untuk jangka panjang 10 tahun kedepan, diharapkan dana yang dialokasikan untuk kegiatan penyuluhan pertanian dari pemerintah pusat yang berasal dari DAU relative lebih kecil dibandingkan dengan dana APBD, dana Dekonsetrasi dan dana dari lembaga swasta serta dari swadaya masayarakat harus lebih besar. Dana DAU yang sedikit diharapkan agar petani tidak mengalami ketergantungan masalah biaya dari pemerintah pusat. Dana APBD jumlahnya besar diharapkan dengan jumlah yang besar bisa menunjang semua kegiatan yang dilakukan oleh petani. Sedangkan dana dari lembaga swasta dan swadaya petani diharapkan mengalami peningkatan jumlahnya agar BPP atau kelompok tani tersebut bisa mandiri dalam hal perolehan dana tanpa harus menggantungkan dari pemerintah pusat. Dalam bagan bisa digambarkan sebagai berikut:
Sumber dana kedepan
Jangka menengah (5 tahun)
Jangka panjang (10 tahun)
- DAU >
- APBD >
- Dekonsentrasi <
- Swasta <
- Swadaya petani <
- DAU <
- APBD >>
- Dekonsentrasi <
- Swasta >
- Swadaya petani >
Dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian berdasar dana yang diperoleh, dana tersebut digunakan untuk biaya rutin, biaya operasional dan biaya proyek. Biaya rutin adalah biaya tetap yang selalu berulang setiap tahunnya, misalnya gaji penyuluh, gaji pegawai dan karyawan, .sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan setiap tahun untuk kegiatan operasional lapangan, yang jumlahnya setiap tahun berubah-ubah tergantung dari situasi yang diharapkan atau tujuan yang ingin dicapai.
Biaya proyek adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai proyek utamanya yang menyangkut inovasi dan introduksi teknologi baru yang berkaitan dengan kepentingan atau kebutuhan petani dan keluarganya, misalnya proyek pengenalan jenis padi baru yang dapat meningkatkan produksi sekaligus pendapatan. Berkaitan dengan hal tersebut maka kegiatan administrasi harus mencakup _administrasi gaji, pengeluaran rutin, kegiatan operasional maupun kegiatan proyek. Agar dalam alokasi anggaran administrasi tepat, perlu perencanaan yang matang, komprehensif dan transparan.
Secara umum, pembiayaan penyuluhan pertanian di Indonesia telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (UU SP3K) pada Bab IX yaitu pada pasal 32 sebagai berikut :
(1) Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efisien diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai untuk memenuhi biaya penyuluhan.
(2) Sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota, baik secara sektoral maupun lintas sektoral, maupun sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(3) Pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan tunjangan jabatan fungsional dan profesi, biaya operasional penyuluh PNS, serta sarana dan prasarana bersumber dari APBN, sedangkan pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa bersumber dari APBD yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan programa penyuluhan.
(4) Jumlah tunjangan jabatan fungsional dan profesi penyuluh PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada jenjang jabatan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
(5) Dalam hal penyuluhan yang diselenggarakan oleh penyuluh swasta dan penyuluh swadaya, pembiayaannya dapat dibantu oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Sejalan dengan penerapan UU SP3K tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriantono dalam www.hukumonline.com mengemukakan bahwa sumber pembiayaan penyuluhan disediakan APBN, APBD provinsi/kabupaten/kota baik sektoral maupun lintas sektoral. Selain itu, pembiayaan juga diperoleh dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Untuk pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan tunjangan jabatan fungsional dan profesi, biaya operasional penyuluh PNS, serta sarana dan prasarana, dananya bersumber pada APBN. Sedangkan pembiayaan penyuluhan provinsi/kabupaten/kota/kecamatan dan desa bersumber APBD. Sumber serta alokasi disesuaikan kebutuhan. Penyuluh swasta dan swadaya itu menggunakan sumber sendiri tapi dapat dibantu Pemerintah Pusat dan Pemda.
Berdasarkan UU SP3K yang telah dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan pembiayaan penyuluhan telah diungkapkan secara jelas bahwa sumber dana untuk penyuluhan pertanian berasal dari APBN, APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota, serta sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat yaitu dari swasta dan swadaya petani sendiri. Sumber dana yang berasal dari APBN khususnya untuk membiayai biaya ketenagaan dari penyuluhan pertanian (penyuluh PNS) serta sarana dan prasarana untuk kegiatan penyuluhan. Sedangkan dana yang berasal dari APBD baik Kabupaten/Kota maupun dari privinsi, besar alokasinya menyesuaikan dengan programa penyuluhan yang diajukan oleh BPP.
Cara untuk memperoleh dana atau biaya untuk penyelenggaraan kegiatan tersebut yaitu pertama-tama dengan mengajukan buku programa penyuluhan pertanian oleh BPP yang berisikan tentang tujuan, visi-misi, hambatan, permasalahan yang dihadapi, latar belakang masalah, dan struktur kepengurusan ke Dinas Pertanian di Kabupaten yang bersangkutan. Terkait dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang mengatur bahwa tanggung jawab pembangunan pertanian adalah dalam kendali kepala daerah bukan lagi pegawai/dinas pertanian, maka buku programa penyuluhan tersebut selanjutnya akan dikirim ke Kabupaten untuk ditinjau kembali. sebagai program kerja Kepala daerah. Selanjutnya, programa penyuluhan tersebut akan dikirim ke DPRD untuk diolah datanya dan dimasukkan ke dalam APBD daerah setempat. Dengan demikian, pemerintah daerah akan menyalurkan dana lewat Dinas Pertanian yang selanjutnya akan sampai pada BPP tersebut.
Terkait dengan pendekatan bottom up dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Indonesia yang berlaku belakangan ini, BPP dapat mengajukan proposal kegiatan untuk pengusulan dana sebuah program terkait dengan upaya pemberdayaan petani melalui penyuluhan pertanian kepada Dinas Pertanian di Kabupaten yang bersangkutan. Selanjutnya, proposal tersebut akan dikirim kepada pemerintah daerah untuk dikirim ke Pemerintah Provinsi yang selanjutnya akan dikirimkan ke Pemerintah Pusat untuk dipertimbangkan dan ditinjau kembali. Apabila proposal tersebut disetujui oleh Pemerintah Pusat, barulah dana tersebut turun dari pusat untuk dialokasikan pada kegiatan tersebut. Dana bantuan tersebut diturunkan pusat dari APBN lewat pemerintah daerah dalam bentuk dana DAU yang selanjutnya akan diturunkan ke Dinas Pertanian untuk disampaikan kepada BPP.
D. MACAM-MACAM KELOMPOK TANI
1. Pengertian Kelompok Tani
Secara umum pengertian kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama, interaksi tersebut bersifat relatif tetap dan mempunyai struktur tertentu. Kelompok memiliki empat kriteria yaitu :
1. dua individu atau lebih yang berinteraksi dengan bebas
2. menganut dan menerapkan norma yang sama
3. memiliki tujuan bersama, dan
4. memiliki identitas yang sama
5. hubungan dalam suatu kelompok harus memberikan pengaruh pada setiap anggotanya (Laksmidewi, 2008).
Menurut Iver dan Page (1961) kelompok adalah kumpulan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, sehingga terdapat hubungan timbale balik dan saling mempengaruhi serta memiliki kesadaran tolong-menolong. Soedijanto (1996), kelompok tani adalah kumpulan orang-orang tani (dewasa, wanita, pemuda/pemudi) yang terikat secara informal atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta didalam lingkungan pengaruh pimpinan seorang kontak tani.
Kelompok tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian serta kesamaan kepentingan para petani anggotanya dalam memanfaatkan sumber daya pertanian yang mereka kuasai, dan keinginan untuk bekerjasama meningkatan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya (Badan Urusan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2006).
Menurut perkembangannya, kelompok tani sebelum ntahun 1998 diarahkan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah atau kelompok tani berfungsi sebagai instrument Pemerintah Pusat, yang dibentuk berdasarkan rumusan dari rekayasa untuk mensukseskan program pemerintah, terutama untuk memenuhi tercapainya Swasembada beras. Berkaiatan dengan hal tersebut maka pembentukan kelompok tani seharusnya diserahkan kepada masyarakat itu sendiri, dengan mengembangkan kepemimpinan local. Hal ini dapat dicapai apabila kepemimpinan local setidaknya mempunyai empat persyaratan, yaitu: terpercaya, kompeten, komunikatif dan memiliki kerjasama yang tinggi dalam pengembangan kelompok untuk memenuhi kebutuhan anggotanya secara berkeadilan. Dalam prakteknya, pembinaan yang dilakukan oleh berbagai pihak cenderung terlalu berorientasi produksi, dan kemudian kondisi tersebut diperparah oleh lemahnya pemasaran hasil usaha tani, serta timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan sarana produksi antara lain naiknya harga sarana produksi yang kurang terjangkau oleh petani, yang berakibat pada lemahnya pengembangan inovasi pertanian yang menyebabkan kurang responnya petani terhadap penyuluhan yang dilakukan pemerintah.
Peran penyuluh yang terlalu dominan dalam pembentukan kelompok tani menyebabkan pembinaan di masa lalu kurang kondusif bagi berkembangnya kepemimpinan local dan berkembangnya partisipasi kelompok tani, yang mengakibatkan kurangnya rasa memiliki petani terhadap kelompok tani yang dibentuknya. Dari kondisi tersebut pembentukan kelompok tani seharusnya berdasarkan kebutuhan dan kepentingan petani itu sendiri, dimana kepemimpinan yang dipilih dilakukan oleh petani sendiri, sehingga mereka cenderung mau ikut berpartisipasi, karena mereka merasa mendapatkan manfaat dari kinerja kelompok tani yang mereka bentuk berdasarkan kebutuhan mereka sendiri.
Pengembangan kelompok tani setelah tahun 1998 diarahkan untuk membentuk petani Indonesia yang berdaya dan memiliki keunggulan-keunggulan sikap dan karakter sebagai berikut :
1. memiliki pengetehuan yang luas baik dibidang agroteknologi, maupun agribisnis yang spesifik lokalita.
2. memiliki sikap dan perilaku lebih mandiri serta berkemampuan memcahkan masalah-masalahnya sendiri secara tepat dan efisien.
3. memiliki sense of agribusiness, sehingga perencanaan usaha pertaniannya selalu berorientasi pasar local, dalam negeri dan ekspor.
4. memiliki ketrampilan agribisnis baik disegmen hulu (perbrnihan, pemilihan produk primer, sekunder maupun tersier), pada sisi tengah memiliki kemampuan mengefisienkan agroinput, di segmen pasca panen dan pengolahan produk primer dan sekunder, serta di segmen pemasaran.
5. memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala permasalahan yang timbul baik berupa terjadinya musibah atau bencana akibat anomaly iklim, terbatasnya sarana produksi, serta gejolak harga, sehingga petani tetap berkemampuan meningkatkan kesejahteraan keluarga secara konsisten dalam keadaan apapun.
2. Fungsi Kelompok Tani
Kelompok-kelompok tani merupakan kumpulan dari petani-petani yang terikat secara informal atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama yang diketuai oleh kontak tani, dimana kelompok tersebut mempunyai fungsi sebagai :
1. Wadah belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para anggotanya
2. Wadah/kesatuan produksi untuk meningkatkan efisiensi dalam usaha tani para anggotanya, dan menghimpin modal untuk kepentingan usaha bersama.
3. Wadah kegiatan social bagi para anggotanya.
Anggota-anggota kelompok berhubungan satu sama lain serta akrab dan intensif yang mempunyai persamaan kepentingan dan tujuan serta melakukan usaha bersama. Kelompok-kelompok tani tersebut berada dalam satu wilayah kelompok yang dikenal sebagai wilayah hamparan, terutama untuk kegiatan usaha tani padi. Dengan terbentuknya kelompok tani di suatu wilayah tertentu diharapkan menjadi wadah kegiatan bersama para petani dalam upaya untuk menuju terciptanya petani yang tangguh, yaitu yang mampu mengambil keputusan dan tindakan mandiri dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi dan kendala yang ada.
Fungsi kelompok tani adalah sebagai berikut :
  1. Sebagai wadah kerja sama
Kelompok tani merupakan cerminan keberadaan dari sekumpulan orang yang diwadahi dalam organisasi, dimana dalam wadah tersebut mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah mereka tentukan. Dengan demikian kelompok tani adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai mata pencaharian pokok sebagai petani, yang diwadahi dalam organisasi, didirikan oleh petani berdasarkan kesepakatan para anggotanya, dimana dalam penyelnggaraannya berdasar keputusan yang telah dimusyawarahkan, yang dipimpin oleh salah satu orang, yang dipilih berdasarkan kesepakatan bersama
  1. Sebagai organisasi kegiatan bersama
Dengan membentuk kelompok, maka petani mempunyai organisasi yang merupakan wadah untuk belajar dan mengorganisasi bergagai kegiatan pertanian secara bersama-sama dan diatur sedemikian rupa sehingga ada pembagian tugas dan wewenang diantara para anggotanya. Mereka belajar bersama dan bertindak berdasar keinginan bersama, sehingga menjadi kelompok yang kompak, yang setiap anggota mempunyai rasa memiliki terhadap organisasi kelompok tersebut. Mereka mengembangkan budaya kita bukan aku atau kami. Dengan demikian setiap kegiatan menjadi tanggung jawab bersama. Berdasarkan budaya kebersamaan inilah menggerakkan kegiatan ekonomi dikembangkan menjadi koperasi, yang diharapkan mampu menggerakkan perekonomian pedesaan.
  1. Kelompok tani sebagai tempat atau kelas belajar bagi para anggotanya
Sebagai tempat atau kelas belajar, kelompok tani merupakan media pertemuan dan interaksi bagi para anggotanya, untuk saling tukar-menukar informasi yang berkaitan dengan inovasi, serta mengadopsinya. Mereka dapat sling asah, saling asuh, dan asih dalam menyerap suatu informasi dengan penyuluh pertanian atau fasilitator yang berkaitan dengan kegiatannya. Mereka akan dapat saling tukar pendapat, mengambil tindakan atas dasar kesepakatan bersama, berdasarkan hasil dari proses belajar bersama. Dengan demikian proses kemandirian kelompok diharapkan akan dapat dicapai walaupun memerlukan waktu yang lama. Dalam kelompok sebagai kelas belajar petani dapat melakukan komunikasi antar anggota untuk memecahkan masalah yang dihadapi bersama, sehingga suatu saat mereka tidak lagi selalu menggantungkan pada penyuluh pertanian.
  1. Sebagai unit produksi
Sebagai unit produksi, kelompok tani erat hubungannnnya dengan wadah kerjasama, dimana mereka akan secara bersama-sama melakukan pembelian sarana produksi, menjual hasil dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan usaha taninya, karena kalau dilakukan sendiri-sendiri mungkin akan lebih mahal. Dengan demikian apabila kegiatan produksi dapat dilakukan secara bersama-sama baik sebagian atau seluruh kegiatan yang dapat mencapai skala usaha ekonomi minimal, diharapkan dapat memberikan keuntungan kepada petani.
  1. Sebagai kesatuan swadaya dan swadana
Dibentuknya kelompok tani dalam jangka panjang diharapkan mampu menghilangkan ketergantungan dari pihak lain dalam arti kata petani dapat tumbuh dengan kemandiriannya. Pemerintah dalam hal ini petugas atau penyuluh pertanian berfungsi sebagai fasilitator atau membantu saja, sehingga kedepannya organisasi kelompok tani harus dapat menggali sumber daya yang ada untuk membiayai kegiatannya.
Berkaitan dengan pasar produk-produk pertanian kelompok tani (dan penyuluh), diharapkan mempunyai kemampuan :
  1. Untuk menganalisis manfaat dan resiko serta mengukur atau menduga besarnya potensi pasar atau perubahan permintaan dari konsumen terhadap produk-produk pertanian
  2. Memilih komoditas agribisnis yang menguntungkan
  3. Mengakses teknologi dan model usaha agribisnis komoditas tertentu yang tersediakan.
  4. Mengadopsi dan mendifusikan inovasi, teknologi dan model usaha agribisnis.
  5. Mengadakan analisis financial usaha agribisnis.
3. Pembentukan Kelompok Tani
Pembentukan kelompok tani berawal sejak pelaksanaan Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan (National Food Crops Extension Proyek/NFCEP) pada akhir tahun 1976. Sehubungan dengan hal itu pembentukan kelompok tani merupakan salah satu pelancar pembangunan pertanian. Oleh sebab itu, sejak pelaksanaan Repelita I (1969/70-1974/75) di Indonesia mulai dikembangkan pembentukan kelompok tani, yang diawali dengan kelompok-kelompok kegiatan (kelompok pemberantasan hama, kelompok pendengar siaran pedesaan), dan akhirnya sejak 1976 dengan dilaksanakan Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan (National Food Crops Extension Proyek/NFCEP) dikembangkan pula proyek bedasarkan hamparan lahan pertaniannya.
Meurut cara pembentukannya kelompok tani dibedakan menjdai dua yaitu kelompok tani formal dan kelompok tani informal. Pembentukan kelompok tani formal biasanya mengikuti pedoman atau aturan-aturan tertentu serta memilki struktur yang jelas yang emnggambarkan kedudukan dan peran masing-masing individu yang menjadi anggotanya, dan pembentukan kelompok tersebut sering di nyatakan dengan tegas secara tertulis. Di pihak lain kelompok tani informal seringkali dibentuk tanpa melalui prosedur atau ketentuan-ketentuan tertentu, dan struktur serta pembagian tugasnya juga tidak pernah diatur secara jelas.
Pentingnya di bentuk sebuah kelompok tani dikarenakan adanya asumsi tentang kecenderungan alami dari masyarakat petani untuk menuju ke arah kegiatan kerja sama (cooperation), selain itu dibentuk kelompok tani baru untuk dapat menaikkan kemakmuran masyarakat petani dari kenaikan produktivitas dan kenaikan serta distribusi pendapatan yang lebih merata.
Kelompok tani tidak muncul begitu saja tetapi mulai dari proses yang rancang, dimotivasi serta melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat dengan cara-cara sebagai berikut:
a. memberikan informasi yang jelas tentang manfaat adanya organisasi kelompok tani melalui berbagai kegiatan seperti ceramah, diskusi, anjangsana, pembuatan film, kesenian, penyebarab leafleat dll.
b. mengajak petani melakukan ke daerah yang kelompoknya sudah maju
c. mengajak tokoh masyarakat yang peduli kepada pengambangan pertanian untuk turut memberikan penjelasan tentang arti pentingnya dibentuk kelompok tani
d. memberikan kursus kepada petani yang dianggap sebagai petani yang maju, untuk kemudian diserahi merintis timbulnya suatu kelompok tani
e. membuat demplot/demontrasi yang menarik petani sekitar, yang sekiranya dapat memberikan manfaat, sehingga petani terdorong ingin membentuk kelompok.
Petani-petani yang diajak sebagai demonstrator diharapkan menjadi kontak tani. Dengan adanya kontak tani yang dulunya sebagai petani yang maju dan positif menanggapi perubahan, dengan petani-petani lainnya yang maju diajak menyelenggarakan demfarm, dan selanjutnya nantinya dapat menumbuhkan kelompok tani. Perkembangan selanjutnya tergantung kemampuan kelompok untuk bisa maju. Dengan demikian kelompok tani dapat terbentuk karena adanya kelompok tani sebagai pemimpin yang memiliki jiwa kemimpinan.
Ditinjau dari tingkat keinovatifannya antara individu, petani yang satu berbeda-beda. Menurut Soedijanto (1996), individu petani dapat digolongkan menjadi tiga macam golongan sebagai berikut:
a. Petani tradisional adalah petani yang menjalankan usahataninya dengan pasrah dan menerima seadanya dan belum memiliki sikap positif terhadap perubahan.
b. Petani maju, adalah petani-petani yang sudah memiliki sikap positif terhadap pembaharuan karena itu mereka selalu berusaha untuk menerapkan teknologi yang lebih baik sesuai dengan usahataninya.
c. Petani pemimpin, adalah petani maju yang telah memiliki tanggung jawab sosial, dinamis dan memiliki inisiatif kemasyarakatan dan sebagai penggerak pembaharuan bagi sesama petani didaerahnya.
Dengan berbagai metode penyuluhan pertanian yang telah direncanakan secara matang, dapat dikembangkan seorang petani biasa yang memiliki sikap positif terhadap pembaharuan dibidang pertanian yang diharapkan sebagai petani maju menjadi petani yang mampu memimpin teman-teman petani lainnya. Petani ini diharapkan menjadi kontak tani.

Apabila fungsi kelompok tani berjalan dengan baik, diharapkan kelompok tani mempunyai berbagai kemampuan yang berkaitan dengan usaha tani atau kegiatan lain yang menunjang kemajuan kelompok tani, yang akhirnya diharapkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.
4. MACAM-MACAM KELOMPOK TANI
Bebagai macam kelompok tani yang pernah dicoba pembentukan dan pengembangan di Indonesia antara lain : Kelompok Pendengar, Kelompok Pemakai Air, Kelompok Demonstrasi Area dan yang terakhir yang sekarang dikenal dengan Kelompok Tani Hamparan yang merupakan bentuk kerjasama petani yang memilki lahan (garapan) disuatu wilayah hamparan yang sama. Bentuk kelompok tani yang terkhir ini, sebenarnya mulai dikembangkan sejak Dilaksanakan Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan (National Food Crops Extension Project/NFCEP)sejak tahun 1976.
Tentang berbagai kelompok tani yang pernah dibentuk dan dikembangkan di Indonesia tersebut, Hadisapoetro (1978) menyimpulkan tentang adanya dua kelompok tani yang dapat dibedakan menurut wilayahnya yaitu kelompok tani hamparan atau kelompok tani lapangan, dan kelompok tani tetangga atau kelompok tani domisili. Sedang kelompok- kelompok kegiatan yang semula telah terlebih dahulu terbentuk, merupakan bagian salah satu kegiatan yang terus dikembangkan oleh kelompok tani hamparan tersebut.
E. MEKANISME PENYULUHAN PERTANIAN
Mekanisme penyuluhan pertanian sebelum era reformasi atau sebelum dilaksanakannya otonomi daerah memiliki peran utama pada Balai Penyuluhan Pertanian yang mana lembaga ini merrupakan lembaga penyuluhan yang mengkoordinir petani, kelompok tani, dan keluarganya. Balai Penyuluhan Pertanian merupakan tangan panjang dari pemerintah pusat setelah melewati provinsi dan kabupaten.
Pelaksanaan penyuluhan pertanian dii era reformasi menggunakan mekanisme kerja yang di dasarkan pada pendekatan partisipatif yang memungkinkan petani untuk ikut merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta menarik manfaat dari kegiatan penyuluhan pertanian. Materi penyuluhan mencakup aspek ekonomi, teknik, sosial, budaya dan hukum yang mencakup better farming, better business, better environment, better community dan better organizations.
Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten atau Kota memdorong dan memfasilitasi peran serta petani dan pelaku usaha pertanian lain serta masyarakat lainnya dalam penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Kerjasama Penyuluhan Pertania dapat dilakukan antar sesame lembaga penyuluhan pertanian, maupun antar kelembagaan penyuluhan pertanian dengan lembaga penyuluhan yang lain, petani dan pelaku usaha pertanian lain atau masyarakat lainnya.
Terdapat enam prinsip penyuluhan beserta konsekwensinya dalam paradigma baru ini. Pertama, kelembagaan penyuluhan pertanian di pusat dimana akan memberi informasi tentang segala sesuatu berkaitan usaha tani. Termasuk juga teknologi baru budidaya, sarana produksi, permintaan pasar dan lainnya. Kedua, lokalitas yakni kelembagaan penyuluhan pertanian di kabupaten/kota yakni Komisi Informasi Penyuluhan Pertanian (KIPP) yang akan memusatkan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya. Ekosistem daerah harus dikuasi secara terperinci, ciri-ciri lahan dan iklim, teknologi yang dianjurkan, dan semacamnya. Agar dapat memenuhi prinsip itu, konsekuensinya keberadaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) harus lebih diperluas, yaitu ke daerah dalam bentuk stasiun-stasiun percobaan dan penelitian. Ketiga kelembagaan penyuluhan pertanian di kecamatan yang mengadakan penyuluhan pertanian ke tengah-tengah petani. Keempat, kelembagaan penyuluhan pertanian di desa, kelima kelembagaan di dusun dan keenam kelembagaan pendukung seperti balai diklat, kompetensi penyuluh swakarsa, forum bagi KTNA dan mimbar sarasehan (Anonim2, 2008).
Mekanisme yaitu hubungan, keteraturan atau keselarasan sempurna di antara bagian - bagian suatu unit, pekerjaan yang dilakukannya, kerjasama, dan praktek yang seimbang dalam melakukan tugasnya. Pelaksanaan penyuluhan pertanian harus menggunakan mekanisme kerja dan metode penyuluhan pertanian didasarkan pada pendekatan partisipatif yang memungkinkan petani untuk ikut merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menarik manfaat dari kegiatan penyuluhan pertanian. Metoda penyuluhan pertanian yang digunakan dipilih berdasarkan sasaran, tujuan, materi, waktu, sarana dan biaya yang tersedia. Materi penyuluhan pertanian mencakup aspek ekonomi, teknik, sosial budaya dan hokum yang mencakup better farming, better business, better environment, better community dan better organization (Anonim1 ,2008).
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian dilakukan dalam satu kesatuan jalur vertical dari tingkat pusat sampai ke kelompok tani dan nelayan beserta keluarganya melalui dinas pertanian Provinsi, Kabupaten, dan Balai Penyuluhan Pertanian. Dalam lembaga penyuluhan pertanian sistem komunikasinya berbentuk vertikal dimana informasi yang ada berasal dari pemerintah pusat, jadi semua keputusan berada di tingkat pusat sendangkan lembaga yang ada dibawahnya yakni seperti propinsi, kabupaten dan WKKP hanya menerina dan menjalankan segala kebijakan yang telah diprogramkan dari atas.
Menurut Kasubdin Penyusunan Program Dinas Pertanian (Distan) Jatim, Ir Kusdirianto MM bahwa jumlah dari petugas penyuluh pertanian yang ada di Jawa Timur, rata-rata di setiap kecamatan memiliki 3-4 orang petugas. Jumlah itu memang kurang ideal jika dibandingkan dengan kondisi geografis di setiap kecamatan yang rata-rata areal pertaniannya sangat luas,. Karena jumlah petugas penyuluh pertanian belum sebanding dengan luas areal pertanian di setiap daerah, Saat ini petugas penyuluh pertanian di Jawa Timur mendapatkan dana Bantuan Operasional Penyuluhan (BOP) sebesar Rp 250 ribu per bulan yang pemberiannya dilakukan tiga bulan sekali melalui nomor rekeningnya masing-masing. Dana tersebut berasal dari anggaran APBN yang merupakan bagian dari pelaksanaan program revitalisasi pertanian. Koordinasi petugas penyuluhan pertanian dilakukan oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan kapasitas kerja mereka berada di masing-masing daerah dan hubungannya kurang mengikat dengan pemerintah propinsi. Adanya petugas penyuluh pertanian, diharapkan para petani di Jatim ikut menjadi anggota kelompok tani agar memudahkan dalam penyuluhan,. Petugas tersebut direkrut dari Pegawai Negeri Sipil yang ada di masing-masing kabupaten/kota, atau mereka yang semula sudah pernah menjadi penyuluh pertanian saat program ini masih berjalan sebelum era reformasi (Dinas Informasi dan Komunikasi Pemprov Jatim, 2008).
Pengaktifan kembali program revitalisasi pertanian dalam bidang penyuluhan adalah upaya pemerintah ingin meningkatkan mutu kualitas dan kuantitas hasil produksi para petani. Sebab ini merupakan penghasil pendapatan negara di luar sektor migas. Semula, program ini telah dilaksanakan sejak era orde baru. Namun, karena adanya penerapan undang-undang otonomi daerah pada era reformasi dimana di dalamnya menyatakan bahwa kewenangan masing-masing daerah adalah tanggung jawabnya masing-masing termasuk pembiayaan potensi yang ada. Akibatnya program ini terhenti karena banyak daerah tidak mampu lagi membiayai operasional petugas penyuluh pertanian. Penyebab lainnya, yakni banyak sekali petugas penyuluh tersebut beralih ke instansi lain baik sebagai pegawai di kabupaten/kota maupun di kecamatan.
Pengaktifan kembali program penyuluh pertanian pada era reformasi, dimulai sejak awal tahun 2006. Program ini telah mendapatkan payung hukum, yakni Undang-Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Sistem Kerja Penyuluhan Pertanian dan Perikanan yang telah disahkan di DPR RI pada pertengahan Nopember 2006 lalu. Dalam UU tersebut di dalamnya telah memberikan kewenangan pada lembaga penyuluh pertanian untuk melakukan penyuluhan pada tingkat kelompok tani.
Penanggung jawaban penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari pusat sampai daerah adalah sebagai berikut:
a. Mentri pertanian (di tingkat Pusat)
Pelaksanaan sehari-hari, wewenang dan tanggung jawab dilimpahkan kepada Kepala Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian/ Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (KPPN).
b. Gubernur Wilayah Tingkat I (di tingkat Provinsi)
Pelaksanaannya sehari-hari selaku penanggung jawab. Koordinasinya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian atau Ketua Forum Koordinasi Penyuluhan Pertanian Provinsi Daerah Tingkat I (FKKP I).
c. Bupati Wilayah Tingkat II ( di tingkat Kabupaten)
Pelaksanaan sehari-hari selaku penanggung jawab, dimana koordinasinya dilimpahkan kepada ketua pelaksana harian BIMAS atau ketua Forum Koordinasi Penyuluhan Pertanian Provinsi Daerah Tingkat II (FKKP II).
d. Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanain (WKBPP)
Sistem koordinasi dilaksanakan bersama dengan Camat dan Kepala Desa setempat. Sehingga pelaksanaan kaerja BPP dapat disesuaikan dengan kebutuhan wilayah sasaran.
Peran utama Departemen Pertanian dalam membina hubungan kerja sama dengan pemerintah daerah. Departemen Pertanian secara jelas mempunyai peranan penting dalam usaha menjawab tantangan yang berupa peningkatan produktifitas. Program-program dari Departemen Pertanian harus dilengkapi dengan bermacam-macam inisiatif dari badan pemerintahan nasional lainnya.
Fokus kegiatan-kegiatan penyuluhan pertanian di daerah tahun 2008 adalah sebagai berikut :
A. Provinsi
1. Penyusunan Programa Penyuluhan Provinsi
2. Penyebaran Informasi Penyuluhan
3. Biaya Operasional Penyuluh Pertanian (BOP) PNS
4. Berperanserta dalam Forum Penyuluhan Pertanian Nasional
5. Berperanserta dalam Forum Pimpinan Kelembagaan di Pusat
6. Berperanserta dalam Pertemuan Koordinasi Perencanaan dan Evaluasi di Tingkat Pusat
7. Inventarisasi dan Up dating Kelompok tani (Poktan)/Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
8. Administrasi, Koordinasi dan Konsultasi, Monitoring dan Evaluasi
9. Pengawalan dan Pendampingan THL-TB Penyuluh Pertanian
10. Kegiatan-kegiatan Program P3TIP/FEATI di 18 Provinsi.
B. Kabupaten/Kota
1. Penyusunan Programa Penyuluhan Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa
2. Penyebaran Informasi Penyuluhan
3. Biaya Operasional Penyuluh Pertanian (BOP) PNS
4. Berperanserta dalam Forum Pimpinan Kelembagaan Penyuluhan di Tingkat Pusat
5. Pengembangan Balai Penyuluhan Kecamatan Model
6. Berperanserta dalam Temu Koordinasi Kelompoktani/Gabungan Kelompok tani
7. Administrasi, Koordinasi dan Konsultasi, Monitoring dan Evaluasi
8. Pengawalan dan Pendampingan THL-TB Penyuluh Pertanian
9. Kegiatan Program P3TIP/FEATI di 71 Kabupaten
Untuk mencapai kinerja yang optimal dalam penyelenggaraan RPP Tahun 2008, dibangun mekanisme supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan sebagai berikut:
A. Mekanisme Supervisi, Monitoring dan Evaluasi
Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian dibantu oleh Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian merupakan pejabat yang berwenang melakukan supervisi terhadap kegiatan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan supervisi tersebut yang bersangkutan dapat mendelegasikan kepada pejabat struktural di bawahnya, sedangkan untuk monitoring dan evaluasi dilakukan oleh petugas yang ditunjuk.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi/Kepala Badan Ketahanan Pangan/Sekretariat Daerah Bidang Perekonomian, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Satker Perangkat Daerah (SKPD) Pelaksana Dana Dekonsentrasi di provinsi, dibantu oleh Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) berwenang melakukan supervisi terhadap kegiatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Dalam pelaksanaannya yang bersangkutan dapat mendelegasikan kepada pejabat struktural di bawahnya, sedangkan untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh petugas yang ditunjuk.
Kepala Kelembagaan Penyuluhan Kabupaten/Kota Sebagai penanggung jawab kegiatan berwenang melakukan supervisi terhadap kegiatan di tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Dalam pelaksanaannya yang bersangkutan dapat mendelegasikan kepada pejabat struktural di bawahnya, sedangkan untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh petugas yang ditunjuk.
B. Mekanisme, Waktu dan Jenis Pelaporan
1. Mekanisme dan Waktu Pelaporan
a. Penanggungjawab kegiatan di kabupaten/kota wajib membuat dan mengirim laporan-laporan kepada Satker Provinsi sebagai berikut:
1) Laporan Bulanan Fisik dan Keuangan (Form A) bulan yang berjalan yang dikirimkan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya, sesuai dengan petunjuk Teknis Supervisi, Monitoring dan Evaluasi yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian
2) Laporan Kegiatan Triwulanan yang dikirimkan paling lambat pada tanggal 5 bulan April 2008 (triwulan I), 5 Juli 2008 (triwulan II), 5 September 2008 (triwulan III) dan 5 Januari 2009 (triwulan IV).
b. Satker Provinsi wajib membuat dan mengirim laporan-laporan kepada Satker Badan Pengembangan SDM Pertanian cq. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, sebagai berikut:
1) Laporan Bulanan Fisik dan Keuangan (Form A) kegiatan bulan yang berjalan di provinsi yang dikirimkan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya
2) Laporan Kegiatan Triwulanan yang dikirimkan paling lambat setiap tanggal 10 bulan April 2008 (triwulan I), 10 Juli 2008 (triwulan II), 10 Oktober 2008 (triwulan III) dan Januari 2009 (triwulan IV)
3) Laporan Rekapitulasi Kegiatan Triwulanan Kabupaten/Kota yang dikirimkan paling lambat setiap tanggal 10 bulan April 2008 (triwulan I), 10 Juli 2008 (triwulan II), 10 Oktober 2008 (triwulan III) dan 10 Januari 2009 (triwulan IV).
c. Bila dalam bulan atau triwulan yang bersangkutan tidak ada kemajuan, tetap saja laporan bulanan dan triwulan baik dari kabupaten/kota maupun provinsi tersebut wajib dikirim sesuai dengan waktu pelaporan yang telah ditetapkan, dengan penjelasan tentang permasalahan yang dihadapi dan tindak pemecahan masalahnya.
d. Laporan rekap kegiatan kabupaten/kota oleh provinsi hendaknya dibuat dan dikirim kepada Satker Badan Pengembangan SDM Pertanian cq. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian pada waktu yang ditentukan, tanpa menunggu masuknya laporan dari seluruh kabupaten/kota. Adapun rekap dari sisa kabupaten/kota yang belum mengirimkan ke provinsi disusulkan kemudian
e. Guna memperlancar arus pelaporan, hendaknya dapat didayagunakan media forum/pertemuan di setiap tingkatan untuk mewajibkan para pengelola/pelaksana membawaserta laporan realisasi fisik dan keuangan serta kemajuan kegiatan di daerahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2006. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. http://www.deptan.go.id/bpsdm/peraturan/uu%20no%2016 %202006%20sp3k.pdf.diakses pada tanggal 18 desember 2008.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga. Jakarta.
Tim Hukumonline.com. 2006. Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Akan Dilembagakan. http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=15636 &cl=Berita/Penyuluhan/Pertanian/Perikanan/dan/Kehutanan/akan/dike lembagakan. Diakses pada tanggal 11 Desember 2008.
Dinas Petanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta. 2007. Mengembalikan Citra Penyuluh. http://www.distanhutdki.web.id. Diakses pada tanggal 28 November 2008.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/03-2008/permenpan/penyuluh/penyuluhan/2008/permenpan-PP-2008.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2008.
Anonim1. 2008. Naskah Akademik Bab 5. http://www.legalitas.org/. Diakses tanggal 22 Desember 2008 pukul 13.47 WIB.
Dinas Informasi dan Komunikasi Pemprov Jatim. 2008. Jatim Miliki 2.950 Petugas Penyuluh Pertanian. http://www.d-infokom-jatim.go.id. Diakses tanggal 22 Desember 2008 pukul 14.07 WIB.
Anonim2. 2008. Penyuluh Mati Suri. http://www.serambinews.com/old/. Diakses tanggal 22 Desember 2008 pukul 14.36 WIB

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon