SIKLUS HIDUP CACING SUTRA (Tubifex sp)

8:26 PM

 

cacing sutra

Cacing sutra merupakan salah satu alternatif pakan alami yang dapat dipilih untuk pakan ikan. Cacing ini sangat dibutuhkan terutama pada fase awal pembenihan ikan air tawar. Misalnya ikan lele benih yang baru menetas usia 4 sampai 14 hari bisa diberikan pakan cacing sutra, setelah itu bisa digantikan dengan pelet tepung hingga usia 21 hari. Atau jika menghendaki pertumbuhan yang cepat maka pemberian cacing sutra bisa dilakukan dari umur 4 hari setelah menetas hingga 21 hari. Tidak hanya ikan air tawar untuk konsumsi, cacing sutra juga dibutuhkan ikan hias karena bentuk cacing sutra yang lembut dan kecil sehingga bisa dikonsumsi oleh ikan-ikan yang ukurannya kecil atau baru menetas sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan tersebut. Kandungan nutrisi pada cacing sutra sangatlah baik untuk menunjang pertumbuhan ikan budidaya. Peranan cacing sutra hingga kini belum tergantikan, walaupun pakan ikan yang baru menetas bisa juga menggunakan kutu air tetapi dalam pengaplikasiannya lebih mudah dengan cacing sutra, peternak juga dapat dengan mudah melakukan kontrol kondisi pakan, karena bentuk cacing sutra yang lebih mudah terlihat dengan mata telanjang dari paka kutu air.

Cacing sutra termasuk dalam kelompok cacing-cacingan (Tubifex sp.). Dalam ilmu taksonomi hewan, cacing sutra digolongkan dalam kelompok nematoda, atau hewan tingkat rendah karena tidak memiliki tulang belakang (invertebrata). Nama sutra disematkan karena cacing ini memiliki tubuh yang lunak dan sangat lembut seperti sutra. Selain mendapatkan julukan sebagai cacing sutra, cacing ini biasa disebut juga sebagai cacing rambut karena bentuk tubuhnya yang panjang menyerupai rambut. Warna tubuh cacing sutra adalah merah, sehingga pada lokasi yang terdapat koloni cacing sutra dalam jumlah banyak, airnya akan terlihat berwarna merah. Apa lagi ketika pagi dan sore hari. Sesuai dengan karakteristiknya, cacing sutra menghindari cahaya terang, sehingga ketika sinar matahari bersinar dengan intensitas penuh, cacing sutra akan membenamkan tubuhnya ke dalam tanah/ lumpur menghindari terpaan sinar matahari dan mulai aktif kembali pada malam hari (nocturnal).

Kandungan protein cacing sutra berkisar 57% dan 13% berupa lemak, benih ikan konsumsi yang sangat menyukai cacing sutra yaitu ikan lele, ikan mas, ikan patin, ikan gurami, belut dan sidat. Karena harganya cenderung mahal berkisar antara Rp. 25.000 hingga Rp. 45.000 perliternya, maka pemberian cacing sutra kepada ikan peliharaan harus memperhatikan ke efisiensian biaya. Ketika benih ikan sudah bisa dipindah dengan pakan pelet atau pabrikan maka sebaiknya pemberian pakan cacing sutra dihentikan.

Filum             : Annelida

Kelas               : Oligochaeta

Ordo               : Haplotaxida

Famili              : Tubifisidae

Genus             : Tubifex

Spesies           : Tubifex sp.

Spesies Tubifex sp. Ini merupakan jenis hermaprodit, memiliki dua jenis alat kelamin berupa testis dan ovarium yang terbentuk pada segmen X dan XI dengan reproduksi umumnya dengan cara seksual. Namun, untuk membuahi sel telurnya diperlukan sperma dari cacing lainnya dan berkembang biak dengan cara bertelur dari betina yang telah matang telur. Selanjutnya, telur hasil perkembangbiakannya dibuahi oleh kelamin jantan yang telah matang. Oleh karena itu jika ingin cepat mendapatkan perkembangan cacing sutra yang signifikan maka peternak harus memelihara cacing sutra yang telah dewasa dengan harapan cacing bisa langsung segera kawin dan meghasilkan telur, telur-telur cacing sutra berada di dalam wadah yang dinamakan kokon.

telur cacing sutra di pinggiran bak budidaya

Perkembangan telur cacing sutra terjadi di dalam kokon yang berbentuk bulat telur, panjang 1mm dan diameter 0,7 mm yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dari salah satu segmen tubuh (kitelium). Tubuhnya sepanjang 1-2 cm terdiri dari 30-60 segmen atau ruas. Telur yang ada di dalam tubuh mengalami pembelahan yang selanjutnya berkembang membentuk segmen-segmen. Setelah beberapa hari, embrio cacing sutra akan keluar dari kokon. Pada proses budidaya yang telah dipraktekkan oleh penulis, biasanya kokon cacing sutra menempel pada bak atau tempat budidaya pada pinggiran dan biasanya berada di atas batas garis permukaan air. Jika tidak tahu, maka telur cacing sutra ini bisa dianggap telur dari siput atau katak dan malah dibersihkan. Penulis mulai mengetahui jika telur cacing sutra memiliki bentuk demikian ketika melihat beberapa mengeluarkan cacing sutra, keberadaan telur cacing sutra bisa menjadi parameter kecocokan tempat hidup dan perkembangan cacing sutra.

telur cacing sutra di bak tampungan air

Induk cacing sutra yang berumur 40-45 hari sudah bisa menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur yang menetas menjadi Tubifex sp. Jumlah telur dalam setiap kokon berkisar 4-5 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk proses perkembangbiakan telur di dalam kokon sampai menetas menjadi embrio Tubifek 10-12 hari. Jadi daur hidup cacing sutra dari telur, menetas hingga menjadi dewasa dan mengeluarkan kokon membutuhkan waktu sekitar 50-57 hari. Cacing sutra dewasa bisa menghasilkan kista telur yang mampu bertahan dalam kekeringan selama beberapa minggu dan lebih lama lagi di daerah pembuangan sampah. Dengan mengetahui siklus hidupnya, kita bisa menentukan saat panen perdana yang tepat, yaitu dilakukan setelah 50-57 hari pemeliharaan, kemudian bisa memanennya lagi setiap 10-12 hari. Perlu perhatian ketika memanen cacing sutra agar tidak mengulangi siklus menunggu hingga cacing dewasa lagi maka yang dipanen adalah cacing yang masih muda atau baru menetas, cacing yang dewasa biasanya ditandai dengan bentuk yang lebih panjang, warna yang lebih jelas dan terdapat bulu-bulu di tubuhnya. Jangan dipanen, karena jika dipanen maka induknya akan berkurang dan bisa mengakibatkan turunnya produksi. Yang dipanen adalah cacing sutra yang masih muda, yang telah dewasa dijadikan indukan.

siklus hidup cacing sutra

Habitat dan penyebaran cacing sutra ditemukan di daerah tropis. Dasar perairan yang disukai cacing sutra ini adalah berlumpur dan mengandung bahan organik, karena bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan merupakan makanan utamanya. Cacing sutra akan membenamkan kepalanya ke dalam lumpur untuk mencari makan. Sementara itu, ujung ekornya akan disembulkan di atas permukaan lumpur untuk bernafas. Pengalaman penulis dalam pembuatan media cacing sutra memegang peranan yang krusial atau penting, karena media merupakan tempat hidup cacing sutra. Perlu diperhatikan bahwa media harus gembur dan berlumpur, untuk menghindari masuknya cacing jenis lain, misalnya cacing lumpur maka media terlebih dahulu dikeringkan sebelum digunakan. Jika di lokasi budidaya sulit mendapatkan lumpur dari sawah, maka bisa menggunakan tanah biasa yang memiliki kandungan hara/ subur.

Perairan yang banyak dihuni cacing sutra sepintas tampak seperti koloni merah yang melambai-lambai. Kebiasaan hidupnya bergerombol di dalam sungai yang berlumpur dan mudah dijumpai di tepian sungai kecil yang dangkal dan keruh. Selain itu, cacing sutra juga ditemukan di saluran pembuangan kolam, saluran pembuangan limbah sumur atau limbah rumah tangga yang umumnya kaya bahan organik.

Cacing sutra ini merupakan organisme dasar (bentos) yang suka membenamkan diri dalam lumpur seperti benang kusut, kepalanya terkubur dan ekornya melambai-lambai dalam air, kamudian bergerak dan berputar-putar. Cacing yang hidupnya berkoloni ini, bagian ekornya berada di permukaan dan berfungsi sebagai alat bernafas dengan cara difusi langsung dari udara. Yang membedakan dengan cacing jenis cacing lumpur adalah cacing sutra memiliki bulu dan ekornya selalu melambai-lambai, ketika ada getaran atau Gerakan pada permukaan air cacing akan segera masuk ke dalam media/ lumpur untuk melindungi dirinya, karena merasa hal tersebut adalah gangguan atau ancaman.

Umunya cacing sutra bisa hidup di substrat lumpur dengan kedalaman 0-4 cm. seperti hewan air lain, air memegang peranan penting untuk kelangsungan hidup cacing ini. Menurut Marian dan pandian (1984) sekitar 90% Tubifek menempati daerah permukaan hingga kedalaman 4 cm dengan perincian sebagai berikut :

-Juvenile (dengan bobot kurang dari 0,1mg) di kedalaman 0-2 cm

-Immature (0,1-0,5 mg) di kedalaman 0-4 cm

-Mature (lebih dari 5 mg) di kedalaman 2-4 cm.

Dengan mengetahui jenis dan daerah hidupnya, pembudidaya dapat menentukan media yang digunakan untuk budidaya cacing sutra dan harus mempunyai ketebalan substrat minimum 4 cm.


Daftar Pustaka

 

Marian. M. P. dan Padian. T. J. 1984. Culture and Harvesting Techniques for Tubifex tubifex. Aquaculture 42 (84) 303-315.

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon