Mengenal Tikus dan Berbagai Cara Pengendaliannya

6:39 PM
-->
Pada saat aku bertemu dengan petani dan berbincang bincang dengan mereka, banyak sekali permasalahan mengenai pertanian yang disampaikan kepada ku. Pada saat itu aku merasa malu karena kekurangan pengetahuanku sehingga aku tidak dapat membantu mereka menyelesaikan persoalan tersebut. Salah satu persoalan yang sering muncul adalah hama tikus, hama ini menyerang di berbagai daerah tanpa terkecuali, perbedannya hanya pada tingkat kerusakan yang ditimbulkannya. Oleh karena itu aku mencoba mempelajari hama tikus, dengan mempelajarinya harapanku aku dapat megenal kelebihan dan kelemahan tikus sehingga memudahkan dalam pengendaliannya. Tulisan ku ini berasal dari berbagai kajian pustaka, tetapi aku lebih banyak mengacu pada buku “Pengendalian Tikus Terpadu” karangan Priyambodo (1995). Smoga tulisanku ini bermanfaat bagi para pembaca dan JAYALAH PERTANIAN INDONESIA.
Pembangunan pertanian yang pernah dilakukan di Indonesia dapat dibagi menjadi lima yaitu :
Intensifikasi : Pengusahaan peningkatan produksi untuk tiap kesatuan luas areal dengan berbagai masukan (teknis maupun sosial ekonomi). Contoh : pupuk, pestisida, bibit unggul, modal, tenaga kerja.
Rehabilitasi: Merupakan program perbaikan dan peningkatan fungsi saluran-saluran irigasi yang telah rusak serta meremajakan kebun-kebun yang telah terbengkalai.
Diversifikasi : program penganekaragaman penanaman tanaman pangan, jadi disampin produksi beras juga ada produksi non beras. Dengan harapan masyarakat dapat mengkonsumsi makanan bukan hanya beras
Ektensifikasi : pemanfaatan sebidang lahan agar tetap memberikan hasil. Misalnya : pada musim kemarau lahan sawah tidak bisa ditanami padi, untuk memanfaatkan lahan tersebut dapat ditanami dengan jagung
Perluasan lahan : perluasan areal untuk ditanami. Membuka lahan baru.
Sering kita dengar istilah PHT (Pengendalian Hama Terpadu), ada SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) bagi petani. Sebenarnya apa itu pengendalian hama terpadu?. Pada tahun 1970an hingga 1980an Indonesia melaksanakan pembangunan pertanian yang menitik beratkan pada intensifikasi pertanian tanaman padi melalui penerapan panca dan sapta usahatani. Hingga pada tahun 1984 Indonesia mengalami swa sembada beras. Dibalik keberhasilan tersebut ternyata meninggalkan berbagai permasalahan teutama berkaitan dengan penurunan produksi dan kerusakan ekosistem pertanian.
Saya teringat cerita kakek saya, pada waktu kakek saya masih kecil kakek sering mencari ikan di sungai dan kali kecil di depan rumah. Tidak tanggung-tanggung jumlah ikan yang didapatkan kakek, bisa mencapai satu “tenggok” besar. Tetapi sekarang jarang dijumpai ikan lagi, populasi ikan mulai menurun dikarenakan adanya beberapa orang yang menggunakan racun dalam penangkapan ikan selain itu dikarenakan pula karena msyarakat menerapkan pestisida secara berlebihan, sehingga air dari sawah yang mengalir kembali ke sungai menyebabkan pencemaran sungai. Dapat diambil kesimpualn bahwa budaya masyarakat kita yang tidak berfikir kedepan menyebabkan kerugian yang besar. Jika saja masyarakat benar-benar memperhatikan lingkungan maka kata banyak orang bahwa Negeri kita ini kaya itu pasti terbukti. Populasi ikan di sungai-sungai dapat berkembang sehingga kebutuhan protein masyarakat terpenuhi, padi sawah dapat dikombinasikan dengan usahatani ikan, kebutuhan air bersih dan sehat mudah dipenuhi, adanya suasana yang harmonis dengan lingkungan membuat hidup menjadi nyaman. Saya teringat dengan cerita ramayana, saat rama, sinta, dan lesmana berkelana di hutan memenuhi janji ayahnya kepada istri termudanya. Rama, sinta dan lesmana merasa lebih betah tinggal di hutan daripada di kerajaan karena memang masyarakatnya pada waktu itu hidup harmonis dengan lingkungan.
PHT merupakan salah satu jawaban dari permasalahan lingkungan yang dikibatkan sistem pertanian konvensional. Konsep PHT hampir sama dengan kehidupan yang selaras dengan lingkungan. Perbedaannya yaitu masih diperbolehkannya penggunaan bahan-bahan beracun yang sebenarnya berbahaya bagi lingkungan jika dalam keadaan terpaksa atau cara pengendalain yang lain tidak mampu mengendalikan serangan serta populasi hama. Dalam pelaksanaan PHT petani harus memperhatikan ekosistem yang ada. Apa jenis hama yang menyerang, apa saja penanganan yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi dan potensi tempat tersebut. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan pengkombinasian berbagai teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian dan kerusakan lingkungan. Jadi penggunaan pestisida dan senyara beracun lainnya adalah alternatif terakhir atau dalam keadaan terpaksa karena teknik pengendalian yang lain tidak dapat digunakan atau tidak mampu mengendalikan hama yang ada.
Pada saat tertentu populasi hama tidak perlu dikendalikan karena tidak menimbulkan ketrugian secara ekonomis, jika dikendalikan malah akan memberikan kerugian ekonomis karena biaya usahatani menjadi semakin naik. Dalam langkah menyusun PHT ada penentuan TKE (tingkat kerusakan ekonomis), KE (kerusakan ekonomis), dan AE (ambang ekonomis), serta posisi keseimbangan umum (PSU). Yang terpenting adalah mengetahui AE dan TKE. Pengendalian hama dilakukan jika telah melewati AE, jika sudah melewati TKE maka petani akan mengalami kerugian. Untuk menentukan perlu tidaknya pengendalian perlu dilihat harga dipasaran terhadp produk tersebut, jika harga produk tinggi maka tingkat AE nya akan berbeda dengan produk yang herganya lebih rendah. Selain hal tersebut yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah PHT adalah menentukan status hama, identifikasi, ioformasi eko biologinya. Karena beberapa spesies menjadi hama tergantung pada fase hidupnya misalnya ulat akan menjadi hama saat menjadi ulat tetapi saat menjadi kupu-kupu bukan merupakan hama lagi malah hewan yang berjasa bagi penyerbukan tanaman. Spesies yang menjadi hama juga perlu diketahui dengan jelas jangan sampai salah karena nanti penangannya juga akan salah. Musim tanam dan teknik agronomi juga perlu mendapat perhatian.
Dari berbagai buku yang telah saya baca kebanyakan cara PHT adalah dengan mempergunakan predator dan parasitoid. Ini yang mungkin belum diketahui oleh petani, karena memang untuk menemukan serta mengembangkan predator dan parasitoid sangat lah sulit. Oleh sebab itu perlu pendampingan yang lebih intensif didukung dengan sumberdaya pendamping yang mencukupi dalam pelatihan-pelatihan PHT serta SLPHT agar petani mampu menerapkan alternatif-alternatif pengendalian yang terbaik dalam usahataninya. Perbedaan antara parasitoid dan predator antara lain :
1. predator ukurannya lebih besar dibandingkan inangnya, sedangkan parasitoid lebih kecil.
2. Predator cenderung menjadi pemakan umum, sedangkan parasitoid hanya menyerang satu inang dalam satu fase hidupnya
3. Spesiasi (ruang gerak) predator dan radiasinya(penyebarannya) terbatas, sedangkan parasitoid lebih luas.
PHT merupakan bagian dari sistem pertanian yang berkelanjutan dalam pendalian tikus ini Saya juga mengacu pada PHT. Berikut adalah pengenalan tikus dan beberapa cara pengendaliannya.......
Kehidupan tikus sangat dekat dengan kehidupan manusia, tikus dapat hidup di rumah-rumah, gudang, sawah, perkebunan, dan sebagainya. Tikus dapat berperan sebagai hewan yang bermanfaat dan dapat berperan sebagai hewan yang merugikan kehidupan manusia. Sebagai hewan yang bermanfaat tikus dapat berguna sebagai hewan percobaan laboratorium dan sebagai hewan yang merugikan tikus dapat menjadi hama bagi tanaman pertanian dan penyebaran penyakit bagi manusia. Suatu hewan disebut sebagai hama karena hewan tersebut menjadi pengganggu dalam budidaya tanaman. Penyebutan hama itu sendiri didasarkan pada persepsi manusia sendiri, jika menurutnya mengganggu usahatani maka disebut sebagai hama.
Pada awalnya tikus hanya berada di benua Asia, penyebaran tikus terjadi seiring dengan adanya migrasi penduduk antar benua. Pada jaman dahulu tikus dijadikan sebagai hewan yang menjadi pertanda apakah pertanian disuatu tempat akan maju atau tidak, hal tersebut berkaitan dengan ciri khas tikus yang hanya hidup di daerah yang kebutuhan pakannya cukup. Sehingga jika suatu tempat kebutuhan pakannya kurang maka tikus akan ber migrasi ke tempat lain.
Sifat hubungan tikus dengan manusia lebih cenderung parasitisme. Tikus mendapat keuntungan tetapi manusia mendapat kerugian. Dibandingkan dengan hama lainnya tikus memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh hama serangga, yaitu :
1. Tikus dapat merusak tanaman budidaya dalam waktu yang singkat dan dalam jumlah kerusakan yang besar, walaupun hal tersebut dilakukan oleh beberapa ekor tikus saja. Dalam satu malam satu tikus sawah rata-rata dapat merusak tanaman padi sebanyak 649,72 tunas IR64 dan 716 tunas untuk Cisadane.
2. Tikus menyerang tanaman dalam berbagai stadia umur. Mulai dari pembibitan, fase vegetatif, vase generatif, panen, dan pasca panen
3. Tikus dapat mempberikan tanggapan terhadap kegiatan pengendalian yang dilakukan manusia baik itu menghindari (tidak memakan umpan beracun yang pernah diberikan sebelumnya) maupun menghadapi (mengahadapi musuh alaminya/predator).Walaupun hal tersebut juga dilakukan oleh hama serangga tetapi tingkat tresponnya lebih kecil dibangdingkan dengan tikus
4. Tikus mempunyai mobilitas yang tinggi dengan kedua tungkainya. Pada keadaan daerah yang kurang mendukung untuk kebutuhan pangan tikus dapat melakukan migrasi sejauh 700m atau lebih, pada keadaan pakan tercukupi tikus keluar sarang sejaun 20m hingga 200m saja. Tikus juga dapat berpindah tempat dengan memanfaatkan transportasi yang dimiliki manusia. Misalnya pada penyebaran tikus pada mulanya yaitu dengan menumpang kapal laun hingga tikus menyebar di seluruh dunia.
Klasifikasi tikus
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Subfilim : Vertebrata (Craniata)
Kelas : mammalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus
Ada sekitar 8 spesies yang paling berperan sebagai hama tanaman pertanian dan vektor patogen manusia. Kedelapan spesies tersebut adalah :
1. Bandicota indica (tikus wirok), habitatnya di gudang, pasar, perumahan, pertanaman padi dan tebu
2. Rattus norvegicus (tikus riul), habitatnya di gudang, selokan, dan rumah
3. Rattus-rattus diardii (tikus rumah), habitatnya di perkebunan, hutan sekunder, semak belukar, pekarangan
4. Rattus tiomanicus (tikus pohon), habitatnya di rumah dan gudang
5. Rattus argentiventer (tikus sawah), habitatnya di sawah ketinggian <1500mdpl o:p="">
6. Rattus exulans (tikus ladang), habitatnya di sawah, ladang ketinggian <1200>
7. Mus musculus (mencit rumah, habitatnya di rumah dan gudang
8. Mus caroli (mencit ladang), habitatnya di ladang, dan sawah
Tikus dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hewan pemanjat (arboreal) dan hewan penggali (terestrial). Hewan terestrial dicirikan dengan ekor relatif pendek terhadap kepala dan badan, serta tonjolan pada telapak kaki yang relatif kecil dan halus (tikus wirok, tikus riul, tikus sawah, mencit ladang). Hewan arboreal dicirikan dengan ekor yang panjang serta tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar (tikus pohon, tikus rumah, tikus ladang, mencit rumah).
Salah satu ciri dari tikus sebagai hewan pengerat adalah kemampuannya untuk mengerat benda-benda yang keras dengan maksud untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya yang tumbuh secara terus menerus. Perttumbuhan secara terus menerus tersebut diakibatkan karena tidak adanya penyempitan pada bagian pangkal sehingga terdapat celah yang mengakibatkan pertumbuhan tersu menerus. Aktivitas pengeratan tersebut banyak menimbulkan kerugian antara lain rusaknya kabel listrik, kayu kuda-kuda rumah, fondasi, dsb. Di rumah-rumah sering dijumpai cerucut, cerucut bukan merupakan hewan pengerat susunan giginya dengan tikus jauh berbeda. Makanan utama cerucut adalah serangga (protein hewani), ini dapat dilihat dari kotorannya yang basah. Kotoran tikus yang kering menandakan bahwa makanannya berasal dari serat atau serealia. Ciri cerucut yang lainnya adalah mengeluarkan bau dari kelenjar bau yang dekat dengan lubang anus.
A. Biologi Tikus
  1. Kemampuan Indera Tikus
Tikus merupakan hewan yang aktif pada malam hari (nokturnal) dan memliki kepekaan terhadap cahaya. Dalam cahaya remang-remang mampu mengenali benda yang jauhnya 10-15 m di depannya. Tikus merupakan hewan yang buta warna sebagian besar warna yang ditangkap oleh htikus adalah warna kelabu. Ada kecenderungan tikus tertarik dengan warna kuning dan hijau terang yang ditangkap sebagai warna kelabu cerah. Warna-warna tersebut dapat digunakan untuk menarik tikus pada umpan, selain itu kedua warna tersebut dapat digunakan untuk mengusir burung.
Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik. Penciuman yang baik ini digunakan untuk mencium urine dan sekresi genitalia untuk menandai wilayah pergerakan tikus lainnya, serta mendetaksi tikus betina yang sedang birahi. Indera penciuman tersebut dapat dimanfaatkan untuk menarik atau mengusir tikua dari suatu tempat. Salah satu contoh untuk menarik tikus jantan dapat mengunakan bahan kimia (attractant).
Suara ultarsonik digunakan oleh tikus untuk melakukan komunikasi sosial, terutama pada tikus jantan. Tikus jantan mengeluarkan suara tersebut pada saat melakukan aktivitas seksual maupun berkelahi dengan tikus jantan lainnya untuk menentukan daerah kekuasaan.
Tikus memiliki kemampuan untuk mendeteksi zat-zat yang pahit, bersifat toksit, atau berasa tidak enak. Ini berhubungan dengan pengendalian tikus dengan menggunakan umpan racun. Kemampuan tersebut menyebabkan tikus menolak memakan racun dan masalah dosis racun yang tidak mampu membunuh tikus (sub-lethal).
Indera peraba tikus yang berupa kumis dan rambut pada tepi tubuh membantu tikus dalam pergerakan di malam hari. Bentuk rabaan tersebut dapat berupa sentuhan dengan lantai, dinding, benda-benda yang berada di dekatnya. Biasanya tikus bergerak antarobyek melalui suatu jalan khusus yang selalu diulang-ulang yang disebut dengan run-way. Tingkah laku tikus seperti itu disebut dengan thigmotaxis. Hal tersebut dapat dimanfaatkan manusia untik meletakkan unpan atau perangkap pada jalan yang biasanya dilalui tikus tersebut.
  1. Kemampuan Fisik Tikus
Kemampuan untuk menggali dimiliki oleh tikus terestrial, penggalian ini bertujuan untuk membuat sarang yang biasanya kedalamannya 50cm -200cm (pada tanah-tanah yang gembur). Kemampuan memanjat dimiliki oleh tikus arboreal, ciri yang menonjol adalah panjang ekornya yang lebih panjang dibandingkan dengan badan dan kepala. Ekor yang panjang ini berfungsi sebagai alat keseimbangan, dan tidak dimiliki oleh tikus terestrial.
Tikus dapat meloncat secara vertikal (77cm) dan secara horisontal (240cm), jarak loncatan dapat menjadi lebih jauh lagi apabila tikus memuali dengan berlari.
Tikus dapat mengerat benda-benda yang yang keras sampai nilai 5,5 pada skala kekerasan geologi, sehingga banyak yang menggunakan besi logam sebagai penghalang mekanis dari gangguan tikus.
Tikus mampu berenang selama 50-72 jam pada suatu bak dengan suhu 350c. Dan kemampuan menyelam 30 detik.
  1. Reproduksi
Tikus merupakan hewan yang mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi bila dibandingkan dengan hewan menyusui lainnya. Hal ini ditunjang oleh berbagai faktor sebagai berikut :
a. Matang seksual cepat yaitu antara 2-3 bulan
b. Masa buntung singkat yaitu antara 21-23 hari
c. Terjadi post partum oestrus, yaitu timbulnya birahi kembali segera (24-48 jam) setelah melahirkan.
d. Dapat melahirkan sepanjang tahun tanpa mengnal musim yaitu sebagai hewan polistrus
e. Melahirkan keturunan dalam jumlah yang banyak, yaitu 3-12 ekor dengan 6 ekor perkelahiran. Bahkan untuk tikus sawah dalam keadaan pakan yang cukup berkualitas dan kuantitas, mampu malahirkan anak mencapai 16 ekor.
Kemampuan tikus untuk bereproduksi demikian sangat mempengaruhi upaya pengendalian, karena ketika jumlah tikus dirasakan sedikit petani tidak lagi melakukan pengendalian sehingga terjadi ledakan jumlah tikus lagi. Kemampuan reproduksi tikus dipengaruhi oleh cuaca, iklim yang optimum, dan yang paling berpengaruh adalah kondisi pakan baik kualitas maupun kuantitas. Berkaitan dengan kualitas sumber pakan yang berasal dari serealia (padi-padian) merupakan pakan yang memiliki kualitas yang paling baik.
  1. Pakan dan Perilaku Makan
Tikus merupakan hewan omnivora, hampir semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia dapat dimakan pula oleh tikus. Walaupun demiikian tikus lebih senang dengan biji-bijian (serealia) seperti padi, jagung, gandum. Selain serealia tikus juga dapat memakan kang-kacangan, umbi-umbian, daging, ikan, telur, buah-buahan dan sayur-sayuran..
Air dapat diambil dari air bebas dan dari makanan mengandung air yang dimakan. Kebutuhan pakan seekor tikus kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya (pakan kering), dan dapat meningkat menjadi 15% (jika pakan tersebut pakan basah)
Tikus memiliki cara makan yang unik yaitu mencicipi terlebih dahulu untuk melihat reaksi yang terjadi di tubuhnya sebelum memakan seluruhnya. Jika tidak terjadi rekasi didalam tubuhnya maka tikus akan memakan dalam jumlah yang lebih banyak, dan seterusnya sampai pakan tersebut habis. Dengan melihat perilaku tikus yang demikian pengendalian tikus secara kimiawi dengan menggunakan racun akur(bekerja dengan cepat) perlu menggunakan umpan pendahuluan(prebaitting) yang tidak mengandung racun. Jika tidak menggunakan umpan pendahuluan tikus dapat mengalami jera umpan sehingga ketika diberikan umpan lagi tikus tidak mau memakannya.
  1. Pergerakan
Tikus melakukan jelajah harian untuk mencri pakan, minum, mencari pasangan, dan orientasi kaweasan. Selama mengadakan orientasi kawasan tikus akan mengenai lingkungan yang ada baik itu pakan yang disukai, minuman dan sebagainya. Sehingga tikus akan mengenali benda asing (umpan) yang berada di lingkungannya. Aktivitas harian tikus antara 30 sampai 200m. Tetapi pada keadaan pakan yang tidak mencukupi tikus dapat bergerak 700m atau bahkan lebih dari sarang.
  1. Perilaku Sosial
Pada populasi rendah sampai sedang tikus jantan memiliki kedudukan yang tinggi. Tetapi pada keadaan populasi yang tinggi tikus jantan yang lemah akan kalah dan meninggalkan populasi sebelumnya kemudian membuat populasi baru dengan tikus betina.
  1. Ekologi Tikus
Naik turunnya populasi tikus dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi faktor biotik dan faktor abiotik.
Faktor biotik : air untuk minum dan sarang, cuaca sebagai pengaruh tidak langsung yaitu mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan-hewan kecil sebagai sumber pangan tikus. Faktor biotik yang penting dalam mengatur populasi tikus adalah : Tumbuhan atau hewan kecil (sumber pakan), patogen (penyebab penyakit), predator (pemangsa), dan manusia.
Sarang tikus berfungsi untuk bersembunyi dari musuh, melahirkan ,menyimpan makanan, tempat beristirahat, dan berlindung dari pengaruh lingkungan.
Predator tikus dapat dibedakan menjadi : repil (ular dan biawak), avea (burung hantu, elang, alap-alap), dan mamalia (kucing, anjing, garangan, musang, rubah, tikus-tikus besar). Peranan predator tersebut dalam menurunkan populasi tikus dirasa kurang begitu nyata karena :
a. Populasi predator tikus sekarang sudah mulai menurun
b. Tikus berada ditampat yang sukar dijangkau oleh predator (nerada di sarang)
c. Aktivitas predator kebanykan di siang hari sedangkan tikus mencari makan di malam hari
d. Kemampuan memangsa predator yang rendah sehingga kalah dengan populasi tikus.
B. Pengendalian Tikus
1. Yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengendalian hama tikus adalah :
a. Kemampuan mengidentifikasi spesies-spesies tikus yang jarang menimbulkan masalah
b. Mengetahui biologi dan perilaku (kebiasaaan) tikus antara lain tempat tinggal, pergerakan, dan kebiasaan makan
c. Mengetahui tanda-tanda kehadiran tikus
Keberadaan tikus dapat dilihat dari feses yang dikeluarkan, keberadaan feses juga dapat sebagai penanda apakah tikus tersebut masih ada di daerah tersebut atau sudah pergi. Feses yang masih basah menandakan bahwa tikus masih beraktivitas di tempat tersebut. Selain dapat dilihat dari feses atau kotoran keberadaan tikus juga dapat dilihat dari kerusakan yang ditimbulkannya, biasanya terdapat bekas keratan pada tanaman. Keberadaan tikus juga dapat dilihat dari jalan yang biasa dilewatinya (run way) dimana pada run way tersebut terdapat jejak kaki. Sarang juga dapat sebagai penanda adakah tikus di tempat tersebut, untuk mengetahui apakah lubang atau sarang masih digunakan dapat dengan jalan menutup lubang dengan gundukan tanah , jika gundukan tanah tersebut berlubang maka sarang masih aktif.
d. Mengetahui formiula yang tepat dalam menggunakan rodentisida
e. Mengetahui permasalahan resistensi tikus
f. Mengetahui dampak penggunaan ridentisida bagi lingkungan, hewan ternak, dan manusia.
2. Metode pengendalian
Tikus dapat menyerang padi pada berbagai stadia pertumbuhan, tetapi tikus paling senang menyerang padi pada stadia generatif. Pad stadia generatif tikus biasanya memakan bulir dan malai padi. Pada stadia persemaian tikus mencabut tanaman padi yang baru tumbuh untuk memakan bagian biji yang masih tersisa. Pada stadia vegetatif tikus memakan batangnya dengan cara memotong pangkal batang. Secara umum metode pengendalian tikus sama dengan pengendalian hama-hama yang lain. Pengendalian tikus hendaknya menggunakan konsep PHT dimana penggunaan pestisida atau rodentisida hanya digunakan pada kondisi terpaksa atau jika metode yang lain sudah tidak mampu menanggulangi populasi hama tikus. Berukut beberapa metode dalam pengendalian tikus :
a. Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis merupakan cara pengendalian dengan membuat lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangan populasi tikus. Beberapa cara pengendalian secara kultur teknis adalah sebagai berikut :
1) Pengaturan pola tanam
Pengaturan pola tanam hanya berlaku pada tanaman semusim. Dengan melakukan pengaturan pola tanam maka keberadan pakan bagi tikus tidak kontinyu sehingga populasinya dapat menurun. Pergiliran pola tanam antara lain dapat padi – padi – palawija / padi – palawija – palawija / padi – palawija – padi. Dengan demikian maka kebutuhan pakan tikus ajan semain berkurang, karena serealia merupakan pakan yang berkualitas baik bagi tikus jika pakan tersebut berkurang atau tidak ada maka populasinya akan menurun. Palawija yang dapat digunakan sebagai tanaman berikutnya adalah jagung, kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran, ubi jalar, ubi kayu. Atau dapat juga di rotasi dengan sayuran jika kondisi di tempat tersebut cocok untuk ditanami sayuran.
2) Pengaturan waktu tanam
Pengaturan waktu tanam serempak dapat mengurangi kerugian persatuan luas yang diakibatkan oleh tikus karena kerusakannya menyebar. Selain itu dengan adanya waktu panen yang bersamaan membuat sumber pangan bagi tikus tidak kontinyu, sehingga tikus kehilangan kesempatan untuk berkembang biak secara kontinyu. Karena keadaan pakan yang ada pada waktu tertentu saja maka pertumbuhan populasi tikus dapat diperkirakan. Waktu tanam serempak harus dilakukan oleh petani-petani minimum dalah areal lahan seluas 100Ha, mengingat tikus memiliki mobilisasi mencapai lebih dari 700m dari sarang.
3) Pengaturan jarak tanam
Tikus sangat menyukai tempat tempat yang berantakan, semprawut, kotor, sehingga melalui pengaturan jarak tanam populasi tikus dapat ditekan karena lingkungannya tidak disenagi. Tikus paling tidak suka bergerak di tempat yang terbuka, tikus lebih sengang bersembunyi, sehingga kalau di lihat pada lahan pertanaman yang terserang oleh tikus, lahan pada bagian tengah lah yang diserang, sedangkan pada bagian tepi dekat dengan pematang tidak diserang. Ada dua hal yang menyebabkan tikus lebih senang menyerang pada bagian tengah lahan. Yang pertama adalah untuk melindungi sarang yang berada pada pematang agar tidak terlihat, sehingga tanaman yang berada di dekat pematang tidak diserang. Yang kedua adalah dengan menyerang pada vagian tengah lahan maka tikus terhindar dari gangguan manusia. Pengaturan jarak tanam ini dapat disesuaikan dengan pola tanam, misalnya pada musim pertanaman pertama jarak tanamnya diperlebar, tetapi pada musim pertanaman ke dua jarak tanamnya di kembalikan seperti jarak tanam yang sebenarnya.
Pengaturan jarak tanam juga dapat dilakukan dengan cara tanam Legowo, dimana nantinya jarak antar baris pertanaman menjadi lebar sehingga tikus takut untuk menyerang pada bagian tengah lahan dan bagian tepi lahan.
4) Penggunaan tanaman perangkap (trap crop)
Penggunaan tanaman perangkap adalah cara pengendalian tikus dengan menanami terlebih dahulu lahan yang berada di tengah-tengah areal persawahan, kemudian baru menanami daerah disekitar lahan tersebut. Cara tersebut dimaksudkan agar tanaman pada lahan yang berada di tengah mengalami fase generatif lebih awal sehingga serangan tikus akan terpusat pad lahan tersebut, untuk selanjutnya dapat dilakukan gropyokan. Atau dapat juga menanam varietas padi yang berumur pendek pada bagian tengah areal pertanaman. Penggunaan tanaman perangkap dapat dikombinasikan dengan Trap Barrier System (TBS) agar lebih efektif.
b. Pengendalian secara sanitasi
Sesuai dengan ciri khas tikus yang tidak suka dengan tempat terbuka maka pengendaliannya dapat dengan cara melakukan pembersihan gulma di sekitar tanaman. Dengan demikian tikus juga akan kehilangan sumber pakan alternatif pada saat bera.
c. Pengndalian secara fisik-mekanis
Pengendalian sercara fisik merupakan usaha manusia untuk merubah faktor lingkungan fisik agar dapat menyebabkan kematian pada tikus. Faktor fisik tersebut dapat dirubah diatas atau dibawah toleran tikus. Pada prinsipnya pengendalian secara fisik dan mekanis adalah sebagai berikut :
1) Membunuh tikus secara langsung dengan bantuan alat-alat
2) Mengusir tikus dengan bermacam-macam alat yang tidak bersifat kimia( menggunakan sinar ultraviolet,gelombang elektro magnetik, dan suara ultrasonik)
3) Melingdungi tanaman dari serangan tikus
Salah satu pengndalian secara fisik dan mekanis adalah penggunaan pagar plastik, penggunaan pagar plastik dimaksudkan untuk menghalau tikus memasuki areal pertanaman. Biasanya diterapkan pada lahan persemaian dan dikombinasikan dengan perangkap yang ditaruh atau diletakkan pada pintu masuk persemaian. Jika populasi tikus banyak dan modal usahatani besar maka teknik ini dapat dipergunakan, pada intinya penggunaan pagar plastik akan membuat tikus tidak dapat memasuki lahan persemaian sehingga tikus akan berusaha mencari jalan masuk, pada jalan masuk tersebut dapat dipasangi perangkap.
Gropyokan juga merupakan pengendalian fisik mekanis, biasanya kegiatan ini yang sering dilakukan oleh banyak petani yang pernah Saya temui. Selain adanya rasa puas karena melihat secara langsung tikus yang mati, pengendalian secara gropyokan juga memupuk rasa kegotongroyongan karena dilakukan secara bersama-sama. Gropyokan pada lahan sawah biasanya ditujukan pada sarang tikus masih aktif yang berada di pematng sawah atau lahan tidak ditanami yang berada disekitar sawah. Tindakan untuk mengeluarkan tikus dari liangnya dapat dengan cara menggenangi liang dan membongkar liang, agar tidak merusak tanaman kegiatan ini dapat dilakukan pada saat pasca panen. Gropyokan yang dilakukan di malam hari dengan bantuan lampu petromak juga efektif karena pergerakan tikus akan lambat karena lampu petromaks (mata tikus menjadi tidak jelas pandangannya saat terkena cahaya terang). Dalam gropyokan digunakan pula barang-barang dari logam dan bambu yang dipukul-pukul untuk mengusir tikus dari sarangnya dan digiring menuju perangkap bisanya berupa jaring yang pasang di dekat pematang sawah atau tempat terbuka, selanjutnya tikus dapat dibunus secara beramai-ramai di tempat tersebut.
d. Pengendalian secara biologis atau hayati
Pengendalian secara hayati dilakukan dengan penggunaan parasit, predator, atau patogen untuk mengurangi bahkan menghilangkan populasi tikus pada suatu habitat.predator tikus dapat dibagi berdasarkan klasifikasinya yaitu kelas reptilia (hewan melata), kelas aves (burung), dan kelas mamalia (hewan menyusui). Secara ekologis kelas aves merupakan predator terbaik dalam mencari dan mengkonsumsi mangsanya, diikuti kelas mamalia dan terakhir reptilia. Kelas avea memiliki laju fisiologi tertinggi sehingga mampu mengkonsumsi tikus dalam jumlah tinggi. Dari ketiga kelas predator tersebut dalam hal memangsa tikus dapat dibauat perbandingan sebagai berikut Aves (10) : Mamalia (4) : Reptilia (1).
Dalam kelas aves beberapa spesies yang menjadi predator tikus adalah Tyto alba (burung hantu putih), Bubo ketupu (burung hantu cokelat), Nyctitorac nyctitorac (burung alap alap tikus).
Dalam kelas Mamalia beberapa spesies yang menjadi predator tikus adalah Paradoxurus hermaphroditus (musang atau luwak), Viverricula malaccensis (musang bulan), Herpetes javanicus (garangan), Felis catus (kucing), dan Canis familiaris (anjing)
Dalam kelas Reptilia yang menjadi predator tikus adalah Ptyas koros (ular tikus), Naja naja (ular kobra), Ophiphagus hannah (ular kobra raksasa), Trimeresurus hagleri (ular hijau), dan Phyton reticulatus (ular sanca).
e. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian kimiawi didefinisikan sebagai penggunaan bahan-bahan yang dapat membunuh tikus atau dapat mengganggu aktivitas tikus, baik aktivitas untuk makan, minum, mencari pasangan, maupun reproduksinya. Secara umum pengendalian kimiawi terhadap tikus dapat dibagi menjadi empat yaitu :
1) Penggunaan umpan beracun (racun perut)
Berdasarkan cara kerjanya racun tikus dapat dibagi kedalam 2 macam :
a) Racun akut, bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf tikus (Arsenik trioksida, Bromethalin, crimidine, alpha chloralose, ANTU, Norbornmide, red squill, dsb). Cocok diterapkan pada saat populasi tikus tinggi.
b) Racun kronis (antikoagulan), bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler (antikoagulan 1 : Warfarin, Fumarin, Courmachlor, dsb. Antikoagulan 2 : Diphenacoum, brodifacoum, Flocumafen, Bromadiolone). Cocok diterapkan pada populasi tikus yang tersisa setelah penerapan racun akut.
Secara umum perbedaan dua macam racun ini terdapat pada penerapan di lapang dan efek pada tikus. Pada penerapan di lapang racun akut membutuhkan umpan pendahuluan dan kebutuhan umpan yang beracun sedikit sedangkan racun kronis tidak membutuhkan umpan pendahuluan, karena rekasinya yang lambat maka dibutuhkan banyak umpan yang mengandung racun. Efek pada tikus untuk racun akut adalah langsung membunuh tikus, dan jika tidak diberi umpan pendahuluan dapat menyebabkan jera umpan. Pada racun kronis adalah membunuh secara perlahan sehingga kadang tikus malah menjadi resisten terhadap racun tersebut.
Menurut Surachman dan Widodo (2007) pengendalian tikus dapat menggunakan umpan anti koagulan Brodifakum 0,005 RMB. Penerapan yang tepat adalah pada saaat padi memasuki fase vegetatif karena tikus habis beranak dan menyusui anaknya. Setelah memakan umpan tersebut dalam 3-4 hari tikus akan mati.
2) Penggunaan bahan fumigan (racun nafas)
Fumigasi adalah proses peracunan tikus beserta ektoparasitnya dengan menggunakan gas beracun (fumigan). Fumigan ini berbahaya bukan hanya bagi tikus tetapi juga bagi manusia dan hewan lain yang berada di sekitar tempat fumigasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan fumigasi yaitu :
a. Fumigan yang akan digunakan harus mempunyai berat molekul lebih dari 28 (berat molekul N2 di udara)
b. Kelembapan relatif udara di dalam sarang tikus harus tinggi dan ukuran partikel tanah yang kecil sehingga gas beracun tidak keluar melalui celah-celah tanah.
Fumigan ini dapat berupa Hidrogen sianida (HCN), Karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), metil bromida (CH3Br), Kloropikrin (CCl3NO2), Hidogen fosfosida (PH3).
Racun nafas juga dapat bibuat melalui pembakaran merang, serabut kelapa, atau klaras daun pisang yang kadang-kadang ditambahkan belerang sehingga menghasilkan gas CO, CO2, dan SO2. perbandingan merang dengan belerang biasanya 13 : 1. Penggunaan racun nafas lebih baik pada saat tanaman memasuki fase generatif karena induk tikus baru melahirkan dan menyusui anak-anaknya.
3) Penggunaan bahan kimia penolak (repellent) atau bahan kimia penarik (attractant),
Attractant merupkan bahan kimia penarik tikus agar tikus mendekati umpan atau masuk perangkap. Attractant menarik tikus melalui bau yang ditimbulkannya. Salah satu attractant yang memberikan hasil efektif adalah penggunaan urine tikus betina yang memasuki fase estrus untuk menarik tikus jantan.
4) Penggunaan bahan kimia pemandul (chemosterilant)
Bahan kimia pemandul merupakan bahan kimia yang menyebabkan kemunduran reproduksi, baik secara permanen maupun sementara. Contoh : mestranol, hexastrol, oestrogenic streroid, diosgenin. Dalam penerapannya bahan-bahan kimia tersebut perlu menggunakan umpan pendahuluan.
Daftar Pustaka
Oka, Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Priyambodo, Swastiko. 1995. Pengendalian hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Surachman, Enceng dan Widodo Agus S. 2007. Hama Tanaman. Kanisius. Yogyakarta




Contoh disain rumah bagi burung hantu

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon