ikan nila |
Tingkat adaptasi nila di
berbagai kondisi lingkungan sangat luas. Di daerah asalnya, benua Afrika, nila
dapat hidup mulai di perairan dangkal maupun datam, rawa, danau alam, danau
buatan, mata air panas, danau asam, danau basa, danau air payau, danau kawah,
danau buatan, hingga perairan laut. Namun, untuk budidaya nila di kolam
beberapa hal umum terkait kondisi lingkungan yang disukai perlu diperhatikan
agar pertumbuhan cepat dan menguntungkan secara ekonomi. Berikut adalah 8 fakta
menarik dari ikan nila :
1.
Budidaya nila dapat dilakukan di keramba
jaring, kolam air tenang, dan kolam air deras. Baik air tawar maupun air payau.
Di perairan dengan salinitas tinggi, nila dapat dibudidayakan namun tetap
dengan syarat aklimatisasi bertahap yang tepat
2.
Nila dapat dibudidayakan hingga ketinggian
500 m dpl dengan suhu optimal 140C—380C. Di atas
ketinggian itu, metabolisme ikan terganggu. Nila bisa stres bahkan mogok makan
karena terlalu dingin sehingga pertumbuhan lambat. Pakan pun menjadi tidak
efisien. Pemijahan secara alami terjadi pada suhu 220C—370C
selanjutnya ikan dapat dikembangbiakan pada suhu 25 0C—300C
3.
Nila memijah di dasar perairan dengan
membuat cekungan sarang. Itu sebabnya pemijahan dalam budidaya nila dilakukan
di kolam tanah atau kolam tembok berdasar tanah agar memudahkan pejantan membuat sarang alami.
4.
Walaupun nila mentoleransi tingkat keasaman
5—11, pertumbuhan optimal terjadi pada kisaran pH 7—8. Pada pH 5—6,5
pertumbuhan nila dapat terhambat karena pertumbuhan makanan alami berkurang.
Sedangkan reproduksi terhenti pada pH 4—5. Di bawah pH 4 dan di atas pH 11,
ikan mati. Pengecekan tingkat keasaman dapat menggunakan kertas lakmus ataupun
pH meter. Bisa juga dengan merasakan air secara langsung dengan indera
pengecap. Bila asam berarti pH rendah, bila pahit berarti pH tinggi alias basa.
Untuk menormalkan pH, lakukan pengapuran dan manajemen air yang baik. Air yang
bersumber dari rawa dan sumber air yang menggenang biasanya bersifat relatif
asam.
5.
Tergolong omnivore/pemakan segala. Menyukai
plankton, fitoplankton dan zooplankton hingga tanaman kecil dan lumut yang
tumbuh di sekitar kolam atau lingkungan tempatnya berkembangbiak.
6.
Tidak menyukai hidrogen sulfida (HS) yang
muncul dari dasar kolam sebagai efek penguraian dan penghancuran bahan organik.
Gas itü dideteksi lewat baunya yang tajam seperti telur busuk. Gejala yang
muncul terlihat adanya pendarahan pada bagian insang hingga kematian ikan
secara massal. Itu sebabnya perlu dilakukan pengeringan kolam hingga dasar
tanah mengering dan pecah-pecah. Bila tidak memungkinkan, lakukan pembuangan
lumpur dasar kolam dengan bantuan alat penyapu dan air bersih. Bila tercium,
jangan lakukan penaburan pupuk lakukan penanggulangan terlebih dahulu.
7.
Tidak menyukai air yang keruh karena lumpur
tetapi menyukai air keruh kehijauan atau kecokelatan karena mengandung banyak
plankton.
8.
Nila pada dasarnya tahan salinitas tinggi
asalkan melalui proses aklimatisasi yang tepat. Namun nila normal bertelur pada
air tawar dengan salinitas 5 g/l. Tingkat salinitas yang lebih tinggi
mengakibatkan jumlah benih yang dihasilkan berkurang. Untuk itu umumnya
pembenihan nila dilakukan di kolam ait tawar.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon