cacing sutra |
Cacing sutra merupakan
salah satu alternatif pakan alami yang dapat dipilih untuk pakan ikan. Cacing
ini sangat dibutuhkan terutama pada fase awal pembenihan ikan air tawar.
Misalnya ikan lele benih yang baru menetas usia 4 sampai 14 hari bisa diberikan
pakan cacing sutra, setelah itu bisa digantikan dengan pelet tepung hingga usia
21 hari. Atau jika menghendaki pertumbuhan yang cepat maka pemberian cacing
sutra bisa dilakukan dari umur 4 hari setelah menetas hingga 21 hari. Tidak
hanya ikan air tawar untuk konsumsi, cacing sutra juga dibutuhkan ikan hias
karena bentuk cacing sutra yang lembut dan kecil sehingga bisa dikonsumsi oleh
ikan-ikan yang ukurannya kecil atau baru menetas sesuai dengan ukuran bukaan
mulut ikan tersebut. Kandungan nutrisi pada cacing sutra sangatlah baik untuk
menunjang pertumbuhan ikan budidaya. Peranan cacing sutra hingga kini belum
tergantikan, walaupun pakan ikan yang baru menetas bisa juga menggunakan kutu
air tetapi dalam pengaplikasiannya lebih mudah dengan cacing sutra, peternak
juga dapat dengan mudah melakukan kontrol kondisi pakan, karena bentuk cacing
sutra yang lebih mudah terlihat dengan mata telanjang dari paka kutu air.
Cacing sutra termasuk dalam
kelompok cacing-cacingan (Tubifex sp.). Dalam ilmu taksonomi hewan,
cacing sutra digolongkan dalam kelompok nematoda, atau hewan tingkat rendah
karena tidak memiliki tulang belakang (invertebrata). Nama sutra disematkan
karena cacing ini memiliki tubuh yang lunak dan sangat lembut seperti sutra.
Selain mendapatkan julukan sebagai cacing sutra, cacing ini biasa disebut juga
sebagai cacing rambut karena bentuk tubuhnya yang panjang menyerupai rambut. Warna
tubuh cacing sutra adalah merah, sehingga pada lokasi yang terdapat koloni
cacing sutra dalam jumlah banyak, airnya akan terlihat berwarna merah. Apa lagi
ketika pagi dan sore hari. Sesuai dengan karakteristiknya, cacing sutra
menghindari cahaya terang, sehingga ketika sinar matahari bersinar dengan
intensitas penuh, cacing sutra akan membenamkan tubuhnya ke dalam tanah/ lumpur
menghindari terpaan sinar matahari dan mulai aktif kembali pada malam hari (nocturnal).
Kandungan protein cacing
sutra berkisar 57% dan 13% berupa lemak, benih ikan konsumsi yang sangat
menyukai cacing sutra yaitu ikan lele, ikan mas, ikan patin, ikan gurami, belut
dan sidat. Karena harganya cenderung mahal berkisar antara Rp. 25.000 hingga
Rp. 45.000 perliternya, maka pemberian cacing sutra kepada ikan peliharaan harus
memperhatikan ke efisiensian biaya. Ketika benih ikan sudah bisa dipindah
dengan pakan pelet atau pabrikan maka sebaiknya pemberian pakan cacing sutra
dihentikan.
Filum : Annelida
Kelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Tubifisidae
Genus : Tubifex
Spesies :
Tubifex sp.
Spesies Tubifex sp. Ini
merupakan jenis hermaprodit, memiliki dua jenis alat kelamin berupa testis dan
ovarium yang terbentuk pada segmen X dan XI dengan reproduksi umumnya dengan
cara seksual. Namun, untuk membuahi sel telurnya diperlukan sperma dari cacing
lainnya dan berkembang biak dengan cara bertelur dari betina yang telah matang
telur. Selanjutnya, telur hasil perkembangbiakannya dibuahi oleh kelamin jantan
yang telah matang. Oleh karena itu jika ingin cepat mendapatkan perkembangan
cacing sutra yang signifikan maka peternak harus memelihara cacing sutra yang
telah dewasa dengan harapan cacing bisa langsung segera kawin dan meghasilkan
telur, telur-telur cacing sutra berada di dalam wadah yang dinamakan kokon.telur cacing sutra di pinggiran bak budidaya
Perkembangan telur cacing
sutra terjadi di dalam kokon yang berbentuk bulat telur, panjang 1mm dan
diameter 0,7 mm yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dari salah satu segmen
tubuh (kitelium). Tubuhnya sepanjang 1-2 cm terdiri dari 30-60 segmen atau
ruas. Telur yang ada di dalam tubuh mengalami pembelahan yang selanjutnya
berkembang membentuk segmen-segmen. Setelah beberapa hari, embrio cacing sutra
akan keluar dari kokon. Pada proses budidaya yang telah dipraktekkan oleh penulis,
biasanya kokon cacing sutra menempel pada bak atau tempat budidaya pada
pinggiran dan biasanya berada di atas batas garis permukaan air. Jika tidak
tahu, maka telur cacing sutra ini bisa dianggap telur dari siput atau katak dan
malah dibersihkan. Penulis mulai mengetahui jika telur cacing sutra memiliki
bentuk demikian ketika melihat beberapa mengeluarkan cacing sutra, keberadaan
telur cacing sutra bisa menjadi parameter kecocokan tempat hidup dan
perkembangan cacing sutra.telur cacing sutra di bak tampungan air
Induk cacing sutra yang
berumur 40-45 hari sudah bisa menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur yang
menetas menjadi Tubifex sp. Jumlah telur dalam setiap kokon berkisar 4-5
butir. Waktu yang dibutuhkan untuk proses perkembangbiakan telur di dalam kokon
sampai menetas menjadi embrio Tubifek 10-12 hari. Jadi daur hidup cacing
sutra dari telur, menetas hingga menjadi dewasa dan mengeluarkan kokon
membutuhkan waktu sekitar 50-57 hari. Cacing sutra dewasa bisa menghasilkan
kista telur yang mampu bertahan dalam kekeringan selama beberapa minggu dan
lebih lama lagi di daerah pembuangan sampah. Dengan mengetahui siklus hidupnya,
kita bisa menentukan saat panen perdana yang tepat, yaitu dilakukan setelah
50-57 hari pemeliharaan, kemudian bisa memanennya lagi setiap 10-12 hari. Perlu
perhatian ketika memanen cacing sutra agar tidak mengulangi siklus menunggu hingga
cacing dewasa lagi maka yang dipanen adalah cacing yang masih muda atau baru
menetas, cacing yang dewasa biasanya ditandai dengan bentuk yang lebih panjang,
warna yang lebih jelas dan terdapat bulu-bulu di tubuhnya. Jangan dipanen,
karena jika dipanen maka induknya akan berkurang dan bisa mengakibatkan
turunnya produksi. Yang dipanen adalah cacing sutra yang masih muda, yang telah
dewasa dijadikan indukan.siklus hidup cacing sutra
Habitat dan penyebaran
cacing sutra ditemukan di daerah tropis. Dasar perairan yang disukai cacing
sutra ini adalah berlumpur dan mengandung bahan organik, karena bahan-bahan
organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan merupakan makanan
utamanya. Cacing sutra akan membenamkan kepalanya ke dalam lumpur untuk mencari
makan. Sementara itu, ujung ekornya akan disembulkan di atas permukaan lumpur
untuk bernafas. Pengalaman penulis dalam pembuatan media cacing sutra memegang
peranan yang krusial atau penting, karena media merupakan tempat hidup cacing
sutra. Perlu diperhatikan bahwa media harus gembur dan berlumpur, untuk
menghindari masuknya cacing jenis lain, misalnya cacing lumpur maka media
terlebih dahulu dikeringkan sebelum digunakan. Jika di lokasi budidaya sulit
mendapatkan lumpur dari sawah, maka bisa menggunakan tanah biasa yang memiliki
kandungan hara/ subur.
Perairan yang banyak dihuni
cacing sutra sepintas tampak seperti koloni merah yang melambai-lambai.
Kebiasaan hidupnya bergerombol di dalam sungai yang berlumpur dan mudah
dijumpai di tepian sungai kecil yang dangkal dan keruh. Selain itu, cacing
sutra juga ditemukan di saluran pembuangan kolam, saluran pembuangan limbah
sumur atau limbah rumah tangga yang umumnya kaya bahan organik.
Cacing sutra ini merupakan
organisme dasar (bentos) yang suka membenamkan diri dalam lumpur seperti benang
kusut, kepalanya terkubur dan ekornya melambai-lambai dalam air, kamudian
bergerak dan berputar-putar. Cacing yang hidupnya berkoloni ini, bagian ekornya
berada di permukaan dan berfungsi sebagai alat bernafas dengan cara difusi
langsung dari udara. Yang membedakan dengan cacing jenis cacing lumpur adalah
cacing sutra memiliki bulu dan ekornya selalu melambai-lambai, ketika ada
getaran atau Gerakan pada permukaan air cacing akan segera masuk ke dalam
media/ lumpur untuk melindungi dirinya, karena merasa hal tersebut adalah
gangguan atau ancaman.
Umunya cacing sutra bisa
hidup di substrat lumpur dengan kedalaman 0-4 cm. seperti hewan air lain, air
memegang peranan penting untuk kelangsungan hidup cacing ini. Menurut Marian
dan pandian (1984) sekitar 90% Tubifek menempati daerah permukaan hingga
kedalaman 4 cm dengan perincian sebagai berikut :
-Juvenile (dengan bobot kurang dari 0,1mg) di
kedalaman 0-2 cm
-Immature (0,1-0,5 mg) di kedalaman 0-4 cm
-Mature (lebih dari 5 mg) di kedalaman 2-4
cm.
Dengan mengetahui jenis dan
daerah hidupnya, pembudidaya dapat menentukan media yang digunakan untuk
budidaya cacing sutra dan harus mempunyai ketebalan substrat minimum 4 cm.
Daftar
Pustaka
Marian. M. P. dan Padian. T. J. 1984. Culture and
Harvesting Techniques for Tubifex tubifex. Aquaculture 42 (84) 303-315.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon