Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan anak didik merupakan kunci keberhasilan, dimana terdapat aktivitas psikis yang berkenaan dengan bahan atau materi belajar. Kegiatan tersebut membutuhkan waktu yang dipengaruhi oleh jenis dan sifat bahan serta kemampuan siswa dalam memberikan respon sukar atau mudahnya materi pembelajaran. Sebagai contoh, apabila materinya sukar dan siswa kurang mampu, maka proses belajar akan berlangsung lama, begitu juga sebaliknya. Aktivitas belajar yang terjadi dapat diketahui pendidik melalui perlakuan siswa terhadap bahan perlakuan itu sendiri.
A. Faktor Intern Belajar
Pada kegiatan belajar mengajar menitik beratkan pada subjeck, yaitu siswa dan guru, dimana siswa lah yang memegang peranan penting. Dalam proses belajar ditemukan tiga tahap penting yaitu :
1. sebelum proses belajar
hal-hal yang berpengaruh pada belajar adalah ciri khas pribadi, minat, kecakapan, pengalaman, dan keinginan belajar ( Biggs, Telfer, dan Winkel). Hal-hal tersebut merupakan keadaan awl yang diharapkan dapat mendorong motivasi belajar lebih lanjut.
2. proses belajar
proses belajar yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri yang dipengaruhi sikap, motivasi, konsentrasi, mengolah, menyimpan, menggali dan berprestasi.
3. sesudah belajar
merupakan tahap untuk penilian prestasi hasil belajar yang diharapkan menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan keadaan sebelum belajar.
Proses belajar secara lebih lanjut merupakan kegiatan mental mengolah materi pembelajaran/pengalaman yang lain. Jadi, pada intinya bersumber dari progam guru yang bersangkutan untuk dapt diamati perkembangannya.
Guru adalah pendidik yang memberi pelajarn pada siswa. Dalam usaha tersebut, guru melakukan pengorganisasian beljar, penyajian bhan belajar dengan pendekatan pembeljar tertentu dan melakukan evaluasi hasil belajar. Dipandang dari segi siswa, maka usaha tersebut merupakan faktor ekstern belajar. Proses belajar merupakan hal yang kompleks, dimana siswa memegang peranan ada tidaknya kegiatan belajar mengajar.
1. sikap terhadap belajar
sikap merupakan kemampuan memberikan penilaina tentang suatu, yang mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan, siswa memperoleh kesempatan belajar sehingga dapat menerima, menolak dan mengabaikan kesempatan belajar tersebut yang berpengaruh kepada perkembangan kepribadian. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika menolak ikut ulangan di kelas lain. Oleh karena itu, ada baiknya siswa mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
2. motivasi belajar
motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi, melemahkan kegitan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3. konsentrasi belajar
konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran, isi bahan pelajaran maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan memperhitungakan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit. Dengan selingan tersebut prestasi belajar siswa akan meningkat kembali.
4. mengolah bahan pelajaran
mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajarn sehingga menjadi bermkna. Isi bahan pelajaran berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai kesenian, serta ketrampialn mentaldan jasmani. Cara pemerolehan jaran berupa cara-cara belajar sesuatu, seperti bagaimana menggunakan kamus, daftar logaritma, atau rumus matematika. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut menjadi makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan ketrampilan proses, inkuiri, ataupun laboratori.
5. menyimpan perolehan hasil belajar
menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Dapat berlangsung dalam waktu lama dan waktu pendek. Dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa bertahun-tahun bahkan sepanjang hayat, dalam waktu pendek artinya hasil belajar cepat dilupakan. Biggs dan Tefler menjelaskan proses belajar kognitif tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan kembali pesan. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan (input process), proses pengolahan kembali dan hasil (output process), dan proses penggunaan kembali (activation process).
6. menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan mem perkuat pesan dengan cara memepelajari kembali atau mengkaitkannya dengan bahan lam. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan atau pengalaman lama untuk suatu hasil belajar. Proses menggali pesan lama dapat berwujud transfer, atau prestasi belajar.
Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali dalam menggali pesan atau kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari kesukaran penerimaan, pengolahan dan penyimpanan. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sunggguh maka siswa tidak berketerampilan dengn baik.
7. kemampuan berprestasi atau untuk hasil belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu punncak proses belajar. Siawa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dalam belajar ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan peristiwa biasa, meskipun demikian dapat dikurangi. Pesan yang dilupakan belum tentu berarti “hilang” dari ingatan. Kadang kala siswa memerlukan waktu untuk “membangkitkan” kembali pesan yang hilang atau terlupakan.
8. rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginaan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangannya rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas maka semakin memperoleh pengakuan umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Rasa takut belajar terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Sebagai ilustrasi siswa yang gagal ujian bahasa Inggris bila didorong terus akhirnya akan berhasil lulus.
9. intelegensi dan keberhasilan belajar
Menurut Wechler (Monks dan Knoers, Siti Rahayu Haditono) inteligensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berfikir secara secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut akan menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya fasilitas belajar, siswa dihadapkan berbagai pilihan, kurangnya dorongan mental dari orang tua dan keadaan gizi anak yang kurang.
10. kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan kebiasaan yang kurang baik yang berupa belajar diakhir semester, belajar tidak teratur, menyianyiakan kesempatan belajar, bersekolah untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya hantan seperti merokok dan bergaya minta “belas kasihan” tana belajar.
Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi kebiasaan kurang baik dan membangkitkan harga diri siswa.
11. cita-cita siswa
Dalam rangka tugas perkembangan pada umunya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik. Didikan emiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud ekslorasi dan emansipasi diri siawa. Dengan mengkaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemempuan dirinya sendiri.
B. Faktor-Faktor Ekstern Belajar
Proses belajar dapat terjadi atau bertambah kuat bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor ekstern belajar. Faktor ekstern meliputi:
1. Guru sebagai pembina siswa
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang stusi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi bangsanya. Sebagai pendidik ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar.
Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembang diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagi manusia. Ada paerilaku, norma, nilai, sub-kebudayaan lokal yang masih harus dipelajari oleh guru yang bersangkutan. Guru juga menumbuhkan diri secara profesional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah memilkil integritas moral kepribadian, memiliki integritas intelektual beroreantasi pada kebenaran, memiliki integritas religius, mempertinggi mutu keahlian, memahami dan menghayati profesi guru, bergabung dengan asosiasi profesi serta mengakui dan menghormati siswa sebagai klien guru.
Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa melipputi pembangunan hubungan baik dengan siswa, menggairahkan minat, perhatian dan motivasi siswa, mengorganisasi belajar, melaksanakan pendekatan belajar secara tepat, mengevaluasi hasil belajar siswa secara jujur dan objektif serta melaporkan hasil belajar siswa kepada orang tua siswa.
2. Sarana dan prasarana pembelajaran
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Sarana dan prasarana merupakan barang mahal maka guru berperan sebagai permelihara, mengatur untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan, memelihara dan mengatur sasaran pembelajaraan yang beroreantasi pada keberhasilan belajar siswa serta mengorganisasikan belajar sesuai dengan sarana dan prasarana tepat guna.
Sedangkan peran siswa sebagai ikut serta dalam memelihara dan mengatur sarana dan prasarana secara baik, peran serta dalam pemanfaatakn sarana dan prasana secara aktif dan menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan generasi muda bangsa.
3. Kebijakan penilaian
Proses belajar mencapai puncak pada ahasil belajar siswa atau unjuk kerja siawa. Dengan penilaian dimaksudkan supaya penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kuncai pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Hasil belajarmerupakan hal yang dapat dipandangdari dua sisi. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan”tingkat pembangunan mental” yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis langkah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat tersrlesaikannya bahan pelajaran. Kebijakan penilaian tersebut merupakan kebijakan guru sebagai ,pengelolaan proses belajar. Hasil belajar individual diukur menurut ukuran-ukuran tingkat nasional. Dengan kata lain, peran guru menilai hasil belajar berorientasi pada ukuran-ukuran tingkat-tingakat yang lebih tinggi yait6u sekolah, wilayah, dan tingkat nasional. Keputusan hasil belajar merupakan puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, siswa terpengaruh atau tercekam tentang hasil belajarnya. Oleh karena itu, sekolah dan guru diminta berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputisan hasil belajar.
4. Lingkungan sosial siswa
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Csebagai ilustrasi, seorang siswa dapat menjabat sebagai pengurus kelas. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja beerkoperasi, berkompetisi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau perkelahian. Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa hal-hal berikut :
a. Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentarasi belajar,
b. Lingkungan sosial yang mewujud dalam suasana akrab, gembira, rukun dan damai. Sebaliknya, mewujud dalam suasana perselisihan, bersaing, salah menyalahkan, dan cerai berai. Suasana kejiwaan dalam lingkungan sosial siswa dapat menghambat proses belajar, dan
c. Lingkungan sosial siswa di sekolah atau juga di kelas dapat berpengaruh pada semangat belajar kelas. Sikap positif tau negatif terhadap guru akan berpengaruh pada kiewibawaan guru. Akibatnya, bila guru menegakkan kewibawaan maka ia akan dapat mengelola proses belajar dengan baik. Sebaliknya, bila guru tidak berwibawa, makia akan mengalami kesulitan dalam mengelola proses belajar.
5. Kurikulum pendidikan
Progam pembelajaran mendasarkan diri pada suatu kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerinta, atau kiurikulum yang disahkan oleh yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Hal itu berarti bahwa progam pembelajaran di sekolah sesuai dengan sistem pembelajaran nasional.
Perubahan kurikulum menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah :
a. Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah.Bila tujuan berubah, maka berarti pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi akan berubah.
b. Isi pendidikan berubah, akibatnya buku-buku pelajaran, buku bacaan, dan sumber lain akan berubah.
c. Kegitan belajar menghajar berubah, akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendektn belajar mengajar yang baru.
d. Evaluasi berubah, akibatnya guru akan mempelajari metode, dan teknik evalusi belajar yang baru. Bila evaluasin berubah, maka siswa akan mempelajari cara-cara belajar yang sesuai dengan ukuran lulusan baru.
Daftar Pustaka
Dimyati, Dr, dan Mudjiono, Drs. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.
A. Faktor Intern Belajar
Pada kegiatan belajar mengajar menitik beratkan pada subjeck, yaitu siswa dan guru, dimana siswa lah yang memegang peranan penting. Dalam proses belajar ditemukan tiga tahap penting yaitu :
1. sebelum proses belajar
hal-hal yang berpengaruh pada belajar adalah ciri khas pribadi, minat, kecakapan, pengalaman, dan keinginan belajar ( Biggs, Telfer, dan Winkel). Hal-hal tersebut merupakan keadaan awl yang diharapkan dapat mendorong motivasi belajar lebih lanjut.
2. proses belajar
proses belajar yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri yang dipengaruhi sikap, motivasi, konsentrasi, mengolah, menyimpan, menggali dan berprestasi.
3. sesudah belajar
merupakan tahap untuk penilian prestasi hasil belajar yang diharapkan menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan keadaan sebelum belajar.
Proses belajar secara lebih lanjut merupakan kegiatan mental mengolah materi pembelajaran/pengalaman yang lain. Jadi, pada intinya bersumber dari progam guru yang bersangkutan untuk dapt diamati perkembangannya.
Guru adalah pendidik yang memberi pelajarn pada siswa. Dalam usaha tersebut, guru melakukan pengorganisasian beljar, penyajian bhan belajar dengan pendekatan pembeljar tertentu dan melakukan evaluasi hasil belajar. Dipandang dari segi siswa, maka usaha tersebut merupakan faktor ekstern belajar. Proses belajar merupakan hal yang kompleks, dimana siswa memegang peranan ada tidaknya kegiatan belajar mengajar.
1. sikap terhadap belajar
sikap merupakan kemampuan memberikan penilaina tentang suatu, yang mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan, siswa memperoleh kesempatan belajar sehingga dapat menerima, menolak dan mengabaikan kesempatan belajar tersebut yang berpengaruh kepada perkembangan kepribadian. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika menolak ikut ulangan di kelas lain. Oleh karena itu, ada baiknya siswa mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
2. motivasi belajar
motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi, melemahkan kegitan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3. konsentrasi belajar
konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran, isi bahan pelajaran maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan memperhitungakan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit. Dengan selingan tersebut prestasi belajar siswa akan meningkat kembali.
4. mengolah bahan pelajaran
mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajarn sehingga menjadi bermkna. Isi bahan pelajaran berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai kesenian, serta ketrampialn mentaldan jasmani. Cara pemerolehan jaran berupa cara-cara belajar sesuatu, seperti bagaimana menggunakan kamus, daftar logaritma, atau rumus matematika. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut menjadi makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan ketrampilan proses, inkuiri, ataupun laboratori.
5. menyimpan perolehan hasil belajar
menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Dapat berlangsung dalam waktu lama dan waktu pendek. Dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa bertahun-tahun bahkan sepanjang hayat, dalam waktu pendek artinya hasil belajar cepat dilupakan. Biggs dan Tefler menjelaskan proses belajar kognitif tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan kembali pesan. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan (input process), proses pengolahan kembali dan hasil (output process), dan proses penggunaan kembali (activation process).
6. menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan mem perkuat pesan dengan cara memepelajari kembali atau mengkaitkannya dengan bahan lam. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan atau pengalaman lama untuk suatu hasil belajar. Proses menggali pesan lama dapat berwujud transfer, atau prestasi belajar.
Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali dalam menggali pesan atau kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari kesukaran penerimaan, pengolahan dan penyimpanan. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sunggguh maka siswa tidak berketerampilan dengn baik.
7. kemampuan berprestasi atau untuk hasil belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu punncak proses belajar. Siawa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dalam belajar ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan peristiwa biasa, meskipun demikian dapat dikurangi. Pesan yang dilupakan belum tentu berarti “hilang” dari ingatan. Kadang kala siswa memerlukan waktu untuk “membangkitkan” kembali pesan yang hilang atau terlupakan.
8. rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginaan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangannya rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas maka semakin memperoleh pengakuan umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Rasa takut belajar terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Sebagai ilustrasi siswa yang gagal ujian bahasa Inggris bila didorong terus akhirnya akan berhasil lulus.
9. intelegensi dan keberhasilan belajar
Menurut Wechler (Monks dan Knoers, Siti Rahayu Haditono) inteligensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berfikir secara secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut akan menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya fasilitas belajar, siswa dihadapkan berbagai pilihan, kurangnya dorongan mental dari orang tua dan keadaan gizi anak yang kurang.
10. kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan kebiasaan yang kurang baik yang berupa belajar diakhir semester, belajar tidak teratur, menyianyiakan kesempatan belajar, bersekolah untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya hantan seperti merokok dan bergaya minta “belas kasihan” tana belajar.
Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi kebiasaan kurang baik dan membangkitkan harga diri siswa.
11. cita-cita siswa
Dalam rangka tugas perkembangan pada umunya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik. Didikan emiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud ekslorasi dan emansipasi diri siawa. Dengan mengkaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemempuan dirinya sendiri.
B. Faktor-Faktor Ekstern Belajar
Proses belajar dapat terjadi atau bertambah kuat bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor ekstern belajar. Faktor ekstern meliputi:
1. Guru sebagai pembina siswa
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang stusi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi bangsanya. Sebagai pendidik ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar.
Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembang diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagi manusia. Ada paerilaku, norma, nilai, sub-kebudayaan lokal yang masih harus dipelajari oleh guru yang bersangkutan. Guru juga menumbuhkan diri secara profesional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah memilkil integritas moral kepribadian, memiliki integritas intelektual beroreantasi pada kebenaran, memiliki integritas religius, mempertinggi mutu keahlian, memahami dan menghayati profesi guru, bergabung dengan asosiasi profesi serta mengakui dan menghormati siswa sebagai klien guru.
Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa melipputi pembangunan hubungan baik dengan siswa, menggairahkan minat, perhatian dan motivasi siswa, mengorganisasi belajar, melaksanakan pendekatan belajar secara tepat, mengevaluasi hasil belajar siswa secara jujur dan objektif serta melaporkan hasil belajar siswa kepada orang tua siswa.
2. Sarana dan prasarana pembelajaran
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Sarana dan prasarana merupakan barang mahal maka guru berperan sebagai permelihara, mengatur untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan, memelihara dan mengatur sasaran pembelajaraan yang beroreantasi pada keberhasilan belajar siswa serta mengorganisasikan belajar sesuai dengan sarana dan prasarana tepat guna.
Sedangkan peran siswa sebagai ikut serta dalam memelihara dan mengatur sarana dan prasarana secara baik, peran serta dalam pemanfaatakn sarana dan prasana secara aktif dan menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan generasi muda bangsa.
3. Kebijakan penilaian
Proses belajar mencapai puncak pada ahasil belajar siswa atau unjuk kerja siawa. Dengan penilaian dimaksudkan supaya penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kuncai pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Hasil belajarmerupakan hal yang dapat dipandangdari dua sisi. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan”tingkat pembangunan mental” yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis langkah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat tersrlesaikannya bahan pelajaran. Kebijakan penilaian tersebut merupakan kebijakan guru sebagai ,pengelolaan proses belajar. Hasil belajar individual diukur menurut ukuran-ukuran tingkat nasional. Dengan kata lain, peran guru menilai hasil belajar berorientasi pada ukuran-ukuran tingkat-tingakat yang lebih tinggi yait6u sekolah, wilayah, dan tingkat nasional. Keputusan hasil belajar merupakan puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, siswa terpengaruh atau tercekam tentang hasil belajarnya. Oleh karena itu, sekolah dan guru diminta berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputisan hasil belajar.
4. Lingkungan sosial siswa
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Csebagai ilustrasi, seorang siswa dapat menjabat sebagai pengurus kelas. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja beerkoperasi, berkompetisi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau perkelahian. Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa hal-hal berikut :
a. Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentarasi belajar,
b. Lingkungan sosial yang mewujud dalam suasana akrab, gembira, rukun dan damai. Sebaliknya, mewujud dalam suasana perselisihan, bersaing, salah menyalahkan, dan cerai berai. Suasana kejiwaan dalam lingkungan sosial siswa dapat menghambat proses belajar, dan
c. Lingkungan sosial siswa di sekolah atau juga di kelas dapat berpengaruh pada semangat belajar kelas. Sikap positif tau negatif terhadap guru akan berpengaruh pada kiewibawaan guru. Akibatnya, bila guru menegakkan kewibawaan maka ia akan dapat mengelola proses belajar dengan baik. Sebaliknya, bila guru tidak berwibawa, makia akan mengalami kesulitan dalam mengelola proses belajar.
5. Kurikulum pendidikan
Progam pembelajaran mendasarkan diri pada suatu kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerinta, atau kiurikulum yang disahkan oleh yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Hal itu berarti bahwa progam pembelajaran di sekolah sesuai dengan sistem pembelajaran nasional.
Perubahan kurikulum menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah :
a. Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah.Bila tujuan berubah, maka berarti pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi akan berubah.
b. Isi pendidikan berubah, akibatnya buku-buku pelajaran, buku bacaan, dan sumber lain akan berubah.
c. Kegitan belajar menghajar berubah, akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendektn belajar mengajar yang baru.
d. Evaluasi berubah, akibatnya guru akan mempelajari metode, dan teknik evalusi belajar yang baru. Bila evaluasin berubah, maka siswa akan mempelajari cara-cara belajar yang sesuai dengan ukuran lulusan baru.
Daftar Pustaka
Dimyati, Dr, dan Mudjiono, Drs. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.
Silahkan memberi komentar yang membangun EmoticonEmoticon